Mine 28

989 80 10
                                    

POV AUTOR

Rania nampak diam saat dokter mengobati luka – lukanya. Mamanya nampak sedih melihat luka yang di terima Rania begitu banyak ditubuhnya. Dia sempat panik saat ibunya menyarankan dirinya di obati di dalam kamar. Rania memohon kepada ibunya agar menjauhkannya dari kamar karna dia merasa takut kembali di hantui bayangan tentang kejadian itu. Akhirnya mamanya membawanya ke ruang kerja ayahnya dan menyuruh dokter mengobatinya di sana. Rizal menjelaskan apa yang dia tangkap saat ini. Dia bisa merasakan Rania memendam trauma yang begitu besar.

"Aku akan mencoba menolongnya agar bisa kembali seperti semula. Aku mau membantunya karna Rania sudah seperti adikku sendiri," ucap Rizal tenang.

Papa Rania nampak menghela nafas berat mendengar penjelasan tentang anaknya yang memiliki trauma berat. Entah bagaimana lagi dia harus menjaga anaknya.

"Kau mengenal Rania dari mana?" Tanya Raiza.

Rizal terdiam karna dia tahu Rania tidak ingin dia memberitahukan tentang penyakit Kevin. Rizal berusaha setenang mungkin menghadapi tekanan yang diberikan Raiza kepadanya. Dia tahu Raiza memiliki insting yang kuat.

"Aku teman Rania. Dia beberapa kali pernah menolongku dalam beberapa hal. Aku juga teman Kevin," ucap Rizal.

"Teman? Bukan dokter pribadinya?" Tanya Raiza.

Rizal menatap Raiza yang nampak menunggu reaksi Rizal. Rizal tersenyum tenang menatap Raiza. Dia memang tidak mudah terpengaruh oleh orang lain. Itulah mengapa dia menjadi salah satu dokter kejiwaan yang diperhitungkan dibidangnya.

"Bisa di bilang begitu. Terkadang aku mendengarkan ceritanya sebagai TEMAN. Kami sering berkumpul dirumahku karna mereka menyukai suasana rumahku. Mereka bahkan ingin membuat rumah seperti milikku," ucap Rizal sambil tersenyum.

Raiza nampak mengerutkan keningnya melihat Rizal yang nampak santai dan tidak terpengaruh sama sekali oleh intimidasinya. Dokter yang menangani Rania menghampiri mereka bersama Rania dan ibunya. Rania duduk diam di sebelah ibunya tanpa bicara apapun.

"Apa perlu saya buatkan visum?" Tanya dokter itu.

"Ya," ucap papanya mendahuluinya.

"Papa ini tidak perlu di.."

"Harus. Kau fikir aku akan diam saja melihat anakku di lukai seperti ini. Jangan takut aku bisa melawan siapapun untuk melindungi anakku. Aku tidak takut walau lawanku lebih berkuasa sekalipun. Buatkan visum itu dan aku minta segera kirim ke sini agar aku segera bisa menuntut pria brengsek itu," ucap papanya marah.

Rania menutup matanya saat merasa kepalanya pusing karna masalah ini. Dia tidak mampu untuk melawan kata - kata papanya untuk saat ini.

"Aku sudah bilang bukan. Tinggalkan pria brengsek itu tapi kalian berdua tetap bersikeras untuk tetap bertahan. Apa ini yang kau inginkan Rania?" Tanya papanya marah.

Rania masih diam menutup matanya. Dia tidak mampu untuk mengatakan apapun lagi. Dia tahu papanya kecewa dengan keputusannya hingga membuatnya terluka separah ini. Rania membuka matanya saat merasakan sentuhan ditangannya. Dia menatap bingung papanya yang nampak bersimpuh menggenggam tangannya didepannya. Papanya menangkup wajahnya dengan lembut.

"Percayakan semua kepada lelaki tua ini. Aku akan berjuang untuk keadilanmu," ucapnya lembut.

Seketika Rania tidak mampu lagi menahan air matanya. Dia menangis sambil memeluk papanya. Mamanya nampak tidak kuat lagi untuk menahan air matanya. Dia membelai sayang rambut Rania.

***

Rizal pamit untuk pulang. Dia menawarkan bantuan kepada Rania untuk menerima pengobatan darinya. Rania hanya mengatakan akan menghubunginya kalau dia memang membutuhkan itu semua. Rania merasa tidak memerlukan hal itu dan dia ingin Rizal lebih fokus memperhatikan Kevin yang lebih membutuhkannya. Rania mendesah lemah saat merasa masih memperdulikan suaminya walau dia sudah di sakiti seperti ini. Raiza yang melihat adiknya nampak murung mencoba mendekatinya dan memeluknya.

MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang