Chapter 4

9.5K 701 23
                                    

Besok, tinggal besok dan Gracia harus memperkenalkan dirinya di depan kelas. Menjadi bahan perbincangan gosip-gosip di sekolah barunya seperti "siapa sih tuh cewek kenapa dateng sama Shani?", bertemu teman-teman baru dan wajah-wajah baru, bertemu lebih banyak orang kota (satu orang kota aja –Shani- pertama ketemu begitu apalagi yang lain ya). Jujur, ada rasa cemas sekaligus bahagia di hati Gracia, mengigat besok ia akan menjadi siswi baru di salah satu SMA ternama di ibukota.

Sekarang pukul 10 malam, tadi siang sampai sore Tante Nindy pergi belanja untuk keperluannya sekolah. Ethan seperti biasa les piano, sedang Shani... Gracia tak tahu. Semenjak kemarin, Gracia jarang liat Shani. Atau mungkin dia yang sengaja menghindar dari Shani? Tau ah, semuanya bikin Gracia pusing.

Gracia menatap paper bag hasil perbelanjaan tante di kamarnya. Lalu berpikir, Tante Nindy, kapan sih gak excited kalo menyangkut dia? Anak cewek impian yang diidam-idamkannya. Dan sungguh, hal itu malah yang membuat Gracia semakin gugup, apa semua teman barunya akan menyukainya?

Gracia menghela nafas, panjang sekaligus berat. "Cuma ini yang selalu bikin aku merasa tenang, Walaupun cuma sementara." Gracia menatap bunga mawar berwarna putih yang baru saja diambilnya dari tas. Sekarang jumlah bunga yang dimilikinya ada 3, ditemukan di dapur saat ia mau masak, di taman saat ia mau baca novel, bahkan di kamarnya sendiri. Setiap satu hari satu bunga. Semenjak 3 hari kejadian Shani saat itu, menyatakan rasa sukanya.

Jika Shani merasa bersalah saat menciumnya tempo hari itu, Gracia lebih merasa bersalah kali ini. Bimbang sekaligus sedih. Gracia tahu semuanya. Dia tau itu Ethan, yang meletakkan semua bunga itu di tempat-tempat tak terduga. Dengan secarik kertas setiap satu bunga setiap satu hari. Gracia tahu itu Shani, yang sengaja menanyakan hal-hal seputar favoritnya lewat Ethan. Namun, Gracia hanya pura-pura tak tahu. Ia tak yakin dengan apa yang dilakukannya ini.

Saat melihat tatapan kecewa Shani sore itu, ia bahkan tak sanggup melewatinya. Dan berpikir bisa menghindarinya. Kenapa ia melakukannya? Semua apa mungkin? Gracia tahu bagaimana akhir cerita ini. Takkan bahagia jika ia harus bersatu ditentang banyak perbedaan. Takkan ia merasa tenang karenanya. Sebegitupun tahunya Gracia, jika di hatinya, Shani selalu berada di sana. Memiliki tempat istimewa bahkan tanpa Gracia menyadarinya.

Dia tak ingin membuat Tante dan Om kecewa padanya yang telah berani menyukai anaknya, mereka terlalu baik untuk dikecewakan. Dia tak mau, adanya rasa di antara mereka hanya akan membuat semuanya semakin rumit, terlebih dia juga takut terluka karna cinta.

Gracia bangkit dari tempatnya duduk lalu berjalan di tengah gelap karna semua lampu yg telah dimatikan, ia mengambil segelas air minum. Tidak bisa tidur. Hampir saja tersedak saat ia melihat pintu belakang yang masih terbuka. Namun begitu melihat Shani duduk di sana, di taman tempat yang sama saat dia menyatakan perasaannya, Gracia mengurungkan niatnya utk menutup pintu itu.

Shani menyanyikan sebuah lagu.

"Gak pegel ya, dari tadi berdiri di situ." Seru Shani setelah meletakkan gitarnya di sampingnya.

Gracia tersentak. "Hm, g-gak kok."

Shani menoleh pada Gracia lalu mengandikkan dagu ke tempat duduk di sampingnya seolah menyuruh Gracia untuk tak lagi berdiri di belakangnya.

"Suara kamu bagus juga." Kata Gracia sesaat setelah ia duduk. Mencoba memulai pembicaraan. Hitung-hitung untuk menebus sema rasa bersalah di hatinya.

Shani tersenyum. Namun tetap diam.

"Kenapa jam segini belum tidur?" Tanya Gracia, berbasa-basi. Ia tak suka bagaimana hening membuatnya tidak merasa nyaman.

Shani menggeleng.

Gracia tiba-tiba kembali merasa cemas untuk hari pertamanya ke sekolah. Ia pun bertanya lagi "Apa gak sebaiknya aku besok pergi naik kendaraan umum aja kali ya?"

Love Her ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang