Lodge Maribaya (2)

11.1K 698 0
                                    

Cika menginjakan kakinya untuk pertama kali disebuah wisata yang sedang booming dikalangan netizen. Gadis asli Bandung terlalu sibuk dengan urusan kuliah dan seleksi taruna sialan itu, sampai ia tak ada waktu untuk sekedar berlibur. Cika merentangkan tangannya dan menghirup udara segar hutan-hutan pinus.

Ia berlari seperti anak kecil menuju tiket pembayaran. Tak menunggu lama karena hari ini merupakan hari kerja sehingga Cika tak perlu mengantri panjang. Gadis itu memesankan emapat tiket, satu tiket untuk dirinya, dua tiket untuk sahabatnya dan satu tiket lagi untuk Raka tentunya. Petugas memberikan keempat tiket dengan uang Rp 20.000 sebagai kembalian. Harga tiket hari senin-jumat memang lebih murah dibanding weekend ataupun libur nasional dan ia tak perlu mengantri panjang untuk membeli tiket.

Gadis itu antusias menapaki sebuah anak tangga, Raka berjalan dibelakangnya seolah menjadi bodyguard ketiga gadis itu. Ia masih mengenakan segaram loreng kebesarannya. Tika dan Pipit mulai mengeluh karena kakinya yang lecet. Kedua gadis itu mengenakan sepatu hak yang cukup tinggi. Sedangan Cika tetap setia dengan fashion andalannya yaitu jeans,kaos dan sneakers. Gadis itu masih antusias dan sesekali ia membidik spot-spot yang dianggapnya keren.

Mereka berhenti disebuah wahana Hot Air Baloon. Sebuah spot foto balon udara seolah balon tersebut benar-benar terbang diketinggian. Namun sebenarnya itu hanyalah balon biasa yang tak dapat terbang seperti balon-balon udara yang terdapat di Turki. Tika dan Pipit antusias mengantri untuk dapat berfoto diatas balon udara itu. Kendati kaki mereka sudah sakit menaiki puluhan anak tangga.

Cika memilih untuk menunggu sahabatnya saja. Ia sama sekali tak berniat untuk berfoto. Lodge Maribaya merupakan tempat-tempat untuk berfoto ria ala-ala selebgram tetapi Cika memang tak tertarik untuk membidik dirinya mengabadikan sebuah momen. Raka hanya menemani Cika, ia merasa agak risih karena beberapa wanita melihatnya dengan tatapan kagum. Cika menyadari bahwa Raka diamati oleh sekelompok wanita yang diperkirakan usianya tak jauh beda dari dirinya. Gadis itu merasa risih dengan tatapan wanita lain pada 'kekasihnya'

"Besok,jangan pake baju ini lagi" ucapnya.

"Lah saya yang pake situ yang repot" Raka melirik baju yang ia gunakan, ia merasa tak ada yang salah dari seragam PDL yang ia kenakan. Hanya gadis-gadis itu saja yang tak bisa menahan pandangannya.

"Kan saya risih"

"Saya yang diliatin kok kamu yang risih" Raka tak memalingkan wajahnya pada sang lawan bicara. Matanya tertuju pada Tika dan Pipit yang sekarang sedang berfoto diwahana Hot Air Baloon.

"Ihh sumpah ngeselin bgt" Cika menggigit bibir atasnya menahan rasa kesal. Ia berjalan meninggalkan Raka yang masih berdiri menghadap hutan-hutan pinus.

"Bilang saja kau cemburu" Raka berlari menyusul Cika. Kini Raka berjalan berdampingan dengan Cika.
Pria itu menarik tangan Cika, Cika berusaha menepisnya. Gadis itu tak mau menurut begitu saja, Cika merasa tak suka dengan pandangan-pandangan para gadis itu. Mereka berbisik pada teman-temannya "ganteng banget anjir" tapi masih terdengar ditelinga Cika.

"Lho, kok kesini?" Cika protes ketika dirinya dibawa pada antrian wahana ayunan sky swing. Cika tak minat untuk menaiki wahana itu, bukan dalam artian bahwa Cika takut ketinggian.

"Udah ikut aja" Raka dan Cika kini sudah menaiki sebuah ayunan yang berdampingan.

Cika menikmati hutan-hutan pinus diketinggian. Gadis itu tertawa girang, sesekali ia berteriak melepas bebannya. Raka hanya melirik gadis disampingnya dengan wajah tanpa ekspresi.  Seorang photografer memberikan aba-aba untuk berpose diatas ayunan itu. Cika mengetahui jika diam-diam seseorang memotret dirinya bersama Raka. Cika tak peduli, ia masih berteriak melepas bebannya. Sedangkan Raka dengan wajah datar andalannya.

Raka tak masalah merogoh koceknya untuk mengabadikan momen bersama Cika diayunan itu. Ia mengambil tiga buah gambar dan membayar Rp. 30.000 seusai turun dari ayunan itu. Cika sudah cukup merasa puas, kini tenggorokannya terasa sangat kering.

Raka menyembunyikan foto yang ia dapat dari Cika. Gadis itu tengah berdiri dengan memegangi tenggorokannya

"Mau naik yang lain?" Tawar Raka

"Ga, mau minum" Cika menolak dengan tegas. Pria itu kembali menarik tangannya.

