Dua puluh lima - Bencana

26.8K 1.7K 14
                                    

Karena pak Tama ada pekerjaan mendadak, maka setelah menghabiskan waktu seharian esoknya kami langsung balik ke Jakarta. Tapi sebelum pulang kami mampir dulu sejenak, bertemu dengan bi Atik untuk pamit.
Abah? Maaf aku masih belum berani bertemu kembali dengan dia. Kecuali jika wajahku sudah berubah mungkin aku mau menemuinya.

Pak Tama hanya diam melihaku yang hanya pamit pada bi Atik, sedangkan Tyo dan Mhyra mereka hanya saling memandang dan menyiritkan kening. Biarlah, nanti jika aku sudah siap akan ku ceritakan pada mereka.

Perjalanan yang di tempuh tidak terlalu lama, jalanan tidak sepadat biasanya, karena mungkin ini minggu pagi. Coba saja kalau pulang sore habislah kita terjebak macetnya jalanan.

Sesampainya dirumah aku di sambut oleh wanita yang lebih muda dari mama Mhyra, mencium kedua pipi pak Tama sambil menggandengnya masuk.

"Mba udah tua, gak usah kaya gini." Ucap pak Tama.

"Kenapa sih kan mba kangen. Bagi mba kamu tetap masih anak kecil." Ujar wanita itu.

Aku yang menggedong Aya hanya mengekor. Seketika wanita itu menghentikan langkahnya, berbalik dan melihatku dari bawah sampai atas. Aku rasa dimatanya ada sensor. Hahaa

"Siapa ini?" Tanyanya pada pak Tama.

"Itu Riani, pengasuhnya Aya."
Wanita itu terlihat terkejut.

"Bi Yayu kemana?"

"Bi Yayu pulang ke Jogja, Arman sakit dan gak bisa di tinggal." Wanita itu ber-oh ria.

"Kamu kalo cari pengasuh yang bener, tipe-tipe kaya gini tu biasanya banyak modusin majikan." Elah baru juga di niatian mau modusin pak bos. Omongannya gak beda jauh sama si bapak, nyakitin. Gumamku pelan.

Perempuan itu mengelilingi rumah, melihat kesana kemari. Seperti orang sedang sidak.

"Ya ampun ini rumah berantakan banget, meja berdebu, ruang tengah jadi kaya TK, boneka dimana-mana. Kamu masih waras Tam."

Astagfirullah mendidih ini mendidih, kerjaan aku di cela semua sama dia. Siapa sih nih orang. Pacaranya?? Tapi kok tua. Masa demen yang model beginian.

Tiba-tiba Tyo masuk, tanpa permisi ia langsung memeluk wanita itu.

"Mami kok pulang gak ngabarin aku? Bukannya sambut anaknya dirumah malah langsung ke rumah mas Tama." Bocah satu itu bergelayut manja di lengan wanita yang di panggilnya dengan sebutan mami.

Haduh ini anak ama emaknya kok beda banget yah. Setelah  berdiri cukup lama disana, aku memutuskan untuk permisi ke kamar Aya. Tak mempedulikan mereka yang masih disana.
Pak Tama juga pergi ke ruang kerjanya.

Siang hari, aku pesan makanan untuk makan siang kami. Aku lupa belum belanja, ya memang karena sabtu kemarin di pakai ke Bandung sih. Mau bagaimana lagi dari pada kelaperan mending order makanan.

Dan sialnya maminya Tyo dateng lagi. Ya Tuhaann akunya pusing. Bentar-bentar ngedumel tentang dapur, abis itu bahas masalah kebersihan rumah, bahas masakan. Lama-lama kok aku jadi kaya menantu yang di siksa mertua kaya di ftv yang sering di tonton ibu kos yah.
Dan you know pak Tama cuma diam aja guys. Bela dikit napa.

"Udah mba, nanti aku panggil tukang bersih-bersih rumah." Bela pak Tama. Yeaayy akhirnya di belain juga.

Tapi itu tak berarti apa-apa. Karena maminya Tyo masih ngoceh.
Telingaku rasanya panas di cermahain sama maminya Tyo, itu orang gila kebersihan. Dia gak tau rumah segede gini mana kuat bersihin sendiri mana harus ngurus anak. Hmm ambil pelajarannya aja deh kalo-kalo punya mertua macam gini.

Malam hari ku ajak pak Tama untuk berbelanja kebutuhan rumah, lebih tepatnya maksa dia. Pokoknya kita harus pergi sebelum magrib, atau aku pergi sendiri dan dia yang jaga Aya.

Siap Pak Boss [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang