Gracia menitikan air mata saat melirik pintu kamarnya yang tertutup dari luar. Gracia merasa tak tahu harus bagaimana saat Shani tadi tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya dan membuat jantungnya hampir copot dari tempatnya saat Shani begitu intens perhatian padanya. Membelai rambutnya, menaikkan selimutnya, mencium keningnya... dan itu harusnya romantis jika saja bukan begini keadaan hubungan mereka. Suram.
Lagi-lagi, Shani mengejutkannya dengan perubahan sikapnya yang terlihat lebih baik kali ini. Padahal coba saja jika ingat hari-hari sebelum ini..
7 hari telah berlalu dan itu berarti satu minggu sudah sikap Shani berubah-ubah. Jika dikatakan plin-plan, para ABG lebih sering menyebutnya labil. Gracia tau, itulah cara Shani memberontak pada perasaannya sendiri, hanya saja Shani tak dapat mengontrol sikapnya.
Seminggu ini, hari-hari sebelum pertunangan Shani dengan Vino. Sikap dan sifat Shani berubah kepadanya, setiap harinya. Gracia bukan hanya dibuatnya bingung, tapi juga khawatir. Namun Gracia pun juga tak menampik fakta jika selama seminggu ini, Shani tak pernah absen memenuhi pikirannya. Ingatannya selalu dominan tentang Shani, terlebih karena perubahan sikapnya yang lebih esktrim dibanding yang Gracia lakukan.
Besok, tinggal besok pertunangan itu. Siapkah Gracia juga untuk menghadapinya? Hm, siap tak siap memang ia harus siap. Menyiapkan hati, menebalkan perasaan, membekukan cinta, mengontrol emosi. Karena siap tak siap memang besoklah acara itu dilakukan, disini. Di tempat dimana ia bisa mendengar, merasakan, bahkan melihat secara langsung tiap prosesi yang akan dilakukan.
Sungguh hidup sangat berarti mengajari Gracia bagaimana cara untuk kuat dan tegar.
Gracia terus terjaga semalaman ini, ia tak bisa tidur. Shani kenapa selalu berhasil membuatnya ragu dalam melangkah?
***
Keesokan harinya.
"Aku bahkan lupa kapan terakhir kali kamu ngasih aku bunga kayak gini." Gracia melihat bunga-bunga diatas nakasnya, bunga itu perlahan layu saking sibuknya Gracia sampai lupa mengganti air dalam vas, saking sibuknya dia mikirin Shani.
Dan, hari ini akan jadi hari yang takkan pernah dilupakan oleh Gracia, yakni saat-saat ia harus melihat pertunangan itu di depan matanya sendiri. Ingin ia lari, tapi ia tak kuat lagi tuk berdiri. Ingin ia tegar, tapi tak bisa ia menahan semuanya sendiri. Shani sandarannya, tapi saat tak ada Shani, kemana lagi dia mau bersandar dan menguatkan hatinya?
Tak sadar Gracia melihat air matanya jatuh mengenai gelang yang dipakainya. 'Ini gelang pemberiannya Shani...' Satu-satunya hal yang bisa ikut mengingatkan Gracia saat masa-masa indah dulu. Gelang ini sangat berarti baginya, kenapa? Karena Gracia benar masih cinta kepada Shani. Gracia lalu segera menangkupkan tangannya ke wajahnya lalu membenamkan diri ke bantal yang dipegangnya agar tak ada yang mendengar tangisnya pagi ini.
"Aku kangen kamu Shan, Aku kangen kamu dan aku juga masih cinta sama kamu.."
***
"Gracia seneng Oma bisa pulang siang nanti."
Oma dari seberang sana tertawa bahagia. "Ini semua berkat kamu juga."
Gracia senang Oma terlihat sudah membaik dan bahagia seperti itu. Itu berarti setidaknya kesakitan yang dirasakannya tak sia-sia. "Oma, hm.. Aku .. aku harus pergi setelah ujian semester nanti."
Oma terdiam, "Ah, jadi kamu nggak berhasil untuk membuat Shani cinta sama Vino?"
"Iya."
"Kamu yakin dengan keputusan kamu untuk pergi?"
"Aku yakin. Aku nggak mau jadi penghalang buat mereka nanti setelah pertunangan itu."
"Baiklah, Oma akan mengurus semuanya. Kamu hanya tinggal mempersiapkan diri kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Her ✔
Fiksi Penggemar[COMPLETED] Gracia yang naif hanya menginginkan bahagia dalam hidupnya. Bahagia yang ia rasakan sempurna dengan datangnya cinta. Cinta yang ia definisikan sebagai Shani. Cinta yang sulit diraih, bukan karena bertepuk sebelah tangan... Namun karena k...