"Gausah tarik-tarik bisa ga sih" Cika menepis tangan Raka

"Katanya mau minum" Pria itu menunjuk sebuah kedai bertuliskan The Pines Cafe. Salah satu cafe yang terdapat di Lodge Maribaya. Cika dan Raka duduk disebuah kursi yang menghadap langsung kearah pegunungan.

Cika memesan jus jeruk untuk menghilangkan dahaganya. Sedangkan Raka memesan air mineral dingin. Raka sedang membentuk ototnya untuk mempersiapkan pelatihannya tiga hari mendatang. Ia menghindari makanan manis dan berminyak.

Cika dan Raka berkutat dengan pikirannya masing-masing, mereka duduk berhadapan tetapi tanpa ada pembicaraan sedikitpun.

Raka, memikirkan sahabat karibnya Rendi yang sudah beberapa hari tak memberinya kabar. Satgas di Aceh memang bukan merupakan daerah rawan konflik, tetapi tetap saja Raka khawatir pada pemuda yang sudah lima tahun bersamanya itu. Pemuda itu biasanya tak bisa jauh dari Raka. Untuk pertama kalinya Rendi terpisah dengan Raka.

Aneh? Iya itulah yang Cika rasakan. Ia merasa bahagia dekat dengan pria dihadapannya ini. Namun sangat menjengkelkan dengan sikapnya. Cika masih ragu untuk menghabiskan seumur hidupnya dengan Raka. Ia tak mau seperti Cika yang dahulu. Hidup berpindah-pindah tempat, dengan aturan-aturan yang menekan. Apalagi menjadi seorang persit. Cika teringat dengan Bu Endang, tetangga rumahnya dulu. Bu Endang merupakan istri dari Pak Endang, saat itu ia mengandung anak pertamanya. Pak Endang saat itu bertugas di Pontianak, karena bu Endang sedang hamil besar dan tak memungkinkan untuk ikut bersama suaminya. Bu Endang masih tinggal di Malang, sebelum tinggal di Semarang, Cika dan keluarganya tinggal di Malang. Cika mendapati suara rintihan disamping kamarnya, namun ia tak menggubris suara itu. Pagi harinya para tetangga dihebohkan dengan bu Endang yang sudah terbujur kaku dengan darah yang berceceran dilantai. Saat itu Cika berusia 12 tahun merasa sangat bersalah karena ia mendengar rintihan itu tetapi tetep memilih untuk tidur dibanding memberitahu ibunya. Cika rasa tentara hanya melindungi negara sedangkan orang terdekatnya tak terlindungi.

"Mas, boleh minta foto?" Tanya seorang ibu muda yang menggendong anak kecil. Lamunan keduanya-pun buyar.

"Anak saya suka sama tentara soalnya mas" lanjut sang ibu, ibu itu mengeluarkan ponsel dari tas slempangnya.

"Ohh boleh bu" ucap Raka dengan wajah datarnya.

Bagaimana mungkin bayi berusia 1,5 tahun itu sudah menyukai tentara. Berbicara dengan jelas-pun belum bisa.

"Mbaknya tolong pegangin anak saya dong, fotoin dong mbak" ibu muda tersebut mengerahkan anaknya pada Cika dan menyuru Cika untuk memotretnya bersama Raka.

"Sayanya jangan keliatan gendut ya mbak" perintah si ibu

"Cih kalo gendut ya gendut aja ngapain nyalahin saya"

Cika memotret beberapa foto si ibu dengan Raka. Cika bertanya-tanya bukankah tadi ibu itu mengatakan bahwa anaknya yang menyukai tentara lantas mengapa dirinya yang berfoto dengan Raka. Si ibu melihat-lihat hasil bidikan Cika. Anak kecil digendongan Cika itu masih anteng dengan mainan kenyal yang digigitnya. Cika sudah menampakan wajah kesal pada si ibu itu. Namun ia enggan untuk protes, karena ia tahu ibu-ibu jenis ini akan memberpanjang masalah dan ia tak mau berurusan dengan orang semacam ini. Cika merasakan bagian perutnya hangat basah. Ia meraba celana anak laki-laki digendongannya itu.

"Astaga, kok ngompol" Cika mengangkat anak kecil itu, si anak hanya tertawa cekikikan seolah Cika menggodanya.

"Ehh maaf mbak saya lupa pakein diapers"

Raka sudah tertawa sangat lepas, ia memagangi perutnya karena terasa sakit sangking kerasnya ia tertawa. Wajah Cika sudah berubah merah padam, si ibu itu tanpa pamit meninggalkan Cika dan Raka.

"Puas ya kau ketawa" Dalam hati ia memgutuk ibu-ibu itu, dan lelaki dihadapannya tanpa membantu apapun hanya tertawa seolah Cika melalukan sebuah lelucon yang sangat lucu.

"Ih dasar ya emak-emak jaman now" Ucap Cika yang sedang membersihkan bajunya dengan tissue basah dari tasnya.

**
Persit = Persatuan Istri Prajurit. Nama persitnya Kartika Chandra Kirana,yang seragamnya ijo pupus itu lho. Lucu-lucu deh seragamnya hehe, apalagi bhayangkari yg pink-pink gitu

DedizioneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang