Satgas

8K 515 12
                                    

Apa yang kau lakukan jika harus hidup dihutan-hutan belantara? Menolak, itu tak mungkin Raka lakukan. Bagi seorang prajurit mendapatkan tugas menjaga perbatasan negara merupakan suatu kehormatan karena tak sembarang orang mendapatkannya. Raka bersama prajurit lain harus beradaptasi dalam lingkungan yang tanpa tersentuh listrik. Hidup dengan makanan yang jauh dari kata layak,terkadang mereka harus memakan makanan ransum yang mampu membuat mual juga dengan sinyal yang terkadang hilang tenggelam. 73 tahun sudah Indonesia merdeka, namun bagi mereka yang tinggal diperbatasan tak dapat merasakan arti dari kata merdeka yang seutuhnya. Mereka menggantungkan hidupnya pada alam, dengan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang minim.

"Suh, bagi sabun dong punya ane abis" teriak Rendi yang sudah menenteng handuknya.

"Emang ada air?" Tanya Raka. Untuk mendapaykan air mereka harus berjalan puluhan kilometer. Bayangkan dengan tinggal dikota-kota lainnya mereka makan hanya tinggal makan, mandi tak perlu mengambil air puluhan kilometer. Tinggal diperbatasan seperti ini menjadikan Raka dan prajurit lainnya menghargai makna hidup yang sesungguhnya. Di ujung negri, rasa nasionalisme pada diri Raka semakin tumbuh, melihat anak-anak yang bersemangat untuk belajar walau hanya cahaya rembulan yang menerangi malam mereka, juga lentera-lentera yang digantung pada bilik rumah. Bersekolah disebuah gedung yang yang lebih layak disebut gubuk, bilik-bilik bambu yang sudah bolong juga kursi-kursi yang sudah reyot.

"Air ga ada, sabun abis, kutu air, kulit dekil hidup kok gini amat yaa, yang bilang jadi tentara enak tuh pikir lagi deh, gara-gara ini diputusin pacar, duhh kacian" keluh Rendi. Apa yang Rendi ucapkan memang benar adanya. Kulitnya yang terawat kini sudah hitam gersang dengan beberapa kutu air diarea kakinya.Tak hanya kutu air yang mengancam mereka, penyakit malaria-pun membayangi kehidupan mereka dipulau bagian timur Indonesia.

"Iya, beli sesuatu susah, nyari sinyal susah. Lho gimana aku hubungi Ayu" timpal Dimas. Dimas
yang Raka kenal adalah sosok yang tak pernah mengeluh dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi, kapanpun negara memanggil ia akan selalu siap. Ketika mendengar mereka mendapatkan satgas diperbatasan, Dimaslah orang yang paling antusias.

"Ngeluh mulu, wes besok bisa belanja kita kepasar sinak" Raka menengahi, stok kebutuhan pribadinya sudah habis, Raka mengajak kedua sahabatnya itu untuk berbelanja. Ia terduduk disebuah batu besar dan memandang merah putih yang berkibar pada tiangnya. Sekempok anak kecil sedang bernyanyi riang, lagu nasional Tanah Airku terasa menggema ditelinga Raka. Betapa indahnya Indonesia ini, pengalaman selama 6 bulan satgas diperbatasan akan menjadi kenangan tak terlupakan bagi Raka. Rasa rindu pada keluarga menjadi santapan sehari-hari bagi para prajurit.

"Widiw belanja kita" antusias Rendi

"Besok pulang" ucap Dimas.
Raka dan Rendi menatap Dimas, mereka memastikan tak salah mendengar. Tugas mereka menjaga perbatasan tersisa dua bulan lagi, sedangkan Dimas mengatakan besok pulang.

"Eh kenapa?" Tanya Dimas karena pandangan bertanya-tanya dari kedua sahabatnya itu.

"Lho gue kan anak olkay, bisa aja minta pindah dinas" Jelas Dimas terkekeh . Pria itu terkadang menggunakan kekuasaan ayahnya untuk mendapatkan sesuatu, kali ini ucapnya tak mampu dibedakan antara serius atau hanya gurauan saja, kendati dirinya terkekeh tetapi raut wajahnya nampak serius .

"Ente pulang ane juga pengen pulang mas" Rendi sudah mendekati Dimas, ia mulai mengelus-elus tangan Dimas, sikap gilanya kembali muncul.

"Wes enak aja, belum saatnya kowe" Dimas menjitak kepala Rendi.

"Babang Dimas jahad, babang ga sayang lagi sama dede, tuh liat dede jadi kutuan dede mau ikut babang aja pulang ke Jawa" syaraf otak Rendi kembali tak berfungsi seperti mestinya.

DedizioneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang