"Lo lagi.. Lo lagi.. Bosen banget ya gue tiap ngetuk pintu rumah ini yang muncul lo terus.."
Frans memutar bola matanya.
"Dimana Gracia?"
"Pergi."
"Kemana?"
"Gue nggak tahu."
Vino diam. Frans juga diam.
"Gue nggak percaya."
"Itu terserah lo."
"Kalau dia pergi, kenapa lo nggak nganterin dia?"
"Dia nggak mau gue anterin. Dia bilang dia pengen sendiri."
"Dia ... nggak ngomong dia mau kemana?"
"Hm, nggak."
Frans menutup pintu rumah setelahnya..
Vino lagi-lagi menghela nafas.. Harusnya memang nunggu besok ia kesini.. Huft, Gracia sebenarnya kenapa sih? Dia udah tau Shani kecelakaan tapi kok nggak dateng ke rumah sakit buat jenguk? Padahal dia kan udah ditelfon Oma, nggak mungkin Gracia kayak begitu. Mustahil.
Vino menggelengkan kepalanya. Atau mungkin.. ada seseuatu yang salah disini. Oh, kata Oma, Oma nelfon ke telfon rumah dan diangkat tapi nggak ada suara yang ngejawab. Gracia nggak mungkin kayak gitu jadi satu-satunya kemungkinan adalah Frans yang ngangkat itu telfon dan nggak ngasih tau Gracia hal yang sedang terjadi sebenarnya ya kan?
Dok. Dok. Dok. Dok.
Pintu kembali terbuka, "Oh, gue tahu lo penjahatnya disini."
Frans menaikkan alisnya.
"Lo dapet telfon dari Oma kan?"
Frans tersentak.
"Ha! Iya kan? Lo yang ngangkat telfon itu padahal itu telfon buat Gracia, lo tahu semuanya lo juga tahu Oma udah baik dan ngerestuin mereka berdua dan lo nggak ngasih tau Gracia. Lo .. yang jadi penghalang kali ini Frans! Lo!"
"Kalau iya kenapa?"
"KENAPA?? LO TANYA KENAPA?? AH, GUE EMANG DARI AWAL UDAH JIJIK SAMA LO TAU NGGAK. KEPINTERAN LO DAN SEMUA HAL YANG BIKIN LO TUH NGERASA SOMBONG. GUE TANYA LO CINTA NGGAK SIH SAMA GRACIA?"
"Kalau gue nggak cinta dia, gue nggak bakal ngelakuin ini semua-"
"BULLSHIT! LO NGGAK CINTA DIA.. LO TEROBSESI SAMA DIA!"
"Jatuhnya bukan lagi cinta Frans, tapi lo tuh berpikir bahwa mendapatkan Gracia adalah tujuan hidup lo yang harus berhasil lo lakuin. Lo cuman menyembunyikan itu semua dibalik kata cinta... Lo cuman iri sama Shani, lo cuman nggak suka sama hidup yang lo punya.. Lo nggak rela ngeliat Gracia bisa bahagia sekalipun itu sama orang lain .. lo sebut itu cinta?"
Frans merasa kaget. Dulu dia pernah berspekulasi hal yang sama saat melihat Nadse yang dulu begitu gila pada Shani. Apa dia sekarang bertingkah seperti itu juga?
"Fine. Gue pergi dengan tangan hampa lagi kali ini tapi, lo denger baik-baik kalau.. gue nggak akan pernah biarin Gracia terjebak sama obsesi gila lo itu.."
"GUE BENERAN CINTA SAMA DIA... GUE CEMBURU DIA SELALU NGOMONG SOAL SHANI SHANI SHANI TERUS. GUE NUNGGU KAPAN SUATU HARI DIA BAKAL GANTI NAMA SHANI ITU DENGAN NAMA GUE!"
Vino menepuk pundak Frans. "Oh gitu, lo mimpi ketinggian tau nggak? Lo nggak bisa ngerti Frans. Ada barang yang bisa diganti kalau hilang dicari, ada. Tapi barang yang hilang itu terlalu penting untuk dilupakan walau ia telah punya barang yang baru sebagai pengganti.. Ada apa sama lo? Lo berpikir salah, lo berpikir egois. Sekali-kali coba lo pandang wajah Gracia baik-baik dan tanya sama diri lo sendiri.. Apa lo mampu buat dia bahagia? Apa yang bisa buat dia bahagia? Kenapa lo harus merelakan orang yang lo cintai? Suatu saat lo bakalan tau jawabannya. Nggak, cuman Shani. Karena dia nggak bahagia sama lo, sebaliknya ia tertekan dengan keberadaan lo dan dia kangen sama Shani. Itu jawabannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Her ✔
Fanfiction[COMPLETED] Gracia yang naif hanya menginginkan bahagia dalam hidupnya. Bahagia yang ia rasakan sempurna dengan datangnya cinta. Cinta yang ia definisikan sebagai Shani. Cinta yang sulit diraih, bukan karena bertepuk sebelah tangan... Namun karena k...