Tiga - salah paham

30.6K 2.4K 28
                                    

*Riani pov

Hari semakin sore tapi tidak ada tanda-tanda kehadiran bapak pemilik anak yang cantik nan gemesin ini.
Ku tengok jam yang berada tepat berada di atas pintu sudah menunjukan pukul 4.

"Ian balik yuuk, Dwi udah di telponin mamanya terus noh".
Gusar Mhyra sesekali dia mengganti posisi duduknya menunggu Dwi yang sedang mengangkat telepon di ujung sana.

"Ini bapaknya belum dateng-dateng Mhey, nomer teleponnya ke apus pas cuci tangan ditambah gue lupa nama tuh orang siapa. Putra apa pandu apa Prima ah kaya nama bis aja, aduh apa yah.." sambil memutar otak mengingat nama seseorang yang dia ingat hanya huruf depannya yaitu P.

"Au ah gue pusing." Aku menyerah.

"Au ah Au ah, kalo jawabannya kaya gitu mah ga usah pake mikir. So-soan nginget nama orang nama dosen mk yang beberapa kali ketemu aja lu ga hafal-hafal." Timpal Mhyra asal.

Dwi menghampiri kami, ia terlihat gelisah.

"Gue harus pulang sekarang, mba Anis mau lahiran" ucap Dwi.

"Aku ikut ya Dwi, kasian mama kamu kalo nunggu mba Anis sendirian" rengek Mhyra

Mereka berdua beradu pandang layaknya adegan di sinetron India, kemudian menatapku secara bersamaan.
Mataku melirik kesegala arah ketika mereka menatapku seperti itu, aku tahu Dwi pasti merasa tidak enak karena semenjak mereka berpacaran sahabatku itu jarang meluangkan waktuku, sementara Mhyra menatapku penuh harap agar aku mengijinkannya pergi. Aku tahu dia sedang dalam proses mendekati calon mertua alias mamanya Dwi.
Mau dikatakan apalagi cinta tak akan pernah satu, Ehh ko jadi nyanyi gini.  meskipun aku sering kali merasa cemburu pada Dwi (cemburu dalam arti teman, kalian jangan berpikir yang aneh-aneh please, aku masih demen cowok ganteng dan banyak uang. Hahaa sebagai cewek aku ga munafik layaw). Tapi yasudahlah lama-lama akan terbiasa seperti ini.

"Yaudah kalian pergi sana Hus hus. Gue ada yang menenin ini ko, nih si dedek cantik" usirku pada mereka

"Oke deh, makasih yah Riani sayang" dengan senyum sumringah menunjukan jempol  dan telunjuk yang saling bertautan seperti penyiar acara kuliner, kemudian mencium kedua pipiku.

Ku dorong dengan cepat tubuh Mhyra. "Iyyuuuhh jijaaaayyu".
Menirukan suara lady boy nya Indonesia.

Kami tertawa bersama, kemudian Mhyra menggandeng tangan Dwi dan melambaikan tangan pergi meninggalkanku
"Sampai babay Ian cantik"

"Duluan yah Ian" ucap Dwi.

Tak terasa unduhan dramaku selesai, hingga pukul 5.30 pria itu tak kunjung datang. Aku sudah lelah menunggu, ku kemasi barang yang ku bawa tadi. Ku beranjak dari sofa menuju kasir, ku titipkan note kepada pramusaji berjilbab yang tadi melayaniku untuk di berikan kepada seseorang yang barangkali dia ingat pada anaknya.

****

Ku rebahkan tubuh yang sudah lelah ini di kasur lipat kosan. Aya yang sangat aktif berkeliling di ruangan yang kecil ini menggambil apa saja barang yang dianggapnya menarik.

"Baa, mau ni"
Menyodorkan toples berisi kripik pisang milikku.

Mau tak mau aku mendudukan diri sejajar dangannya meraih toples itu.

"Aya ko ngga ada kenyangnya, jangan terlalu banyak makan yah sayang. Ga sehat" ucapku lembut sambil memberikan beberapa kripik pisang, kemudian ku elus rambutnya yang lurus dan lembut.

Aya sibuk memasukan kripik pisang kedalam mulutnya. Sudah pukul 8 Mhyra belum pulang, dan pria pemilik anak ini belum muncul juga. Terbesit di pikiranku apa jangan-jangan Aya sengaja ditinggal.

Siap Pak Boss [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang