Mine 30

995 75 7
                                    

POV RANIA

Aku memeluk diriku sendiri di balkon ruang kerja ayahku. Aku menangis saat mengingat wajah Kevin yang tadi baru saja aku lihat. Dia nampak kacau dengan keadaannya. Aku benar – benar tidak tega melihatnya. Dia begitu menyedihkan. Aku yakin dia saat ini sedang menderita dan aku tahu dia tidak memiliki siapapun untuk mencoba menenangkannya. Andai keadaan kami tidak seperti ini. Andai aku tidak bertindak bodoh dengan melukai perasaannya. Andai dia tidak menyakitiku sampai sesakit ini. Mungkin saat ini kami sedang menjalani kehidupan kami yang bahagia. Aku tidak mampu lagi menahan isak tangisku. Aku tidak peduli siapapun mendengar isak tangisku karna aku tidak mampu lagi menahan rasa sakit ini. Aku begitu merindukannya, namun bayangan di mana dia melukaiku membuatku tidak mampu mendekatinya.

"Tuhan mengapa kau memisahkan kami seperti ini? Mengapa kau begitu tega memberikan luka yang kami tidak sanggup terima. Ini terlalu berat untuk kami," ucapku lirih.

Aku menarik nafas yang semakin sulit aku gapai.

"Apa kau tahu? Ini terlalu berat untukku. Aku sangat mencintaimu Kevin. Tapi aku tidak mampu ada disisimu setelah apa yang kau lakukan kepadaku," ucapku pelan.

Aku menutup mataku saat hatiku semakin menjerit kesakitan.

***

Aku mendesah lemah saat menatap makananku tanpa minat. Beberapa hari ini aku kehilangan selera makanku dan sering kali aku malah memuntahkan makananku. Entah mengapa aku merasa tubuhku tidak baik.

"Nak kau baik – baik saja?" Tanya mama yang menatapku cemas.

"Iya mah.."

"Beberapa hari ini kau nampak tidak sehat. Kau kurang nafsu makan," ucap mamaku.

Aku hanya tersenyum tipis sambil berusaha memakan makananku. Mendadak perutku mual saat makanan masuk kemulutku. Aku berlari ke kamar mandi dan memuntahkan makananku. Mama yang mengikutiku mencoba membantuku dengan mengangkat rambutku dan memijat tengkukku lembut. Aku membasuh bibirku untuk membersihkan bekas muntahanku.

"Nak mama boleh tanya sesuatu?" Tanyanya saat melihatku selesai memuntahkan makananku.

Aku mengangguk lemah sambil memejamkan mata untuk mengatur nafasku yang tersengal.

"Apa kau bulan ini sudah datang bulang?" Tanyanya hati – hati.

Aku membuka mataku saat mendengar kata – katanya. Aku menyadari kalau aku terlambat datang bulan. Aku menatap mama dari pantulan cermin.

"Kenapa?" Tanyaku takut.

Mama nampak menutup mulutnya saat mengetahui apa jawabanku dari sikapku yang menegang takut saat mendengar pertanyaanku.

"Kita periksa ke dokter. Mungkin dugaan mama.. salah," ucapnya lirih.

"Dugaan apa?" Tanyaku yang mulai bingung.

Mama terdiam menatapku. Dia nampak ragu mengatakan apa yang dia maksud. Aku memutar tubuhku untuk menghadapnya.

"Mungkin.. kau hamil," ucap mama hati – hati.

Seakan nafasku berhenti saat mendengar kata – kata mama. Aku membulatkan mataku saat mendengar itu.

"Kita pergi ke dokter sekarang," ucap mama menggandengku.

Aku yang di gandeng hanya diam sambil mengikutinya. Aku bingung harus bagaimana kalau memang benar aku hamil. Haruskah aku membatalkan perceraian dan kembali kepada Kevin? Tapi aku tidak mau melakukan itu. Aku bingung harus bagaimana.

***

Selamat nyonya anda hamil," ucapan itu mendadak membuatku dan mama membeku di tempat.

Aku menatap perutku yang masih terlihat rata.

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang