PART 45 : Impas

140 7 2
                                    

Cowok itu tersenyum. "Iya tante, nggak pa-pa aku nunggu aja," katanya.

"Oh ya udah, tante panggil dulu Arshalla-nya ya."

Radit, cowok itu mengangguk sopan mengiyakan. Pagi ini ia datang ke rumah Arshalla dengan senyum penuh kemenangan. Ada segudang rencana yang ia pikirkan di kepalanya.

Sesaat kemudian, Arshalla datang dengan membawa dua kaleng minuman dingin berasa jeruk. Kemudian duduk di sofa yang berbeda dengan Radit, setelah meletakkan satu kaleng minuman tepat di hadapan Radit.

"Hm, aku minta maaf ya?" Arshalla membuka pembicaraan.

Radit menoleh lalu menaikkan sebelah alisnya, memasang tampang datarnya yang sok cool. Melihat itu, Arshalla jadi ikut-ikutan menaikkan kedua alisnya. Kemudian ia menampilkan cengirannya.

"Radit, aku minta maaf ya?" ulang Arshalla.

Radit mengalihkan pandangannya dari Arshalla, kemudian melipat tangannya di depan dada. "Dengan satu syarat," ucapnya tenang.

Arshalla antusias. "Apa?"

Arshalla memang begitu, ia akan melakukan apa pun untuk mendapatkan maaf dari seseorang. Walaupun sebagian besar orang menganggap bahwa memberi maaf dengan syarat adalah hal yang tidak tulus, namun bagi Arshalla selama dia dimaafkan, dan syarat yang diajukan tidak bertentangan dengan agama dan norma yang berlaku, kenapa tidak?

Radit kembali menatap Arshalla. "Temenin aku ke pestanya Juna malam ini."

Arshalla mengernyitkan dahinya, kemudian dengan polosnya ia bertanya, "Ngapain?"

Radit kehabisan kata-kata. Ia melongo mendengar pertanyaan Arshalla. Orang pergi ke pesta, tentu untuk memenuhi undangan, dan turut bahagia atas hal yang menyebabkan digelarnya pesta tersebut. Mau ngapain lagi di pesta? Mau main futsal? Yang benar saja!

Radit merotasikan bola matanya. "Please, Arshall jangan pura-pura nggak ngerti, kalau kita ke pesta ya-" pintanya.

"Iya, iya, aku ngerti kalau kita mau ngapain ke pesta. Tapi, maksudnya ngapain ngajak aku? Pestanya malam-malam lagi, nggak mau ah," tolak Arshalla.

"Mau dimaafin nggak?" tanya Radit.

"Ya mau lah."

"Ya udah kamu temenin aku ke pesta Juna, gampang kan?"

Gampang gimana? Nggak ngerasain jadi cewek, sih! Batin Arshalla. Benar, Arshalla memang kurang minat menghadiri acara semacam itu. Ia selalu dibingungkan oleh banyak hal ketika akan menghadiri acara pesta. Apa pakaian yang akan dipakai? Sepatu yang akan ia pakai akan sesuai atau tidak? Apakah harus bawa tas atau tidak? Perlu berdandan atau tidak? Dan masih banyak hal membingungkan yang lainnya.

Tanpa sadar Arshalla menggelengkan kepalnya pelan. Belum apa-apa rentetan hal membingungkan itu sudah berkeliaran di kepalanya.

"Kamu diam, berarti mau ya," ujar Radit kemudian tersenyum.

Arshalla mengerjapkan matanya, ia terkejut dengan ujaran Radit. "Apa!?" sesaat kemudian ia sadar akan sesuatu. "No, aku nggak mau," tolak Arshalla lagi.

Senyum Radit perlahan pudar. "Nggak bisa gitu dong! Kamu udah bikin aku baper. Nah nanti kamu harus ikut aku ke pestanya Juna. Kan impas." Radit terkekeh setelah mengatakannya.

Arshalla terdiam sebentar. "Ada pilihan lain nggak supaya aku dimaafin tanpa ikut ke pesta?" tanya Arshalla penuh harap.

"Nope."

Arshalla mendengus kesal. Radit yang melihat hal itu jadi terkekeh. "Ya udah sih, Shall. tinggal temenin aku doang, beres deh," ucap Radit.

"Tapi aku nggak mau, Dit." Arshalla memandang lurus kaleng berisi minuman yang sedang dipegangnya.

Senyumin Aja! [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang