Chapter 15

4.9K 390 37
                                        

Gracia yang tengah mencuci piring berjengit kaget saat ada dua tangan melingkar dari belakang tubuhnya. Shani sengaja membenamkan wajahnya ke leher Gracia. Gracia sejenak berhenti melakukan pekerjaannya, terlalu shock atas perbuatan Shani yang sangat tiba-tiba.

Setelah Gracia sadar dari kekagetannya ia pun melanjutkan membasuh piring-piring itu, lalu bertanya pada Shani yang daritadi masih diam diposisi yang sama. Gracia tahu kegelisahan yang dialami pacarnya itu, ia pun juga tak tahu harus bagaimana...

"Shani jangan kayak gini, lepasin aku. Ada si mbok tau dirumah."

"Entah kenapa aku punya firasat buruk tentang kamu."

"Firasat apa? Kamu jangan ngomong yang aneh-aneh."

"Nggak, masalahnya firasat aku selalu bener, kamu nggak bakalan pergi dari aku kan?"

"Vino masih sakit ya?" Hati Shani semakin merasa gelisah saat Gracia malah mengalihkan pembicaraannya. Shani menghela nafas.

"Iya."

"Tadi pagi waktu di sekolah, kenapa kamu kayak lesu gitu padahal aku kan yang kemaren abis nangis seharian. Kebanyakan pikiran ya?"

Shani hanya diam. Diam itu berarti 'ya' bukan?

"Aku angkat telfon rumah dari mama semalem, dia pikir itu kamu. Pertunangan kalian dimajuin kan? Kapan?" Ujar Gracia berusaha untuk terlihat biasa saja.

"Satu minggu lagi."

"Oh."

"Kamu percaya kan sama aku?"

Melihat Gracia hanya diam namun tetap tak berhenti membasuh piring itu, Shani secara mengejutkan mengetatkan pelukannya. Gracia pun seketika merasa sesak saking kencangnya pelukan itu. "Shani.."

"Kamu sulit bernafas?" Shani kemudian melonggarkan pelukannya. "Itu yang terjadi ke aku waktu kamu bilang akan pergi malam lalu. Rasanya jantung aku berhenti berdetak saat kamu bilang kamu mau pergi. Rasanya sesak asal kamu tau itu."

Gracia membasuh kedua tangannya lalu menghentikan pekerjaannya. Matanya mulai berkaca. Ia lalu mengelap tangannya namun ia tetap diam ditempatnya berdiri. "Itu juga yang sedang terjadi saat ini."

Gracia mencengkram pegangan westafel dihadapannya. "Aku sesak, disatu sisi aku nggak mau kamu tunangan sama Vino. Tapi disisi lain, aku tau kamu ngelakuin ini semua demi Oma. Terus aku mesti gimana hm?"

Shani lalu membalikkan tubuh Gracia menghadapnya. "Gre aku pengen kamu ngerti satu hal. Aku akan selalu cinta sama kamu."

"Aku tau tapi tetep aja aku khawatir. Tetep aja aku ngerasa takut sama semua ini."

"Apa yang kamu takutkan?"

"Kamu."

"Aku?"

"Ah udahlah, jangan bahas hal ini lagi. Nyesek tau nggak." Gracia langsung pergi. Shani terdiam menatapnya.

***

Gracia yang sedang sendiri menikmati bacaan novelnya di taman, merasa bingung mendengar bel rumah yang berbunyi. Shani tadi pamit kepadanya untuk pergi setelah ditelfon mamanya. Shani pergi katanya disuruh nganter tante Silvi pulang atas permintaan Omanya. Tante Silvi bukankah ibunya Vino? Itu sama saja Shani sekalian datang ke rumah Vino. Shani yang merasa tidak enak akhirnya mengiyakan. Shani bilang cuman nganter tapi Shani nggak balik-balik entah sejak kapan tadi. Haish.

Untuk menenangkan diri dari berbagai pemikiran negatif yang ada, Gracia memilih melakukan rutinitas sorenya yang biasa ia lakukan bersama Shani yang mendengarkan musik disampingnya. Sekarang ia sendirian, bel pintu rumah berbunyi. Dan mungkin si Mbok ketiduran makanya nggak cepat-cepat bukain pintu. Gracia bangkit berdiri menuju pintu rumah. Saat pintu dibukanya, tiada siapapun disana. "Hhhh, ini siapa sih yang iseng?" Gracia menunduk dan menemukan bunga mawar warna merah. Gracia mengambil bunga itu. Ia pun berteriak sambil celingukan. "Shani! Ini kamu, kan?" Ucapnya dengan girang. "Kamu nggak usah bercanda kayak gini deh."

Love Her ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang