PART 31 : Maaf

118 9 1
                                    

"Assalamu'alaikum!" Sahut Arshalla saat masuk ke dalam rumahnya yang kebetulan tidak terkunci.

"Wa'alaikumsalam warohmatulloh."

Saat melihat bundanya sedang duduk santai di sofa ruang tamu, Arshalla langsung menghambur memeluk bundanya itu. "Bunda..." Gumam Arshalla pelan, air mata mulai bercucuran di pipinya.

Nina yang bingung dengan tingkah Arshalla segera menegakkan Arshalla agar duduk dengan benar.

"Kamu kenapa Shall?" Tanya Nina dengan nada khawatir.

Tangis Arshalla makin pecah saat ditanyai hal itu. Ia kembali memeluk bundanya erat, seolah dengan melakukan hal itu rasa takutnya bisa hilang. Nina yang semakin bingung kembali bertanya.

"Kamu kenapa sih? Jangan bikin bunda panik dong! Muka kamu juga pucat, pasti tadi di sekolah nggak makan ya? Bekal kamu ketinggalan." Serbu Nina.

Tidak mendapatkan jawaban dari anaknya, Nina mengusap kepala Arshalla sayang sambil berkata, "Shall jawab bunda dong! Kamu kenapa sih?"

"Aku takut bun." Akhirnya Arshalla bersuara dengan suara seraknya.

"Takut kenapa hm? Cerita dong." Pinta Nina pada anaknya.

Arshalla mengangkat wajahnya menatap sang bunda. Ia masih menangis sesenggukan. "Aku... ta... kut... Bun." Kata Arshalla terpenggal-penggal karena tangisnya.

Nina tersenyum. "Berhenti dulu nangisnya, baru cerita. Inget pesan bunda apa?" Tanya Nina berniat mengingatkan anaknya.

Arshalla mengangguk dan menghela napasnya panjang lalu menghembuskannya perlahan, dengan begitu tangisnya bisa berhenti walaupun masih sesenggukan. Setelah itu ia tersenyum "Inget Bun, aku selalu inget."

Nina tersenyum, "Ayo sekarang cerita." Pinta Nina dengan nada keibuannya.

Arshalla kembali bungkam. Ia sungguh takut jika harus memutar kejadian tadi di kepalanya apalagi menceritakannya.

Nina yang menyadari kebungkaman Arshalla kembali tersenyum. "Nggak usah takut, di sini ada bunda kan?" Kata Nina sambil menatap anaknya menenangkan.

Arshalla terdiam mendengar penuturan bundanya. Menimbang apakah ia sanggup menceritakan kejadian tadi atau tidak. Kemudian Arshalla menghela napas panjang dan menghembuskannya pelan untuk mengumpulkan titik-titik keberanian yang perlahan akan menguasai dirinya lantas bisa mengalahkan ketakutannya.

Nina terus sabar menunggu anaknya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi hingga membuatnya menangis ketakutan.

"Bun, bunda tahu kan aku kalau dibentak suka jadi cengeng?" Akhirnya Arshalla bersuara.

Nina terkekeh mendengar penuturan Arshalla kemudian mengangguk. "Terus?"

"Tadi... Tadi Radit bentak-bentak aku lagi. Aku... Aku ta... kut bun." Jawab Arshalla kembali terisak.

Nina tersenyum lalu mengusap puncak kepala Arshalla lembut. "Nggak usah takut, mungkin emang Radit lagi kebawa emosi. Emangnya kamu ngapain sampai bikin Radit marah?"

Arshalla terkekeh di sela tangisnya. "Bun, salah nggak kalau aku melerai Radit pas berantem sama orang?" Arshalla malah balik bertanya.

"Enggak dong. Malahan itu wajib."

"Tapi kok Radit marah ya, pas aku larang dia berantem. Katanya siapa aku larang dia berantem. Padahal kan itu kewajiban sesama manusia ya Bun?" Tanya Arshalla memastikan bahwa anggapannya memang benar.

"Iya, mungkin Radit tadi lagi marah banget. Jadi dirinya lagi dikuasai sama emosi yang negatif." Jawab Nina bijaksana.

"Iya juga sih. Tapi Bun, aku jadi takut kalau nanti ketemu Radit. Aku nggak mau lagi ikut campur urusan dia ah, takut salah ngomong lagi. Terus dia bentak aku lagi. Ih seram Bun, aku takut. Atau aku nggak usah ngomong lagi sama dia ya Bun-"

Senyumin Aja! [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang