Tiga Puluh - Merangkai Kembali

26.1K 1.7K 15
                                    

*Author pov

Mhyra yang tahu jika Tyo rajin menjemput Riani jika pulang kerja jadi meradang, hampir tiap malam ia mengajak Tyo untuk pergi. Untuk sekedar belanja, nonton atau  makan malam diluar. Ia tahu jika Tyo tidak mungkin menolak jika ia sudah meminta di temani, dan kalian tahu Tyo akan manut aja.

Riani sebenarnya tidak masalah dengan itu, selama masih ada angkutan umum, taksi/ojek online yang siap mengantar kemanapun. Yaa walaupun harus mengeluarkan kocek yang bisa buat beli makan.
Ia sadar diri tak ingin menjadi sosok Yuni dalam hubungan Mhyra dan Tyo. Ia sangat tak bisa mentolerir sikap Yuni yang bikin gigit bantal saking kesalnya, begitulah yang ia lakukan jika sudah kesal saat menonton Orang Ketiga di kamar duo bibi asisten rumah tangga rumah Mhyra.
Dengan mereka ia tak merasakan  kecanggungan malah di sana di penuhi kehangatan, mungkin karena kesamaan nasib yang membuat mereka sampai klop. Bahkan sang empunya rumah sering bergabung bersama mereka.

Riani mulai merasakan ada kekosongan dalam hatinya, Mhyra yang terlihat semakin menjauh dan Tyo yang selalu berada di samping Mhyra. Tiap malam biasanya Mhyra hanya menceritakan bagaimana ia habiskan bersama Tyo, aku merasa iri. Bukan iri karena cemburu tapi aku iri tidak bisa seperti dulu, kita yang selalu kemana-mana bersama. Mhyra seakan membuat jarak padaku.

***
*Riani pov

Jam kerja sudah habis, aku bergegas menuju lobi bersama Nia. Iya dia menjadi teman terdekatku di tempat kerja, karena makin kesini banyak pegawai lain yang suka nyinyirin aku karena beberapa kali ketahuan ikut nebeng sama mas Rian. Di tambah dengan sikap pak Tama yang kembali melunak padaku, setiap menjemput Aya ia selalu membawakan berbagai makanan baik itu gorengan, martabak, roti bakar, bahkan pernah sampai membawakan sate dalam jumlah banyak. Ia selalu menitipkan padaku untuk kami santap bersama. Mereka yang melihat, seenaknya berspekulai yang macam-macam padaku, bilang aku genitlah, caper sama cowoklah, hobinya nyari om-om lah. Ya karena om yang ini ganteng dan sebenarnya jadi incaran mereka sejak lama makanya mereka begitu, itu sih yang Nia katakan padaku.

Saat hendak sampai pintu keluar, seseorang memanggilku. Suara itu tidak asing di tambah dengan suara anak kecil.

"Eh pak Tama." Sapaku pada pria yang saat ini berada di hadapanku.

Ia tersenyum, beda halnya dengan Aya yang langsung merentangkan tangannya berusaha ingin ku gendong. Tapi aku menolaknya, ia langsung menekuk wajahnya dengan ekspresi wajah yang di buat sedih. Ahh dasar anak ini.

"Maaf ya sayang, mbaknya mau pulang. Besok lagi mainnya yah." Aku tersenyum pada Aya, ku cium juga pipi gembulnya.
Ah aroma parfum ini, aku suka sekali. Rasanya sangat rindu dengan wangi maskulin dari kemeja papanya Aya. Khas banget tapi aku belum tau merknya apa.

"Kamu pulang bareng saya aja, mbak Nia juga boleh ikut." Tawarnya.

Aku mendongkak, membenarkan  posisi untuk berdiri seperti semula.

"Rumah saya beda arah papa Aya, rumah saya ke arah timur saya naik angkot aja." Tolak Nia, ya emang beda arah sih.

"Gak apa-apa kebetulan saya mau ke mall arah sana kok." Aku mencium aroma modus disini.

"Ya kalau bapak mau ke arah sana ngapain ngajak saya pulang bareng pak." Ketusku.

"Kita duluan deh pak." Aku ajak Nia untuk jalan, tapi pria itu mencekal tanganku hingga langkahku terhenti.

"Saya juga mau minta kamu buat temani belanja, repot kalau belanja sendiri." Alamak ini toh alasannya.

Nia terlihat bingung. Ku bisikan sesuatu kepadanya, "Jangan salah paham aku bagian jagain Aya paling." Dan ia mengangguk.

***

Mereka asik berbincang, pak Tama menanyakan perkembangan Aya pas awal-awal dititipkan disana. Kan beda, sama aku mah suka ketus suka tiba-tiba baik kaya hari ini tapi sama Nia di keliatan ramah banget. Pembicaraan mereka terlihat seru, dia aja sampe ketawa begitu. Kok kesel yah!

Siap Pak Boss [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang