Mine 27

923 75 18
                                    

POV RANIA

Aku tidak tahu harus meminta tolong kepada lagi selain kepada dokter Rizal. Dengan ragu aku menelfon dokter Rizal untuk mencari tahu keberadaan Kevin. Karna semua orang terdekat Kevin menolak untuk memberitahu keberadaannya.

"Halo.."

"Halo.."

"Dokter.. bisakah kita bertemu?" Tanyaku ragu.

"Tentu aku akan segera ke.."

"Tidak. Aku yang akan datang kerumahmu," ucapku cepat.

"Baiklah," ucapnya.

***

Aku sengaja menyetir sendiri dengan alasan aku akan mengunjungi orang tuaku. Aku tidak ingin di kawal atau memakai supir. Aku tidak ingin Kevin tahu aku mencarinya. Sesampainya di rumah dokter Rizal aku langsung masuk tanpa mengetuk pintu lagi. Aku melihat dokter Rizal terlihat bingung melihatku yang nampak berpakaian serba tertutup di hari yang panas ini.

"Kau baik – baik saja?" Tanyanya lembut.

"Tidak. Aku tidak baik – baik saja," ucapku tegas.

Aku sudah bisa mengatakan dengan jujur keadaanku. Itu karna perlakuan Kevin yang membuatku tidak bisa lagi menahan kemarahanku. Aku mulai lelah menutupi perasaanku yang sebenarnya aku rasakan. Aku sudah memutuskan bila nanti saat aku menemuinya dia masih tidak ingin menyelesaikan semua, maka aku akan memilih mundur. Aku merasa seperti ini karna sikapnya yang memaksaku untuk mundur.

"Duduklah aku akan.."

"Aku butuh bantuanmu. Aku mohon pertemukan aku dengan Kevin. Beritahu aku keberadaannya," ucapku dengan suara bergetar.

Dokter Rizal nampak terpaku mendengar permohonanku. Dia duduk disampingku yang berusaha menutupi wajahku dengan topi. Aku menunduk semakin dalam agar dia tidak bisa melihat luka memar yang aku dapat dari Kevin. Tanpa aku duga dokter Rizal membuka topiku dan membuatku tidak bisa menutupi lukaku. Dia membulatkan matanya saat melihat memar yang ada diwajahku. Dengan lembut dia menangkup wajahku yang mulai menunduk kembali.

"Astaga. Apa yang terjadi. Mengapa kau memar? Siapa yang melakukan ini?" Tanyanya bingung.

Aku mengigit bibirku gugup saat dia bertanya seperti itu. Air mata mengalir saat bayangan buruk itu kembali menyerangku. Aku menggeleng kepala untuk menghapus kenangan buruk itu. Dengan lembut dokter Rizal menggenggam tanganku.

"Katakan. Apa Kevin yang melakukan ini kepadamu?" Tanyanya geram hingga membuatku menatapnya.

Dokter Rizal nampak menahan nafas saat melihat ekspresiku. Aku bisa melihat rahangnya yang mengeras saat aku hanya diam menatapnya. Aku yakin dia bisa menebak hanya dengan melihat tatapanku.

"Mau bercerita?" Tanyanya lembut.

Tubuhku bergetar ketakutan saat kembali di hantui bayangan itu. Dokter Rizal menepuk – nepuk tanganku yang ada dalam genggamannya untuk meyakinkanku kalau aku akan baik – baik saja kalau aku menceritakan semua kepadanya. Dengan ragu aku memulai mengatakan apa yang Kevin lakukan tanpa melepaskan genggaman dokter Rizal. Aku bahkan semakin erat menggenggam tangannya saat merasa hatiku semakin sakit karna harus menceritakan kejadian yang menimpaku. Dokter Rizal nampak terdiam tanpa mencoba memotong kata – kataku hingga aku berhenti bercerita. Aku hanya bisa menangis histeris sesuadah menceritakan cerita kelam itu. Dengan lembut dokter Rizal meraihku ke dalam pelukkannya seakan dia seorang kakak yang sedang menenangkan adiknya. Di saat seperti ini entah mengapa aku begitu merindukan keluargaku.

"Aku akan mengantarkanmu menemuinya," ucap dokter Rizal.

"Te..rima kasih.." ucapku terbata – bata.

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang