"Makasih om" ucap gadis yang mengenakan jeans ketat itu.
Sedangkan pria yang diajak berbicaranya hanya mengangguk ramah. Pria itu meninggalkan gadis muda didepan sebuah rumah dinas berwarna hijau.
Amayya Cika Husein. Nama anggun yang dimiliki seorang gadis tomboy. Ia baru saja memasuki kawasan Batalyon , wajah cantiknya tampak muram. Cika, sapaan gadis itu. Kini ia mengetuk sebuah pintu rumah yang tampak lebih besar dibanding rumah disekitarnya.
"Ahh Cika sayang, mamah kangen" Peluk seorang wanita yang usianya sudah mencapai setengah abad. Wanita itu memeluk Cika dengan erat sebagai ungkapan bahwa ia sangat merindukan sang anak sulungnya yang sudah beberapa tahun ini berpisah dengannya.
"Ah mamah lebay deh" Gadis itu tidak membalas pelukan sang ibu, namun hatinya merasakan kerinduan yang sangat luar biasa, tetapi Cika menutupi semua perasaaannya dengan sikap yang tenang cenderung cuek dan tak peduli.
"Ayo masuk dulu nak, Imel belum pulang kayaknya dia ada les tambahan deh" Ucap Rani yang sedang menyiapkan minum untuk sang anak. Cika tidak menggubris ucapan sang ibu, ia merebahkan tubuh jenjangnya pada sebuah sofa yang berwarna hijau kontras dengan warna dinding rumah itu. Setelah menempuh perjalanan Bandung-Semarang yang ditempuh dengan Bus antar kota, Cika merasa tubuhnya sangat lelah dan mulai memejamkan matanya.
**
Gadis yang mengenakan seragam putih abu itu sedang menunggu seseorang suruhan ayahnya untuk menjemput ia ditempat les. Gadis itu berdiri disebuah tlotoar jalan yang cukup ramai orang berlalu-lalang.
"Mel" Ucap seseorang bertubuh tinggi yang mengenakan kacamata hitamnya pada sebuah motor tinggi. Yamaha Vixion 150 FI berwarna hitam itu sesuai dengan tubuh sang pengendaranya yang gagah. Pria itu memberikan sebuah helm. Motor tinggi itu melaju menuju jalan Setia Budi.
"Bang nanti mampir dulu ya, aku ada oleh-oleh buat abang. Biar abang terobati kangennya sama tanah Pasundan" Ucap Imel yang suaranya samar karena suara angin yang berhembus cukup kencang. Gadis itu memeluk tubuh kekar sang pria.
"Dari Bandung?" Tanya-nya singkat. Pria itu tidak menyukai berbicara ataupun mengobrol ketika sedang berkendara, menurutnya itu dapat memecah konsentrasi saat berkendaran dan dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Karena gadis yang mengajaknya berbicara ini merupakan anak dari atasannya dan mau tidak mau ia harus bersikap sopan.
"Bukan. Teteh balik dari Bandung, bang jangan bilang sama Papah ya kalo aku masih manggung di café-cafe" Imel merupakan gadis pencinta music, suara dan kemampuannya bermusik tidak dapat diragukan lagi. Ia menyalurkan hobbynya dengan menyanyi dicafe-café maupun acara-acara sekolah. Ayahnya tidak mendukung hobby sang anak, entah dengan alasan apa. Ayahnya itu sangat menyayangi Imel, ia selalu mengawasi gadis bungsunya itu dalam berbagai kegiatan. Imel dilarang untuk mengendarai motor, sekalipun gadis itu memaksa ayahnya untuk memberi izin padanya. Pola asuh yang Dani ajarnya padanya termasuk protektif dan otoriter. Kemanapun Imel pergi ia harus diantar jemput dengan orang-orang suruhan ayahnya. Om Togar, pria yang usianya sudah cukup tua itu dahulu sering mengantar jemput Imel. Pria berdarah Batak itu memiliki wajah yang sangar, Imel tak mampu berkutik jika Om Togar sudah berindak. Namun, pria itu sudah pindah dinas ke Pontianak sehingga ayahnya mengganti posisi Om Togar dengan pria berbaju loreng yang usianya tak terpaut jauh dari Imel. Sang ibu, Rani hanya merupakan ibu rumah tangga biasa yang tunduk dan patuh pada suaminya, ia bersikap lembut pada sang anak, Rani mengetahui berbagai hal yang tersembunyi dari anak bungsunya itu termasuk kebiasaan Cika yang mengisi café-café dengan suara merdunya. Rani tak menghalangi anaknya itu menekuni hobby itu, karena Rani sendiri dizaman muda dulu merupakan vokalis dari sebuah band di SMA. Namun, setelah menikah ia meninggalkan dunia musiknya itu. Darah seni pada Rani mengalir ditubuh Imel.
Motor hitam itu berhenti dihalaman sebuah rumah. Rani membuka pintu memastikan siapa yang berhenti didepan rumahnya. Imel dengan tubuh mungilnya berusaha turun dari motor tinggi itu dengan memegangi kedua bahu kekar itu. Tubuh mungil Imel membuat ia merasa sulit seperti mengambil barang yang letaknya tinggi atau menuruni motor yang cukup tinggi. Paras cantik gadis itu meluluhkan siapapun yang melihatnya. Penampilannya yang trendy dengan fashion-fashion ala artis korea menambahkan kesan imut pada dirinya.
"Eh nak Raka, makasih lho udah anterin Imel" Ucap Rani pada Raka yang masih duduk diatas motornya. Raka hanya tersenyum simpul seraya mengangguk.
"Bang bentar dulu" Terik Imel yang sudah memasuki rumahnya, Raka yang sudah menghidupkan motornya kemudian memamatikannya. Ia tidak mengharapkan pemberian apapun dari keluarga kolonel itu, ia hanya menjalankan perintah ayah Imel.
Imel keluar dari rumahnya dengam membawa sebuah paperbag dan anyaman kayu yang biasa digunakan untuk membungkus peyeum bandung yang sudah melegenda itu.
"Nih, oleh-oleh buat abang" ucap Imel dengan menyondorkan paperbag ditangan kanannya.
"Makasih, gausah repot" Ucap Raka yang sungkan pada gadis yang usianya terpaut 4 tahun dibawahnya. Rani yang menyaksikan adegan anak remaja didepannya hanya terheran-heran. Bahkan dirinya sendiri belum membuka buah tangan yang dibawa anak sulungnya itu sedangkan Imel dengan mudah memberikannya pada Raka tanpa meminta izin pada sang empunya. Sedangkan Cika masih berkutat dengan dunia mimpinya.
**
KAMU SEDANG MEMBACA
Dedizione
RandomAku hanya gadis biasa yang terlahir dari keluarga dengan aturan-aturan yang menekan. Memang memberatkan, namun setelah aku menemukannya, kehidupannya lebih kejam dariku. Dengannya, aku memahami bahwa menggenggam lebih baik daripada berjalan sendiria...