Vino menatap buku kecil di tangan kirinya, tatapannya lalu beralih ke pulpen ditangan kanannya. Tiba-tiba dia bergumam. "Elah, gue melankolis banget pake nulis hal beginian." Ia pun menutup buku itu dengan keras. Lalu membuang pulpen itu ke pojok ruangan kamarnya saking kesalnya pada dirinya sendiri, dan pada keadaan yang hanya bisa membuatnya berdiam duduk di kamar ini sendiri.
"Huh. Hawanya dingin banget deh. Masa' gue sampe menggigil gini, padahal ini kan udah jam 11 siang." Keluhnya. Kepalanya merasa pening saat ia bergerak untuk kembali tidur.
Drrrttt Drrrttt
Hp di atas nakas berdering. Oh ternyata Gracia, Vino tersenyum. Senang rasanya punya sahabat yang perhatian, sudah 3 kali dalam pagi ini Gracia meneleponnya hanya untuk menanyakan keadaannya.
Vino lalu mengangkat ponselnya. "Hola? Pusat pelatihan orang-orang berhati strong disini, ada yang bisa saya bantu?"
"Pea ya lo. Lo overdosis obat gatel-gatel ya? Makanya kepalanya jadi oleng begini."
Kalian tahu yang menjawab itu nggak mungkin Gracia kan?
"Lo tuh dasar bebegi sawah lo! Gracia mana? Kenapa lo nelfon-nelfon pake hpnya dia, lo kuatir ya sama gue.. yaelah nggak usah gengsi kaleee. Kalo mau nelfon kenapa nggak pake hanphone lo sendiri? Masa lo jadi pacar morotin pulsa ceweknya, yaampun."
Shani berdecak. "Gracia suruh gue nanya keadaan lo, bego. Ponsel gue ketinggalan di kelas. Dia lagi ngerjain tugas disamping gue. Kegeeran banget lo jadi orang."
"Hay Vino, gimana? Kamu udah baikan? Masih demam? Udah minum obatnya, kan? Itu, alergi kamu udah sembuh?" Ucap Gracia dari seberang sana. Dari sekolahan maksudnya.
Sssrroott. Vino dengan suara bindeng berkata. "Lumayan baik. Makanya lo pada jenguk gue dong! Jangan bisanya cuman nanya lewat telepon!"
"Iya-iya ini kan masih di sekolah. Ntar ya aku usahain buat jenguk."
"Jangan lupa bawa banyak makanan Gre!"
"Udah dikasih hati malah minta jantung, dasar!" Sewot Shani.
"Biarin." Vino memeletkan lidahnya seolah merasa Shani berada di depannya.
Sssrrroott. "Minum obat sana woy. Srat srot srat srot aja lo jorok banget jadi manusia!" Omel Shani.
"Ah udah lo kagak usah ngomel-ngomel, pala gue makin pening ntar denger suara lo, elah!" Vino memegang kepalanya yang makin nyut nyutan.
Alergi, demam, flu, pusing, batuk pilek satu paket sakit-sakitan semuanya lengkap dirasakan Vino. Mungkin efek insomnia, musim hujan, dan banyak pikiran yang menyebabkan ia merasa sangat tidak berdaya seperti ini. Banyak pikiran karena banyak hal, salah satunya pertunangan itu, lalu ada juga sahabatnya Gracia lengkap dengan pacarnya Shani, dan sebagainya dan sebagainya yang memenuhi pikirannya. Vino memejamkan matanya, lidahnya terasa pahit untuk mencecap makanan, akibatnya ia lebih memilih untuk tidak makan. Boro-boro minum obat, maunya makan tapi apapun yang ingin dimakan malah dilarang sama dokter. Kan ngeselin!
"Lo belum minum obat kan?"
Vino lalu berkata dengan malas. "Boro-boro, makan aja gue mau muntah." Vino melirik bubur yang ada diatas nakas samping tempat tidurnya. Bubur, iya bubur. Yang teksturnya kayak muntahan dan lembut hancur tapi hambar-hambar gitu, bleh. Huwek.
"Lo mau mati hah sampe nggak makan segala, lo lagi sakit nggak usah pilih-pilih makanan gitu deh, bersyukur! Masih baek ada makanan yang halal yang bisa lo makan. Belagu banget lo! Obat juga nggak diminum, lo kalo sakit lagi gue nggak bakalan sudi jenguk lo!" Bentak Shani. Yang mana membuat Vino memutar bola matanya. Peduli sih peduli, perhatian sih perhatian tapi nadanya itu lho! Tapi ngomongnya nggak usah pake nyolot kan bisa! Ngegas mulu jadi orang, tante Nindy ngidam apa sih pas hamil dia?
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Her ✔
Fanfic[COMPLETED] Gracia yang naif hanya menginginkan bahagia dalam hidupnya. Bahagia yang ia rasakan sempurna dengan datangnya cinta. Cinta yang ia definisikan sebagai Shani. Cinta yang sulit diraih, bukan karena bertepuk sebelah tangan... Namun karena k...