Waktu, kini menjadi musuh terbesar bagi Shani. Karena dengan hari yang terus berganti, didapati ia yang sekarang semakin terlihat memperhatikan Gracia. Meskipun ia masih bersikap cuek dan pura-pura tak peduli karena masih merasa bingung pada perasaannya, tapi, hal itu juga yang dapat merubah Shani menjadi anak rumahan. Dia menjadi jarang keluar rumah dan lebih betah menonton TV sambil sesekali melirik Gracia yang sedang membersihkan lantai. Atau makan siang di ruang makan sambil melihat Gracia mencuci piring, dan bangun pagi untuk jogging sambil memperhatikan Gracia yang tengah menyiram tanaman di depan rumah.
Shani bahkan merasa dia tak ada bedanya dengan psikopat, karena terlalu sering memperhatikan orang yang disukainya secara diam-diam. Dan hal itu kadang juga mengganggu dirinya sendiri.
Pagi ini, 3 hari sebelum liburan usai. Seperti telah menjadi kebiasaan bagi Shani yang belakangan ini sering bangun pagi untuk lari-lari kecil di sekitar rumahnya. Tentu sambil sesekali melihat Gracia yang dirasa Shani semakin terlihat cantik setiap harinya.
Shani mendengarkan musik lewat earphone-nya dengan tenang, sebelum getar ponsel di sakunya membuatnya mengerutkan dahi.
"Apa Ta? Lo sekarang kenapa jadi sering nelfon gue ih. Jijik tau gak, berasa pacaran."
Okta terkekeh. "Ya elo sih, sekarang kenapa gak pernah ikut ngumpul? Sejak kapan lo betah di rumah? Gaya lo pagi-pagi udah bangun dan jogging, biasa juga jam segini lo masih molor."
"Terserah gue lah. Gue tuh lagi sibuk, udah deh ntar juga kalo gak sibuk gue ikut ngumpul kayak biasa kok."
"Sibuk ngapain? Sibuk perhatiin Gracia yah?"
" ... "
Okta terkekeh lagi, lebih keras dari yang sebelumnya. "Iya kan? Udah deh lo gak usah muna sama gue. Lo suka dia kan?"
"Hah?"
"Bahkan sekarang lo ngeliatin dia dengan tatapan menjijikkan itu lagi. Bruh, you're so fucking gay."
Shani pun segera membalikkan tubuhnya mencoba mencari keberadaan Okta di sekitarnya. Dan di hadapannya kini, Okta sedang tersenyum sinis melihat Shani.
"Kalo lo beneran cinta sama dia, lo ngomong dong Shan! Jangan cuma diem dan pura-pura cuek kek begitu. Lo kira dengan lo yang tiap hari cuma merhatiin dia dari jauh itu, dia jadi tau gimana perasaan lo? Gak, kan?"
Okta pun mematikan telponnya, lalu memainkan alisnya untuk menggoda Shani yang sedang melihat Okta dengan alis yang membentuk huruf V, Shani pun mengalihkan pandangannya ke arah Gracia yang tengah tersenyum kecil sambil melihatnya.
Kini, Shani menjadi semakin dilema.
Gracia menatap langit-langit di kamarnya dengan seksama. Ia berpikir, semakin hari semakin ia terus berdekatan dengan Shani, Gracia merasa Shani telah menjadi sosok berbeda dengan Shani yang kurang ajar saat pertama pertemuan mereka.
Shani yang tak menertawakan dirinya dan tak memandang rendah dirinya, Shani yang dengan baik mau menerimanya di rumah ini, Shani yang tidak seburuk yang Gracia pikirkan. Bahkan Shani juga orang yang setuju pada rencana Tante Nindy menyekolahkan dirinya dan bersedia jika nantinya Gracia berangkat bersama Shani dengan mobil kesayangannya.
Pikiran buruk Gracia terhadap Shani pun mulai sirna. Walaupun tiap hari dia dan Shani hanya say hai dengan senyum ketika tak sengaja berpapasan, namun, Gracia tahu jika setidaknya Shani adalah orang yang baik. Dan mungkin memang taruhan itu hanyalah candaan baginya. Walaupun tahap bercandanya juga sudah kelewatan, tapi Shani telah minta maaf atas kejadian itu.
Mungkin juga semua bukan salah Shani semata karena dalam taruhan tempo hari yang melibatkan dirinya itu, Okta lah satu-satunya pelopor Shani berbuat hal seperti itu. Okta, teman dekat Shani yang pagi tadi datang saat Shani tengah jogging di luar rumah, kebiasaannya tiap mentari baru terbit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Her ✔
Fanfiction[COMPLETED] Gracia yang naif hanya menginginkan bahagia dalam hidupnya. Bahagia yang ia rasakan sempurna dengan datangnya cinta. Cinta yang ia definisikan sebagai Shani. Cinta yang sulit diraih, bukan karena bertepuk sebelah tangan... Namun karena k...