Mine 35

966 70 2
                                    

POV RANIA

Aku menatap Rizal yang sudah menungguku di ruang keluarga. Dia menoleh kearahku saat menyadari kehadiranku. Papa yang awalnya ada di sana langsung pamit untuk masuk ke kamar saat aku menatap Rizal dengan tajam.

"Mengapa Kevin bisa di sini?" Tanyaku langsung.

"Tenang dulu," ucap Rizal sambil mengambil tanganku dan mengecek nadiku.

Dia nampak mengangguk saat selesai memeriksa nadiku. Aku bingung mengapa mereka para dokter selalu melakukan itu saat bertemu denganku. Padahal jelas aku tidak bertemu dengan mereka karna sakit.

"Kalian sehat," gumamnya.

"Jawab aku Rizal," ucapku tidak sabar.

Rizal menghembuskan nafas lemah melihatku yang tidak sabar menunggu jawabannya.

"Dia hanya ingin menjenguk kalian. Dia hampir sembuh Rania. Tenanglah, aku yakin dia tidak akan menyakitimu. Tadi dia mengabariku kalau hari ini dia akan pulang karna dia sudah melihatmu," ucap Rizal.

"Pulang? Dia sudah pulang?" Tanyaku bingung.

"Iya. Kenapa? Kau kecewa?" Tanyanya.

"Apa?"

Aku menatap tidak suka ke arah Rizal yang melirikku sambil tersenyum.

"Aku tidak kecewa!"

"Benarkah? Baiklah kalau kau tidak kecewa. Kau masih suka mimpi buruk?" Tanyanya.

"Terkadang," ucapku pelan.

Rizal hanya mengangguk. Entah mengapa aku merasa kecewa saat mendengar Kevin sudah pulang. Cepat – cepat aku menggelengkan kepala untuk menghalau fikiran itu. Lebih baik kalau dia sudah pulang.

***

Entah mengapa aku rasanya gamang pagi ini. Hingga rasanya enggan mengerjakan pekerjaanku. Aku memilih berbaring di sofa sambil menatap langit – langit ruanganku. Aku memikirkan sikap Kevin yang nampak tidak memaksaku untuk menemuinya. Dia nampak lebih tenang menghadapiku yang menolaknya dengan tegas. Perlahan aku membelai lembut perutku yang membucit. Aku merasa apa yang dia dan Rizal katakan memang benar. Dia hanya ingin menengokku. Perlahan aku terlelap mengistirahatkan otakku yang ingin pecah.

***

Aku terbangun saat merasa tubuhku melayang. Aku membuka mataku dan melihat Raiza sedang menggendongku.

"Kakak?" Tanyaku bingung.

"Hm adik nakal. Apa yang kau fikirkan hingga kau tidur di kantor hingga larut malam begini. Kau tidak ingin pulang ke rumah?" Tanyanya.

Aku menatap sekeliling dan menyadari kalau aku tidur cukup lama. Aku memeluk Raiza untuk menyalurkan rasa rinduku kepadanya.

"Akhirnya aku bisa bertemu denganmu," ucapku pelan.

"Ya, Rachel merengek meminta menemuimu. Dia merindukan adik bayinya," ucap Raiza.

Aku tersenyum senang saat mendengar itu.

"Kau baik – baik saja?" Tanyanya.

"Kenapa?"

"Aku tahu dia datang kemarin," ucap Raiza.

Aku terdiam mendengar kata – katanya. Perlahan aku mengangguk pelan. Raiza hanya menghela nafas lemah saat melihat jawabanku.

***

Rachel dengan semangat menyambutku. Dia tidak mau berjauhan sedikit saja denganku. Aku benar – benar senang melihatnya begitu antusias dengan bayi yang aku kandung. Aku menghembuskan nafas lemah saat masih merasa ada yang kurang. Hati kecilku masih merasa begitu kesepian walau sekarang aku di kelilingi orang – orang yang menyayangiku. Tanpa sadar aku membayangkan kalau Kevin ada di sini. Aku tersenyum sendiri saat membayangkan betapa senangnya dia menatapku yang sedang mengandung anaknya. Tapi bayangan itu buru – buru aku tepis. Aku tidak boleh larut dalam masa lalu. Kevin sudah menjadi masa lalu dan aku tidak boleh mengingatnya lagi.

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang