Tiga puluh empat - Retak

26.5K 1.8K 27
                                    

Pak Tama rajin mengantar jemputku bekerja, bahkan saat ke kampus pun ia mengantarku. Saat ini sedang disibukan dengan mencari tanda tangan kesana kemari. Ternyata selesai sidang skripsi bukanlah akhir dari segalanya. Saat ini gelarku adalah pemburu tanda tangan petinggi universitas. Dua minggu lagi aku akan wisuda. Waahh senangnya, hanya saja uangku makin terkuras.

Pak Tama menawariku untuk memesan kebaya untuk wisuda tapi aku menolak. Rasanya memakai pakain kuliah seperti kemeja dan rok saja sudah cukup. Toh akan tertutup oleh baju wisuda, itu yang aku lihat saat menghadiri acara wisuda kak Galih dulu. Hanya rok kebaya mereka yang terlihat, kan percuma ya.

Mengenai hubunganku dengan pak Tama aku tidak tahu kami terikat dalam hubungan seperti apa. Kami tidak berpacaran karena pak Tama gak pernah ngajak pacaran. Katanya yang penting sudah tahu perasaan masing-masing. Tapi ya namanya perempuan kami butuh kepastian, ku jadikan pernyataan kami saat di tempat Tyo sebagai tanggal resmi. Gak tau deh tanggal resmi sebagai apa, statusku juga gak ada yang berubah.

Beberapa teman seangkatanku ada yang bertanya kabar tentang statusku yang sudah menikah dengan duda, ditambah dengan pak Tama yang sering mengantarku ke kampus makin membuat mereka penasaran. Mereka menanyaiku bagaimana dengan beasiswaku, bisa-bisa aku dituntut karena dalam MOU yang di tanda tangani mahasiswa penerima beasiswa itu ada peraturan yang tidak memperbolehkan mahasiswa bersangkutan untuk menikah. Maka ku jelaskan pada mereka bahwa aku hanya bekerja. Tapi dasar di mulut ember, masih ingat dengan gadis yang bertemu dengan dosenku di bioskop. Ia melaporkan pada pihak kampus, akhirnya aku memohon pada pak Tama untuk menjelaskan pada pihak kampus. Untung saja dia mau.

Untuk pertama kalinya aku mengikuti Mhrya untuk melabrak gadis itu. Sahabatku sama geramnya sepertiku. Kami berdua memperingati gadis itu agar tidak bicara macam-macam atau akan kami sebarkan berita yang dia nonton sama si papah. Gadis itu akhirnya tak pernah lagi mengusikku.

Mhyra dan Tyo sudah tahu hubunganku dengan pak Tama. Dan semenjak itu Tyo selalu menghindar dariku.
Ku harap mereka berdua segera jadian. Gak mau lama-lama kaya gini. Kemarin Mhyra yang menjauh sekarang Tyo.

***

Pak Tama selalu menyempatkan makan siang bersama, walaupun jam makan siangku itu agak terlambat karena harus bergantian dengan pegawai lain. Tapi ia tetap menungguku, yang membuatku semakin tak tahan adalah pegawai lain yang sering menjadikanku bahan gosip. Aku yang sering ijin ke kampus dan mereka menganggap aku di anak emaskan oleh pak Rian. Dan sekarang aku yang semakin dekat dengan pak Tama membuatku semakin di kucilkan.
Rasanya tak tahan juga bekerja karena koneksi, berusaha bekerja keras di bilang wajarlah bawaan bos, kalau lagi salahnya juga pasti bawa-bawa nama bos.
Kalau bukan gak enak hati pada Mhyra dan tante Aryani rasanya aku mau berhenti saja.

Malam hari Mhyra datang ke hotel bersama Tyo, ia mengajakku untuk ikut serta sama bersama mereka. Mhyra bilang malam ini ia ingin makan malam di warung seafood dekat kampus. Aku tak menolak, rindu juga tempat itu. Tapi berbeda dengan Tyo, ia terlihat tidak antusias.

"Aya gimana Mhey??"

"Bawa aja."

"Ya kan pak Tama belum jemput. Nanti dia nyariin."

"Masih panggil pak? Panggil mas dong." Mhyra menyenggol lenganku. Pegawai lain yang mendengar ucapan mereka langsung menatap kearahku.

"Berisik lu." Bisikku.

"Lu gak tau, semenjak pak Tama jadi baik ke gue. Gue berasa jadi target bully nya mereka." Ucapku pelan seraya memperhatikan sekitar.

"Ya makanya gak usah jadian sama dia." Ucap Tyo meninggalkan kami menuju pintu keluar. Siapa juga yang jadian, diajak jadian aja kaga.

Siap Pak Boss [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang