Chapter 32

6.3K 429 39
                                        

Shani terbangun dari tidurnya. Tidur yang baru dirasa Shani begitu nyenyak, sampai-sampai ia lupa kapan terakhir kali ia bisa tidur sepulas ini?

Shani membuka matanya perlahan. Ia bangun, setelahnya ia tersenyum. Erangan terdengar di telinganya, bukan ... itu bukan erangan dari mulutnya sendiri, itu bukan suaranya.

Dia yang terlebih dulu bangun tapi bukan dia yang bergerak dan mengerang halus di tidurnya. Shani menoleh kesamping kirinya. Senyumnya semakin melebar setelah itu. Siapa sangka permintaan Shani dituruti oleh mamanya malam tadi.

"Kamu mau pergi kemana?" Ucap Shani penuh antisipasi semalam ketika Gracia beranjak dari tempat duduk di depan Shani.

"Ya aku ... aku mau tidur di sofa itu. Tenang aja, aku malam ini ikut jagain kamu sama mama. Frans kan pulang, nah Vino udah jagain Oma di ruangannya. Mama sama aku bakalan tidur disitu." Gracia menunjuk satu sofa panjang.

Shani mengerutkan dahinya. Merasa kurang setuju, "Mah.."

"Iya?"

"Gracia tidur disini aja.."

"Iya kan dia emang mau tidur disini sama Mama.."

"Bukan.. maksud Shani nggak gitu, Gracia tidurnya disamping Shani aja.. ya ya ya? Kan daripada kalian tidur disana berdua nggak muat, kasian Gracia ma.. Kasian mama juga gitu kan.. Shani juga belum puas meluk dia.." Shani pinter ngeles ya.

"Shani.." Gracia menggigit bibir bawahnya sambil melirik malu pada Nindy disampingnya.

Nindy diam menatap Shani dengan pandangan yang tidak bisa diartikan. Lama sekali, sampai akhirnya Nindy tersenyum dan mengangguk.

Tak disangka Gracia tersenyum bahagia, Gracia akui jika ia pun masih merasa sangat kangen pada Shani.. Tapi tentu saja Shani lebih bahagia daripadanya.

"Eeeengghhh" Erangan satu kali lagi terdengar dari samping Shani, hal itu membuyarkan ingatannya semalam.

Shani tersenyum. Gracia tidur disampingnya, Gracia ada memeluknya, tidur di lengan kirinya. Satu tempat tidur dengan Shani.. satu bantal dengan Shani. Satu selimut dengan Shani juga. Walaupun memang ini hanya tempat tidur pasien di rumah sakit tapi Shani tak pernah merasa sebahagia ini saat bangun tidur sebelumnya.

Tangan kiri Shani mencoba mengusap kedua alis Gracia yang masih berkerut setelah erangannya itu.. Shani mencoba untuk tak berisik dan membuat Gracia supaya jadi tenang lagi.

Shani senang Gracia bergerak hanya untuk mengeratkan pelukannya yang melingkar di perut Shani.

Hening, sunyi, tenang. Shani melihati wajah damai disampingnya itu dengan seksama. Ia sebenarnya merasa heran, bagaimana Tuhan bisa bekerja memahat indah wajah gadis ini? Sangat tidak adil Tuhan menciptakan mahluk seindah ini, sesempurna ini... Benar-benar lucu, dimata Shani.. Gracia adalah kesempurnaan, padahal ia tau tak ada yang sempurna di dunia ini.

Shani mencium kening Gracia dari samping, hal itu tak menyangka bisa membuat Gracia membuka kedua matanya pelan-pelan. "Kamu nggak pegel ya.. tangan kamu nggak kesemutan buat jadi bantal aku?" Suara khas bangun tidur itu membuat Shani begitu merasa gemas. Shani semakin memepetkan tubuhnya dan memeluk Gracia lebih erat dengan satu tangannya.

Shani menggeleng sekaligus tersenyum kecil.

"Kamu kenapa?" Ucap Shani khawatir begitu melihat mata Gracia berkaca melihatnya.

"Nggak apa-apa." Gracia mengangkat satu tangannya meraba wajah Shani. Alisnya, bibir merahnya, Gracia tak lupa mencubit pipi Shani juga, "Aku kangen kamu.." Ucap Gracia serak menahan tangis.

Love Her ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang