Cika sudah rapi dengan gamis panjangnya. Ia menggunakan gamis pilihan Wine. Gamis polos berwarna cream itu cocok ditubuh jenjang Cika. Cika mematut dirinya didepan cermin, ia mengenakan kerudung segi empat simple.
"Neng, hayu atuh" ajak Nek Asri diambang pintu kamar Cika. Nek Asri sudah siap dengan daster panjang sederhana. Ditentengnya plastik berisi bunga-bunga untuk ditabur diatas pusara sang suami.
"Bentar Ni, Cika belum hubungi Mas Raka" Cika meraih Handphone-nya yang sedang dicharger.
From : Cika Husein
To : Raka Rayyan
Mas, sudah ditunggu dirumahCika merasa aneh dengan penampilannya. Ia adalah gadis yang tak menyukai pakaian-pakaian feminim. Kali ini ia meminta Wine memilihkan baju untuknya. Ia hanya akan pergi kepemakaman bukan sebuah pesta yang mengharuskan berpenampilan cantik. Apakah ini pangaruh dari kehadiran Raka?. Dengan cepat Cika menyanggah pemikirannya sendiri. Ia hanya ingin keluar dari zona nyaman dengan jeans dan kaos biasa, alasannya.
Cika keluar dari kamarnya dan menunggu Raka dengan menonton televisi terlebih dahulu. Nek Asri sedang bercengkrama dengan Wine. Wine bercerita dengan suara yang nyaring mengenai gebetan barunya dikampus.
11.03 A.M
Cika memutuskan untuk menelpon Raka karena kekasihnya itu tak kunjung membalas pesan singkat yang Cika kirimkan. Satu jam sudah ia menunggu, rasa sabarnya sudah sampai dipuncak kepala. Beruntung nek Asri juga sabar menunggu kehadiran Raka.Nada sambung terdengar jelas dari ponsel Cika. Gadis itu sudah kesal dengan Raka. "Cih katanya tentara itu lima menit menentukan, ini sudah satu jam"
"Apa?" Tanya disebrang telepon to the point
"Sudah ditunggu Nini, kita mau ziarah kemakam aki" Ucap Cika, ia menahan rasa kesalnya agar tak meluap-luap pada Raka.
"Saya sibuk" Dua kata itu mengakhiri telepon mereka. Ia melempar handphonenya pada kasuh dan membanting tubuhnya pada kasur empuk itu. Ia sudah sangat kesal pada Raka.
"Neng, Raka udah dimana?" Tanya Nek Asri memasuki kamar Cika.
"PHP, ihh ngeselin banget sih tuh orang" Cika mengutuk Raka, ia meremas-remas guling dihadapannya.
"Eyyy kunaon?" Tanya Nek Asri penuh keheranan.
"Mas Raka sibuk" Ucapnya seraya menutup kepala dengan bantal.
"Eyy Neng Cika kesel nih si Aa-nya gabisa nganter, udah dandan cantik-cantik eh gajadi" Goda nek Asri. Cika semakin menutup mukanya dengan bantal. Ia tak suka nek Asri menggodanya, hal itu membuat pipinya merona.
"Tentara emang gitu Neng, hidupnya, waktunya, jiwa raganya milik negara. Negara menjadi prioritas utamanya. Dulu Aki juga gitu, waktu papahmu lahir aja aki ga nemenin nini, nih makanya nini sama papah kamu jadi kuat gini" Cika membuka bantal yang menutupi kepalanya, ia mulai tertarik dengan cerita neneknya.
"Udah, hayu ah kemakam aki makin siang makin panas ini" Nek Asri menarik tangan Cika dan menyuruh gadis itu untuk kembali mengenakan kerudungnya.
****
Ayu asik bercerita masa lalunya bersama Raka, Rendi dan Dimas. Mulai dari cerita indahnya mereka melewati waktu pesiar bersama, makrab, pesta korps, kirab kota Magelang sampai kisah haru Dimas. Ponsel disaku celana Raka bergetar, ia merogoh sakunya dan membuka pesan singkat dari Cika, Raka hanya sekedar membuka tanpa membalas. Pria itu kembali memasukan handphonenya pada saku celana dan melanjutkan cerita bersama Ayu.
Tak lama setelah itu handphonenya kembali bergetar, sebuah panggilan masuk dari Cika. Raka membiarkannya, ia menghargai Ayu yang masih bercerita kisah-kisah Dimas.
"Mas angkat saja telponnya" Raka menjawab panggilan itu tanpa menjauh dari Ayu.
"Apa?" Tanyanya tanpa mengucapkan salam.
"....."
"Saya sibuk" Ia menekan layar merah untuk mematikan telepon. Ayu menatap Raka dengan tatapan lembut
"Siapa Mas?" Tanyanya
"Ah gapenting"
"Oh Ayu kira dari atasan Mas, mas bilang sibuk ih sibuk apanya coba" Ayu menyenggol lengan Raka. Pria itu hanya tersenyum manis, hanya bersama Ayu seorang Raka yang kaku mampu tersenyum cerah
"Mas sibuk temani kamu" Ucapan Raka membuat pipi Ayu merona. Gadis itu tersenyum malu
"Pipimu merah" Lanjut Raka yang membuat Ayu semakin malu. Raka nampak gemas dengan gadis Jawa ini. Wajahnya yang putuh nampak sekali merah ketika ia sedang marah ataupun malu. Ayu menutupi pipinya yang merona menggunakan kedua telapak tangannya.
"Mas, kerumah bang Dimas yuk, Ayu rindu" Gadis itu kembali mengucapkan kata rindu, air muka Raka kembali berubah.
***
Cika dan Nek Asri berlajan diantara jejeran nisan putih yang tersusun rapi. Ia mengikuti langkah sang nenek untuk menemukan nisan yang bertuliskan nama kakeknya diatara puluhan nisan pahlawan lainnya. Tak sembarang orang dapat dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra ini, hanya mereka-mereka yang berjasa pada Negara-lah yang mampu dimakamkan ditempat ini. Kakek Cika gugur dalam sebuah operasi penangkapan teroris, jenazahnya dikebumikan di taman makam pahlawan ini sebagai tanda penghormatan terakhir. Tak hanya itu sang kakekpun mendapatkan gelar anumerta dan kenaikan pangkat terakhirnya.
Cika dan Nek Asri berhenti disebuah makam yang sangat dihafalnya. Jika Italia memiliki kisah cinta romantis Romeo dan Juliet, Indonesia terkenal dengan kisah cinta romanatis Habibie dan Ainun maka Bandung memiliki kisah cinta romantis Nek Asri dan kakek Dirman. Kisah mereka memang tak terkenal seperti Romeo dan Juliet maupun Habibie dan Ainun, tetapi cinta mereka abadi sekalipun maut memisahkan. Setiap hari jumat nek Asri selalu menyempatkan dirinya untuk berkunjung pada makam suaminya, sampai-sampai petugas makam sudah kenal dekat dengan nek Asri.
Cika memanjatkan doa untuk kakeknya dan pahlawan-pahlawan lain dimakam ini. Nek Asri bercerita kesehariannya pada nisan putih itu seusai memanjatkan doa, Cika hanya menemani sang nenek tanpa bersuara. Ia melihat lurus kearah dua orang yang medang menangis didepan sebuah makam. Cika hanya melihat punggung keduanya. Manusia itu meninggal hanya meninggalkan raga saja, jika ia baik hati dan berjasa besar maka tak nama dan jasanya akan abadi tak tergerus zaman.
Seorang wanita yang sedang menangis dengan kepala yang tersandar pada dada bidang seorang pria. Cika mendengar jelas suara tangisan itu, sang pria merangkul bahu wanita itu dan mengelus lengannya.
Tunggu!
Cika hafal dengan punggung kekar itu, punggung itu milik Raka 'kekasihnya'. Cika tak mau berfikir negatif, ia mengusir prasangka-prasangka buruknya pada Raka. Cika meyakinkan dirinya bahwa Raka sedang sibuk mempersiapkan diri untuk pelatihannya senin mendatang, ia sibuk dengan dunia militernya. Cika mempertajam pandangannya ketika kedua orang itu berdiri untuk menaburkan bunga diatas pusara itu.
Deg!
Pria yang sedang menggandeng gadis itu benar-benar Raka 'kekasihnya'. Kedua orang itu berjalan menjauhi area pemakaman. Cika tak mampu menahan air matanya, ia merasa sangat kecewa. Cika merasakan bagian terdalam hatinya yang tak pernah tersentuh oleh siapapun itu terluka.
"Lho neng kenapa nangis?" Tanya Nek Asri yang sudah menabukan bunga mawar yang bawanya itu.
"Sedih, keinget aki" Bohongnya. Gadis itu sama sekali tak mendengar apa yang diceritakan neneknyapada sang kakek, pikirannya hanya tertuju pada Raka. Nek Asri mengajak Cika untuk kembali kerumahnya karena matahari semakin terik. Cika dan Nek Asri berjalan menajuhi makam sang Kakek, ia terhenti didepan sebuah makam yang tadi dikunjungi oleh Raka
"Bentar ni, tali sepatu Cika lepas" Cika mengikat tali sepatunya tetapi pandangannya menuju sebuah nisan itu dan membaca sebuah nama diatas nisan tersebut.
****
Neng, hayu atuh = neng ayok
Eyyy kunaon = ehhh kenapa
KAMU SEDANG MEMBACA
Dedizione
RandomAku hanya gadis biasa yang terlahir dari keluarga dengan aturan-aturan yang menekan. Memang memberatkan, namun setelah aku menemukannya, kehidupannya lebih kejam dariku. Dengannya, aku memahami bahwa menggenggam lebih baik daripada berjalan sendiria...