Gracia membasuh wajahnya lalu dia bertanya pada dirinya sendiri. Vino dan Shani keliatan serasi? Pertanyaan dibenaknya yang berubah menjadi sebuah pernyataan. Iya, Vino dan Shani emang tampak serasi. Yakinnya, saat Gracia melihat dari jauh. Shani yang kini telah dapat mengobrol santai dengan Vino. Lalu Vino yang menatap Shani dengan tatapan dan senyuman itu. Hal yang sama saat ia menceritakan Shani pada perjumpaan pertama ia dan Vino bertemu.
Gracia tahu itu apa, tatapan itu berarti apa, senyuman itu tersirat makna apa. Cinta. Walaupun ada pancaran kesedihan di matanya.
Gracia memang tak pernah mengalami patah hati, Gracia tak pernah tahu bagaimana rasanya. Tapi melihat Vino sekali lagi, sekarang Gracia lebih yakin. Patah hati itu pasti sakit sekali. Kenapa mereka harus mengalami cinta segitiga?
Dan Gracia kembali merasa minder. Dialah orang asing itu. Dialah titik yang memisahkan Shani dan Vino. Dialah tali yang memberi jarak dua sahabat sejak dari kecil itu. Tapi begitupun dia merasa perih, dia juga cinta sama Shani! Apa yang mesti dia lakukan diantara 3 titik cinta ini? Menghilangkan satu titik tanpa ada yang terluka itu mustahil sekali dilakukan!
Apa ia harus mengorbankan dirinya untuk menjadi orang yang terluka itu?
***
"Nih, gue dah ngumpulin banyak buku referensi buat bikin tugas itu." Vino menumpuk banyak buku di depannya. Lalu mulai berjalan duduk disamping Gracia.
"Hm, thanks. Duh gimana ya? Kamu gimana caranya bisa dapet nilai A bikin puisi indah kayak tadi? Cepet lagi selesainya!"
"Ya nggak gimana-gimana sih. Ya gue cuman bikin aja pake perasaan, nggak dipaksa tapi buatnya dari hati. Itu aja sih kuncinya."
Gracia menggigit ujung pulpennya. Dia menatap iri Vino, setelah jam istirahat tadi, Bu Amel masuk kelas dan tiba-tiba nyuruh untuk buat puisi karya sendiri. Guru bahasa Indonesianya itu mengancam jika puisi itu harus buatan karya sendiri, jika tidak maka nilai semester tahun ini akan dikurangi sebesar nilai bagus puisi yang dicopy dari google atau dari buku misalnya kita plagiat. Hebatnya, baru sekitar satu jam pelajaran. Vino dengan percaya diri mengumpulkan puisinya dan langsung mendapat nilai A setelah membacakannya di depan kelas.
Vino yang pintar, Gracia bahkan mengaku ia sempat berkaca saat Vino membacakan puisi yang bertema perasaan sakit itu. Karena itu, Gracia mencoba memberanikan diri untuk meminta bantuan Vino dan baiknya lagi, Vino langsung mengangguk tanpa berpikir panjang.
Untung saja Shani hari ini lagi main basket sama tiga sahabatnya jadi pulang sekolah kayak gini, dia dan Vino bisa duduk manis di perpustakaan sambil berbincang dan mencari inspirasi untuk tugasnya yang belum juga selesai. Dengan izin Shani juga tentunya.
"Kalau gitu, apa yang bikin kamu bisa buat puisi sebagus itu?"
"Apa ya? Gue mungkin cuman memanfaatkan suasana hati gue aja."
"Emang gimana suasana hati kamu pas lagi buat puisi itu?"
"Ya kurang lebih sama kayak apa yang gue tulis di puisi gue. Setiap kata itu bermakna. Dan gue cuman menggambarkan perasaan gue itu lewat kata yang lebih bermakna dengan indah. Kayak semacam pelampiasan gitu."
"Oh gitu ya, gimana sih caranya dapet feel sedih kayak begitu?"
"Paling praktis itu berdasarkan pengalaman pribadi."
"Pengalaman pribadi?"
"Yap. Apa yang lo sedang rasakan. Apa yang lo tulis. Dan apa yang ingin lo luapkan melalui sebuah kata. Kurang lebih hampir sama saat lo nulis diary, mungkin bedanya lewat puisi kata-kata itu bisa jadi lebih indah. Dipercantik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Her ✔
Fanfiction[COMPLETED] Gracia yang naif hanya menginginkan bahagia dalam hidupnya. Bahagia yang ia rasakan sempurna dengan datangnya cinta. Cinta yang ia definisikan sebagai Shani. Cinta yang sulit diraih, bukan karena bertepuk sebelah tangan... Namun karena k...