PART 8

1.9K 248 31
                                    

NEXT? 40 VOTES and 10 COMMENT.

HAPPY READING!

Sudah enam hari berlalu, mereka masih sama-sama diam. Daniel dengan segudang gengsinya dan Joy dengan seember kekesalannya.

Meski sama-sama diam, Joy tetap menjadi pelayan pribadi Daniel. Bedanya hanyalah suasana canggung yang selalu mendominasi.

Jujur saja, Daniel sungguh membenci suasana canggung ini. Ia ingin hubungannya dengan Joy menjadi baik seperti biasanya, tapi rasa kesal itu selalu mendorong egonya agar tetap berkuasa.

Seperti saat ini, Joy sedang mencuci piring di dapur dan Daniel sedang membaca koran di meja makan dekat dapur-- sambil sesekali mencuri-curi pandang ke arah Joy. Daniel pun menutup koran weekend yang ia baca saat dirasa Joy akan pergi dari tempat itu. "Joy."

"Ada apa, Tuan?" Tanya Joy formal.

"Aku ingin bicara sebentar." Ujar Daniel sambil membetulkan posisi duduknya menjadi tegak. Dengan tarikan napas pelan, ia kembali berucap. "Aku ingin minta maaf soal kejadian kemarin. Aku hanya kesal saja. Apakah kau mau memaafkanku?"

Joy terdiam sejenak. "Tidak apa-apa, Tuan. Saya sudah memaafkan anda sebelum anda meminta maaf."

Daniel berdehem canggung karena mendengar perkataan Joy barusan.

Apa?! Saya-anda? Daniel tidak salah dengar, kan?

"Ne. Kalau begitu, bisa kita berkomunikasi seperti biasa? Aku agak risih dengan panggilanmu tadi?" Ujar Daniel penuh harap.

Bagaimana bisa ia mendekati Joy jika hubungan mereka tidak membaik? Huh.. yang benar saja.

Joy menghela napas kemudian menggeleng pelan. "Tidak bisa, Tuan. Saya juga sedang membiasakan diri dengan panggilan ini. Saya harap anda mengerti."

"Tapi-- "

"Oh iya, dan satu lagi." Joy dengan cepat memotong ucapan Daniel dan menatap Daniel tepat di manik matanya.

"Anda tahu kan, sebentar lagi saya akan memulai kuliah?" Tanya Joy yang diangguki Daniel. Firasat Daniel sedikit aneh saat ini.

Joy menghela napas sebentar, kemudian melanjutkan.

"Dua bulan lagi, saya akan pindah dan tidak bekerja lagi disini. Saya akan menginap di rumah sewa yang dekat dengan kampus yang sudah saya daftarkan." Kata Joy tenang, sedangkan Daniel, rahangnya kembali mengeras. Belum sempat menyentuhnya, Joy sudah akan pergi?

Hei! Dua bulan terlalu cepat untuk Daniel!

Pandangan Daniel pun berubah sinis.

"Menginap di rumah sewa? Lalu, apa pekerjaan mu nanti? Dimana kau akan bekerja? Bahkan bekerja denganku saja sudah setara bekerja di perkantoran." Sahut Daniel agak sombong.

Joy menghela napas. "Aku sudah tahu apa pekerjaanku nanti." Ia tidak mungkin akan memberi tahu apa pekerjaannya nanti dan pada siapa ia bekerja. Bisa-bisa, Daniel mengamuk seperti kemarin.

"Apa?!" Sengit Daniel. Dia benar-benar kepo.

"Anda tidak perlu tahu. Aku permisi."

Setelah mengatakan itu, Joy buru-buru pergi. Tapi, belum tiga langkah ia berjalan, sebuah cekalan mendarat mulus di lengannya dan menariknya hingga berada tepat di depan sang pemilik tangan.

Tepat sebelum dia mengeluarkan argumennya, ia kembali merasakan benda kenyal itu. Menciumnya dengan cepat dan lembut secara bersamaan.

Daniel sama sekali tidak membiarkan Joy untuk berbicara. Ia membungkam mulut Joy dengan bibirnya. Percayalah, ada rasa bahagia yang membuncah saat Joy hanya diam mematung, tidak bergerak dan tidak melawan.

Daniel mengangkat tangan kanannya untuk menarik tengkuk Joy, menciumnya lebih dalam dan tangan kirinya menahan pinggang Joy yang sudah lemas bagaikan jeli.

Namun, itu tak berlangsung lama saat ia merasakan sepasang lengan kecil yang memukul-mukul dadanya.

Sepertinya dia kurang bernapas.

Daniel pun dengan terpaksa melepaskan ciuman mereka.

Pandangannya jatuh pada Joy yang sedang berusaha menarik pasukan oksigen sebanyak-banyaknya kemudian membuangnya secara terburu. Sama seperti Daniel. Terengah-engah.

"Kau--   hmmp!" Belum sempat mengucapkan kata selanjutnya, bibir itu kembali membungkam mulut Joy.

Tidak ada gigitan maupun lumatan seperti tadi, hanya saling menempel.

Daniel pun kembali melepasnya lebih awal, sebelum Joy kembali memukulnya dengan pukulan-pukulan kecilnya yang bahkan tidak berasa pada Daniel.

Daniel maju selangkah lebih dekat, menarik pinggang Joynke arahnya dengan posesif, kemudian menangkap sebelah pipi Joy dengan tangan kanannya.

Kini kedua matanya memandang bibir penuh milik Joy yang entah sejak kapan menjadi favoritnya.

Dengan jarak berdekatan, Daniel pun mengucapkan kalimat itu, kalimat yang mampu membuat Joy terdiam membeku.

"Kau. Tidak akan pergi kemana-mana, Park Soyoung."

Sesudah mengatakan itu, Daniel pun berjalan ke kamarnya, meninggalkan Joy dengan sejuta pertanyaan di dalam benaknya.

"Kau mau kemana?" Tanya Joy dengan kening mengernyit saat mendapat Daniel keluar kamar dengan pakaian yang berbeda.

Daniel terdiam di tempatnya, memandang Joy sebentar, kemudian melanjutkan jalannya tanpa menjawab dengan kata.

Joy hanya memandang kepergian Daniel dalam diam.

Sebenarnya apa yang kau inginkan, Kang Daniel?

☕☕☕

Jujur nih.. aku kecewa sih sama para readers. Kenapa VOTE dan COMMENT nya malah down gitchu?

Hmm. Yasudahlah.

HOPE YOU LIKE IT!
Terima kasih untuk yang setia meluangkan sepersekian detik waktu untuk vote dan comment cerita ini!😀

It means a lot for me :)

DON'T FORGET TO VOMENTS!

MY GIRL {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang