Frans meletakkan gitarnya pada tempatnya. Melihat sesuatu keajaiban yang terjadi. Frans pun segera menghubungi Shani.
Shani yang sedang duduk di kursi penumpang. Vino tak akan membiarkan Shani yang menyetir saat ini jika mereka tak mau jatuh berdua kedalam jurang atau hal-hal bodoh lainnya yang kemungkinan bisa saja terjadi.
Shani menghela nafas sambil bersandar. Beban di pundaknya terasa berat sekali. Apakah karena hidupnya dulu terlalu bahagia dan berjalan sempurna? Itu sebabnya mengapa di balik euphoria biasa terjadi sesuatu yang menyedihkan setelahnya.
Jadi dibalik hidup ini, sebahagia apapun kondisi kita, celaka tak bisa dihindari jika itu sudah takdirnya, begitu?
Drrrtttt Drrrrrrttttt
Ponsel Shani diatas dashboard bergetar. Shani mengambil ponsel itu dan menjawabnya. "Iya Frans?"
"Oh ya? Oke, gue bakalan segera kesana."
Vino menoleh pada Shani. "Ada apa?"
"Kita harus nyusul Frans."
Vino mengangguk mengiyakan tanpa suara.
Mobil berjalan cepat dan sesampainya mereka ke tempat tujuan. Tak terasa hujan telah reda dan berhenti. Hanya saja masih mendung. Pas sekali dengan kabut duka yang masih dirasakan Shani.
Shani dan Vino berlari sepanjang koridor rumah sakit. Mereka tak peduli baju mereka yang basah dan mereka yang jadi pusat perhatian. Who cares? Hal yang satu ini lebih penting dari memperhatikan orang-orang yang memperhatikan gerak-gerik mereka. Jadi..
Shani membuka satu pintu dihadapannya. Dan terlihatlah dia disana. Terbaring dengan satu kaki yang diangkat tinggi. Kepala yang diperban dan plester luka disana-sini.
Gracia menatap langit langit rumah sakit. Gracia lalu menoleh pada Shani.
Deg.
Malaikatnya kini telah sadar dari koma yang telah beberapa hari terjadi. Rasanya hati Shani bagai tersiram es. Lega melihat Gracia setidaknya telah baik-baik saja.
***
"Jadi tadi tangan dia gerak-gerak gitu.. Terus gue manggil dokter."
"Dokter bilang apa Frans?"
"Dokter bilang dia masih ngerasa shock. Tapi tenang aja dia nggak sampe hilang ingatan atau apapun itu walaupun benturan keras memang terjadi di kepalanya. Tapi yang pasti.. dokter hanya bilang dia butuh istirahat dan ajaibnya Tuhan mengabulkan semua doa kita. Dia baik-baik aja."
Shani menghela nafas lega. Melihat Gracia yang kini memejamkan matanya untuk tertidur. Gracia sedari tadi memang tak bicara namun entah mengapa Shani tak merasa marah karenanya. Yang penting Gracia sudah sadar, begitu saja cukup baginya.
Shani menepuk pundak Frans. "Makasih lo udah bersedia buat jaga dia sementara gue dan Vino menguburkan Oma."
"Sama-sama." Frans mengangguk.
"Gracia lagi istirahat.. kenapa lo pada nggak ganti baju dulu sana? Lo nggak kedinginan ya?"
***
"Udah bangun Gre?" Ucap Vino begitu melihat Gracia membuka matanya.
"Aku ada dimana?"
"Di rumah sakit. Lo inget kejadian terakhir sebelum lo ada disini kan."
"Ah, iya inget.."
"Lo bikin gue dan Shani jantungan pas monitor di alat pendeteksi jantung itu hanya garis lurus Gre. Lo bayangin aja sendiri gimana deg-degannya Shani dan gue yang saat itu liat sendiri gimana dokter dan perawat-perawat lainnya kayak pada panik dan ngambil apa itu namanya gue nggak tahu. Ah ya.. alat kejut jantung buat balikin denyut nadi lo."
![](https://img.wattpad.com/cover/139590685-288-k332102.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Her ✔
Фанфик[COMPLETED] Gracia yang naif hanya menginginkan bahagia dalam hidupnya. Bahagia yang ia rasakan sempurna dengan datangnya cinta. Cinta yang ia definisikan sebagai Shani. Cinta yang sulit diraih, bukan karena bertepuk sebelah tangan... Namun karena k...