Dua puluh dua - Pulang

26K 1.8K 30
                                    

Bimbingan skripsi kemarin lancar, dan lusa aku akan melakukan seminar proposal. Ahh bukan lusa, tapi esok. Kalau lusa si disebutnya pas kemarin. Sama halnya dengan Mhyra, aku dan dia memilih tanggal yang sama.
Sekarang kami disibukan dengan membaca ulang dan  menghafal apa saya yang sudah kami tuangkan dalam proposal skripsi kami.
Jika kebanyakan orang berkata lebih baik di pahami isinya dari pada di hafal, tapi bagiku itu kurang tepat.
Baiklah memang enak jika kita sudah paham dengan isinya, toh aku memang sudah paham wong aku yang bikin. Tapi kita juga butuh membacanya berulang kali sambil menghafal supaya ketika mempresentasikan nanti juga lancar, tidak lagi tersendat karena sibuk dengan pemilihan kata yang akan di gunakan.

Siang ini aku putuskan untuk mengantar makan siang ke kantor pak Tama karena pak Soleh juga masih dalam masa cutinya. Tak mungkin ia meniggalkan istri dan membiarkan istrinya mengasuh anaknya seorang diri. Mereka ini sama sepertiku, merantau ke kota orang. Cuma beda alasan saja.

Sebelum berangkat ku kirimi ia pesan, agar kedatangaku kesana tidak sia-sia.

To pak Bos :

"Papa akunya kesel gak di kasih kiss tadi pagi, mau nagih kiss sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Papa akunya kesel gak di kasih kiss tadi pagi, mau nagih kiss sekarang. Aku sama mba Ian mau otw ke kantor papa sekalian buat anter makan siang. Tunggu yah pah. Love you"

Tak lama pria itu membalas pesanku. Mengiyakan yang berarti ia menunggu kami.

Ku pesan Ojek online, siang begini kalau naik taksi bisa habis waktu makan siang pak bos. Aya sih fine-fine aja naik motor, malah kesenengan. Katanya banyak angin mba, seru.

Saat motor berhenti di lampu merah pertigaan ke arah kantor pak bos, aku melihat seorang nenek yang berjualan kipas pelastik ditemani anak kecil. Aku rasa anak kecil itu sekitar berumur 6 tahun terlihat merengek sang nenek. Melihat waktu lampu hijau masih lama, ku hampiri nenek itu.

"Misi nek, saya mau kipasnya satu."

Nenek itu tersenyum sayu, " mau yang mana neng?" Memberikan beberapa pilihan.

"Yang gambar frozen aja nek, yang warna biru." Aya mengambil kipas itu, ku ambil uang di tas dan memberikan uang 20 ribu.

"Ini adiknya kenapa nangis?" Tanya ku pada anak di samping sang nenek, bukannya menjawab ia malah berlari ke belakang tubuh sang nenek. Berusaha menghindariku.

"Itu neng, dia bilang laper. Ngajak pulang dari tadi, tapi ini aja baru laku 1 neng." Nenek itu memberikan uang 10 ribu kepadaku, ku tolak dengan halus.

"Kembalinya di simpen aja nek, buat jajan cucunya. Oh iya ini buat nenek." Kuserahkan kotak bekal yang sedari tadi ku pegang.

Suara klaskon motor terus memperingatkan kami. Mamang ojeknya udah manggil terus. Aku segera pamit pada nenek itu, sedikit berlari sambil membawa beban gadis kecil yang ku gendong ini, terik matahari benar-benar menambah rasa lelah.

Dari kejauhan samar-samar nenek itu terdengar mengucap Terimakasih. Ku balas dengan senyum dan lambaian tangan.

Sesampainya di kantor pak bos, aku baru ngeh harusnya tadi beli makan dulu, aduuhh lupa pisan.
Dengan modal nekat aku tetap masuk ke dalam gedung itu, langsung saja ku langkahkan kaki menuju lift.

Siap Pak Boss [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang