Masih berlaku?

12.3K 830 7
                                    

"Kamu kok jadi bersin-bersin gini sih mau seleksi" Ucap Rani yang sedang menyiapkan jahe hangat untuk Cika. Sebelum berangkat bertugas Dani memarahi Cika yang semalam bergadang, tak hanya Cika yang terkena kemarahan Dani melainkan Imel pun juga. Imel mengatakan bahwa semalam Cika menemaninya bergadang untuk menonton drama korea. Penyebab flu yang menimpa Cika bukan hanya bergadang semata, melainkan karena latihan fisik terlalu keras yang diajarkan oleh Raka kemudian gadis itu meminum es disiang hari sesudah latihan. Ia adalah mahasiswi kedokteran yang tidak mementingkan kesehatan dirinya sendiri.

"Teteh ini diminum dulu jahenya" Perintah Rani pada Cika yang sedang berkutat dengan tisu dihidungnya. Cika menerima jahe dari tangan Rani, setelah Rani lengah dengan mudah Cika membuang jahe pada halaman belakang rumahnya. Ia bersyukur karena flu kali ini, sekalipun kepalanya terasa berat dan pusing. Maka dipastikan untuk seleksi kali ini Cika tidak akan lolos dalam tes fisik maupun kebugaran.
Ditemani sang ibu Cika menjalani ter fisik itu, motor N-Max yang Cika kendarai melaju menuju lokasi seleksi. Sudah banyak remaja putra dan putri bertubuh tinggi mengantri mengambil formulir pendaftaran, sedangkan Cika dengan mudah mendapatkan kertas tesebut.

"mbak, mbak Cika Alhamdulillah udah sadar" Cika membuka matanya, pertama kali yang Cika lihat adalah Rendi. Cika masih bingung dengan situasi yang terjadi, Mamanya duduk disamping Cika yang tertidur dengan mengkipas-kipaskan potongan kardus. Aroma kayu putih menyeruak dihidungnya. Tunggu, bukan bantal yang menjadi alas kepalanya melainkan paha seseorang dan sesoorang itu adalah Raka. Cika sangat terkejut, pandangannya melihat sekeliling, rupanya ia sedang ada dipinggir lapangan tes penerimaan taruna.

"saya pingsan?" Tanya Cika kebingungan. Cika mencoba bangkir dari posisi tidurnya yang dibantu oleh Rani.

"Sudah sadar"jawab Raka dengan entengnya

Maksud dari pertanyaan Cika adalah apakah tadi ia pingsan, ah makhluk judes ini apakah tidak memahami bahasa Indonesia dengan baik dan benar.

"Iya mbak, kalo sakit jangan dipaksa-lah kan pingsan gini jadi khawatir" Ucap Rendi yang tumben sekali syaraf otaknya sedang tidak tergangu.

Dalam hati Cika bersorak riang, kali ini ia tidak harus mencari cara agar tidak lolos seleksi taruna-taruni akademi militer. Bukan berarti pingsan tadi hanya akal-akalan Cika. Cika merasa kepalanya sangat pusing ketika ia berlari dalam seleksi tersebut. Karena Cika pingsan maka ia tidak dapat melanjutkan seleksinya seperti push up, sit up, pull up, shuttle run dan renang. Setelah sebelumnya Cika telah melewati tahan seleksi postur tubuh mulai dari tinggi badan sampai tes yang mengharuskan ia membuka semua pakaiannya. Maka dapat dipastikan bahwa Cika tidak akan lolos menuju seleksi pusat di Akademi Militer, Magelang.

"Sabar ya mbak, kan masih ada tahun depan, tapi saya salut lho mbak, mbak ga pake orang dalem buat masuk akmil padahalkan bapak mbak itu punya pangkat tinggi" Cerocos Rendi yang sedang berdiri disamping Cika. Cika tidak menggubris ucapan Rendi. Ia tidak mengetahui bahwa Cika sama sekali tidak menaruh hati pada dunia militer.

"Cemen" Ejek Raka

"Oh tidak, saya hanya bersyukur" ucap Cika dengan entengnya, tidak seperti calon taruni yang tidak lolos dan sedang menagis, bahkan sampai ada yang histeris. Rendi pergi meninggalkan Cika dan Raka berdua karena ia mendapatkan telpon dari keluarganya.

"Beruntungnya tanah pertiwi tidak salah memilih melati pagar bangsa" Ucap Raka sakartis

"Maksudnya?" Tanya Cika tidak mengerti

"Pikir sendiri" Jawab Raka. Cika mulai memahami perkataan yang Raka lontarkan

"Maaf pak, saya memang tidak serius menjalani tes ini, tapi ini tidak mengurangi rasa cinta saya pada NKRI. Pengabdian itu banyak bentuknya dan ini bukan jalan saya, terimakasih" Ucap Cika meninggalkan Raka. Cika memiliki rasa nasionalisme yang tinggi ia tidak menyukai orang-orang yang meragukan kecintaannya pada tanah air. Ia hidup dilingkungan militer rasa cintanya pada tanah air terpupuk sejak kecil. Namun Cika merasa bahwa pemikiran ayahnya sangat sempit yang memandang bahwa pengabdian itu hanya berupa menjadi anggota TNI. Pesan kakeknya yang mengatakan harus melanjutkan pengabdian sang kakek menurut Cika memiliki artian yang luas. Pengabdian memiliki banyak arti.

**

"Papah kecewa"raut wajah Dani menampakan rasa kekecewaan yang mendalam. Rani hanya diam menatap sang suami. Suasana rumah yang biasanya riang dengan teriakan Imel dan bertengkar ala tom and jerry antara Cika dan Imel kini suasana ruang keluarga berubah menjadi sunyi dan mencengkram. Imel hanya mampu membisu, Cika mematung dengan parasaan yang was-was, Jatung Cika rasanya berdetak lebih cepat dari biasanya. Dalam satu sisi ia merasa bahagia karena dapat melanjutkan mimpinya untuk mendapatkan gelar sarjana kedokteran. Namun, dalam sisi lain Cika merasa dirinya sangat mengecewakan kedua orangtuanya dan mematahkan harapan sang kakek untuk melanjutkan pengabdiannya.

"Bagaimanapun caranya pesan terakhir aki harus terwujud, ada dua cara untuk mewujudkannya" Ucap Dani. Cika, tertegun dengab ucapan ayahnya. Ia tidak ingin mempertaruhkan lagi masa depannya tahun depan untuk ikut kembali dalam seleksi taruna, atau mungkin saja sang ayah menginkan Cika tetap menjadi kowad melalui pendidikan tamtama ataupun bintara.

"Pertama, Cika tetap melanjutkan pendidikannya dikedokteran dan lanjut diprajurit karier" Ohhh astaga, Cika memijat pelipisnya. Ia cukup lelah dengan segala peraturan yang dibuat ayahnya.

"Kedua, diantara kalian berdua harus ada yang menikah dengan anggota, secara tidak langsung suami kalian adalah anak papa juga" Cika dan Imel saling menatap, mereka tak habis pikir dengan pemikiran sang ayah

***

"Teh, tuh kan gara-gara teteh aku yang kena, masa hidupku harus habis sama yang ijo-ijo juga" protes Imel yang sedang memetik gitarnya

"kok gue?" Cika tak terima, ia merasa menjadi kambing hitam

"Coba kalo teteh lolos jadi TNI, kan aku bisa ngejar mantanku itu ga mesti sama yang ijo-ijo"

"Kenapa? Gaji kecil? Kegantengan?" Tanya Cika yang masih fokus dengan ponselnya

"Gaji mereka emang ga seberapa teh, aku ga masalahin itu sih tapi yaa gimana ya. Coba teteh bayangin tiap hari makannya sayur yang ijo-ijo terus mau itu ditumis sampe dilalap sekalipun tetep aja sayur ijo kan, dimasak gimanapun tetep aja sayur ijo, lama-lama teteh bosen kan" Imel memberikan perumpamaan dengan sayur ijo

"Itu yang gue rasain" Cika merasa Imel mulai memahami perasaannya selama ini.

"Lho bukannya teteh suka sama dunia militer gitu ya? Foto kecilnya sama senapan, tank sampe seragam papah yang super gede" Tanya Imel

"Gue Cuma sekedar suka aja, ibarat kata, lu suka nyanyi lu suka lagu itu tapi lu cuma sekedar suka tanpa niat untuk terjun kesitu, lu suka lagu itu lu suka hanya sekedar nyanyi dan denger aja tanpa niatan untuk menciptakan lagu seperti itu" Imel terdiam.

Banyak wanita diluar sana yang tergila-gila dengan aparat Negara. Mereka tergila gila dengan tubuh tegap dan seragam gagah yang para abdi Negara kenakan, tanpa mereka memahami dunia sesungguhnya dibalik itu. Para abdi Negara adalah orang-orang hebat yang pengabdikan hidupnya untuk menjaga keutuhan NKRI. Bagi mereka NKRI adalah harga mati. Setiap jengkal tanahnya adalah perjuangan, tiap tetes airnya adalah pengorbanan dan tiap hembusan udaranya adalah nafas. Gaji mereka memang tak seberapa jika dibanding dengan pekerjaan diluar sana. Kapanpun Negara memanggil kata "SIAP" selalu mereka ucapkan. Imel dan Cika sangat bangga terlahir dilingkungan militer hanya saja ia merasa bosan dengan dunia militer yang penuh aturan. Ayah, Kakek, Buyut mereka merupakan bagian dari militer.

**

DedizioneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang