Enam Belas - Tangisan

26.5K 1.8K 26
                                    

Setelah pertemuan dengan Clara Calista sikap pak Tama jadi berubah. Sebelumnya dia sudah sedikit melunak pada Aya, sudah mau menjaganya walau sebentar, sudah mau tidur bareng Aya walau terpaksa tapi sekarang balik lagi ke nol.

Kalian tahu kan gimana susahnya buat deketin dia ke anaknya. Padahal itu anaknya loh bukan anak tetangga. Tiap hari ngirimin foto aktivitas Aya, baru kemaren pas bimbingan dia bales. sekarang? Di read aja enggak. Sakit hati suzy.

Ini sudah hari ketiga pak bos balik ke sifat asalnya. Mengurung diri di kamar setelah pulang kerja bahkan ia ikut menghindariku. Selalu menyuruh pak Soleh ambil makan siang ke rumah sebelum aku yang pergi ke sana. Ini sudah dalam keadaan siaga 1.

Selain itu Mhyra yang selalu main ke rumah juga sedikit menghambat pekerjaanku. Sehari bisa 3 kali ia menemuiku. Menumpahkan segala kekesalannya akan Dwi yang mulai sulit dihubungi. Mengadu akan sikap Dwi yang sudah samakin dingin tak seperti biasanya. Selalu mudah curiga pada Dwi, sampai-sampai merengek memintaku untuk menjadi stalker padahal situasi sedang tidak memungkinkan.

Ingin rasanya meminta bantuan Tyo, tapi apa daya gak tega juga kalo harus buat dia mendengar segala ocehan Mhyra tentang Dwi. Yang ku takutkan hatinya akan terbakar api cemburu.

Belum lagi urusan revisi proposal. ini ko masalah datang bertubi-tubi ya Allah.

***

Malam ini pak Tama pulang dengan keadaan kacau, sudah pulang larut malam ditambah dengan aroma kuat menyeruak di sekitar tubuhnya. Tubuhnya yang limbung saat memasuki rumah, kemudian menubruk tubuhku.
Aku hampir kehilangan keseimbangan tapi untungnya ujung sofa di ruang tamu mampu menjadi penopang aku dan pak Tama.

Ku hela nafas. Ku nyalakan mode Warning! Tanda bahaya. Ini bahaya biasanya orang yang mabuk kaya gini bisa ngamuk kapan aja. Malahan  bisa sampe gak sadar, kalah sama nafsunya.

Tak kuat memapah menuju kamar pak Tama di lantai 2, ku berinisiatif memasukan pak Tama ke kamarku. Ku giring dia menuju ranjang, setelah melepas dasi dan sepatu ku periksa apa ada noda lipstik di kemejanya.

"Yess gak ada, oke dia gak macem-macem sama cewek." Ku tinggalkan ia yang tengah terbaring, tak lupa ku kunci pintu dari luar.

Kembali ke kamar Aya, rasanya lelah sekali malam ini. Ku pejamkan mata berharap melepas kepenatan. Tapi apa daya, suara gedoran pintu di kamar sebelah membuatku tak mampu untuk tenang.

"Astagfirullah, ini udah malem. Tenang pak, udah tidur aja sana." Ucapku dibalik pintu kamar yang berisi pak Tama.

"Buka pintunya, saya mau ke kamar. Kenapa kamu kunci saya disini. Cepat buka." Perintahnya dengan suara yang kurang jelas.

"Gak bisa pak. Bahaya, udah tidur di situ aja. Saya gak mau yah terjadi apa-apa sama saya. Bapak sekarang dalam mode bahaya. Bisa aja kan nanti bapak khilaf terus nodai saya." Teriaku.

"Arrgghhh.."  bug bug bug suara pintu yang di pukul tapi suara itu melemah di gantikan dengan suara frustasi bercampur isak tangis.

"KENAPA?? KENAPA HARUS ADA AYA" teriaknya.
"Kenapa pernikahan berjangka itu tidak sesuai rencana. Kenapa Clara hamil? KENAPA? KENAPA?.." suara isak tangis mulai melemah, suara di balik pintu tidak lagi terjengar jelas. Ku dudukan diri mengikuti suara pak Tama. Sepertinya saat ini iya sedang memegang kedua lututnya. Bayangku

"Harusnya aku tidak boleh takut akan ancaman papi, kenapa aku tidak percaya akan kemampuanku? Kamu kemana Kasih? Kenapa kamu menghilang? Apa aku kurang meyakinkanmu untuk menunggu 1 tahun? Tak bisakah kau menungguku untuk sampai saat itu?" Nada suaranya semakin melemah.

"Semua ini karna Clara, ya Clara. Apa kurang uang yang ku tawarkan seperti di kesepakatan awal. kenapa dia jebak aku." Ucapnya gusar.
"Dia memang ular, setelah mempengaruhi orang tuaku, dia juga menjebakku untuk terus bersama dia. Wanita itu benar -ben .. ar" suara itu semakin menghilang.

Siap Pak Boss [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang