Jelas

9.9K 609 16
                                    

Malam ini tampak mendung, cahaya bintang tertutup oleh gelapnya awan. Ayu sudah selesai dengan ritual malamnya. Sebuah masker timun sudah dilepasnya dari wajah. Masker alami yang ia gunakan mampu menunjang penampilannya yang setiap harinya disibukan oleh tumpukan data-data keuangan nasabah. Pekerjaannya itu menuntut ia untuk selalu tampil segar dan ramah. Tanpa tuntutan pekerjaan itupun pada dasarnya Ayu memang gadis yang ramah. Pembawaannya yang lembut membuat semua orang yang dekat dengannya menyukai kepribadian Ayu. Ayu berjalan menuju saklar yang terletak disamping pintu ia mematikan lampu dan kembali kekasurnya. Selama tinggal di Bandung, gadis itu menyewa sebuah kost kecil yang terdiri dari dua ruangan yang tembus langsung dengan dapur dan toilet tanpa sekat. Gadis itu harus meninggalkan tanah kelahirannya karena pihak bank merasa kinerja Ayu sangat baik maka gadis itu dipindahkan kekantor pusat di Bandung.

Baru beberapa jam gadis itu memejamkan mata, suara bising dari ponselnya menggangu tidur nyenyak Ayu. Gadis itu maraba meja yang berada disamping tempat tidurnya untuk mencari ponselnya. Dengan mata yang setengah tertutup ia melirik jam dinding. Siapa gerangan yang menelponnya pada pukul satu dini hari, jika orang iseng tak ada kerjaan sekali mengganggu orang tertidur nyenyak. Ayu melihat panggilan masuk dilayar ponselnya, sebuah nomor yang sangat dihafalnya.

"Assalamualaikum, ada apa mas?" Salam Ayu, gadis itu mencoba agar matanya tetap terjaga. Pria yang menghubunginya itu merupakan sosok yang ditunggu-tunggunya setelah sebulan lalu menghilang untuk pelatihan. Ayu merasa sangat senang karena dapat mendengar suara yang sudah sangat dirindukannya.

"Waalaikumsalam, akhirnya kau anggkat juga dek" Ucap Raka setengah berbisik.

"Hmm iyo Mas" Ucap Ayu yang akhiri dengan menguap. Entahlah kali ini title lembut pada dirinya mungkin saja meghilang karena ia menguap dengan sebarangan.

"Mas bukannya lagi pelatihan ya, kok sempat-sempatnya hubungi Ayu" Tanya Ayu yang ia ketahui bahwa Raka tidak diizinkan memegang ponsel selama pelatihan, gerak geriknya selalu diawasi. Ayu merasa Raka merindukannya hingga diam-diam menelponnya ditengah malam.

"Ini mas diam-diam, makanya tengah malam gini ganggu tidur Ayu" Ucap Raka yang masih berbisik. Gerak geriknya mengawasi sekitar, khawatir tingkahnya ini ketahuan oleh salah satu pelatih.

"Ada perlu apa ya mas?" Ayu kembali bertanya. Gadis itu berjalan kearah dapur yang letaknya benar-benar dibelakang kasurnya, ia membuat kopi agar matanya masih mampu membuka untuk mendengarkan ucapan Raka.

"Mas mau ngomog sesuatu yang penting. Tapi sebelumnya maaf jika ini menyakiti Ayu dan maaf mas hanya bisa menyampaikan ini melalui telepon" Ayu masih mendengarkan ucapan Raka kendati matanya sudah semakin berat. Gadis itu membawa kopi yang masih mengepul itu, ia duduk disebuah karpet dibawah kasurnya.

"Iya mas"

"Mas tak ingin menyakiti salah satu diantara kalian, tapi mas rasa ini jawaban terbaik dari Allah untuk mas" Ucap Raka

"Jujur, mas menyukai Ayu dari zaman taruna dulu tapi Ayu tahu sendiri bahwa sahabat mas menyukai Ayu pula. Mas tak mau karena masalah cinta, persahabatan mas dan Dimas terganggu. Jujur sampai saat ini mas masih menyayangi Ayu, mas selalu ingat pesan terakhir Dimas untuk menjaga Ayu"

"Lalu apa yang menjadi masalah mas? Bukankah sudah tidak ada Bang Dimas yang menjadi penghalang kita, toh bang Dimas mengingikan Mas menjaga Ayu, bang Dimas ingin kita bersatu. Saat bang Dimas melamar Ayu, Ayu tak menjawabnya, Ayu memberi jalan untuk mas. Jika Ayu menjawab lamaran bang Dimas maka tak ada jalan lagi bagi mas. Apakah kode Ayu masih kurang jelas sehingga mas masih belum paham?" Ayu yang biasannya malu-malu, kali ini dengan terang-terangan mengakui perasaannya pada Raka. Ia mengingatkan alasannya untuk menunda-nunda jawaban atas lamaran Dimas beberapa tahun yang lalu.

"Dek, menjaga itu tidak berarti menikahi. Mas sadar rasa cinta mas ini sudah berubah menjadi rasa sayang selayaknya adik, selayaknya sahabat yang ingin mewujudkan pesan terakhir sahabatnya"

"Maksud Mas?" Ayu kembali bertanya, rasa kantuknya seolah menghilang berganti menjadi rasa penuh pertanyaan.

"Tanpa mengurangi rasa hormat mas pada adek, Mas sudah melamar seorang gadis, gadis itulah yang menjadi jawaban atas istikhoroh mas selama beberapa malam lalu. Sebelum gadis itu benar-benar pergi mas ingin meraihnya kembali" Tak terasa air mata kepiluan jatuh dari mata Ayu, gadis itu tak mampu berkata apapun. Rasa sakit yang ia rasakan melebihi sakitnya mendengar kabar duka dari Dimas. Gadis itu merasa penantiaannya selama ini sia-sia. Suara tangisnya itu terdengar pada telinga Raka. Raka merasa dirinya laki-laki pengecut yang sudah menyakiti kedua wanita. Pria itu harus mengatakan yang sejujurnya pada Ayu, Ayu harus menerima keputusannya ini.

"Dek, mas minta maaf, mas ini memang egois tapi inilah keputusan mas" Raka tak tega mendengar tangis yang keluar dari mulut Ayu.

"Ayu mengerti mas, hati memang tak bisa dipaksakan, Ayu harap kita masih tetap berteman baik. Siapa calon mas? Ah pasti cantik sekali" Tanya Ayu, ia mencoba tertawa diatas keperihan hatinya

"Dia Amayya Cika Husein, anak kolonel Dani, atasan mas, mahasiswi kedokteran di Unpad" Jelas raka mendeskripsikan sosok Cika.

"Beruntungnya dia. Mas Ayu tutup telponnya Ayu sudah ngantuk. Assalamualaikum mas Selamat beristirahat" Tutup Ayu tanpa sempat Raka membalas salamnya. Ia berbohong, gadis itu tak tertidur. Setelah menutup panggilan itu Ayu menangis dan terjaga sampai pagi hari, hal itu membuat dirinya masuk angin dan izin tak masuk kerja karena kondisinya yang tak memungkinkan. Raka merasa salah satu bebannya ruluh bersama suara Ayu. Ia merasa lega karena sudah menjelaskan semuanya pada Ayu.

**

"Begitulah mbak, maaf Ayu baru bisa ceritakan sekarang" Ucap Ayu menceritakan semuanya dengan linangan air mata. Cika memberikan selembar tissue pada Ayu yang diterimanya untuk menghapuskan airmata.

"Maaf mbak jika Ayu ini egois sudah menginginkan hati Mas Raka yang jelas-jelas sudah milik Mbak" Cika mengucap punggung Ayu, gadis kaku itu tertegun dengan penjelasan Ayu. Ia merasa simpati karena kisah cinta Ayu ternyata lebih kejam darinya. Takdir selalu tak memihak padanya, tetapi Cika yakin Ayu akan mendapatkan pasangan yang lebih baik dari Raka.

"Saya mengerti Mbak Ayu, mohon maaf jika pertemuan kita diawali dengan sikap judes saya"

"Tidak usah panggil mbak, Ayu sudah anggap Mbak Cika seperti kakak kendati umur Ayu lebih tua. Ayu sudah anggap Mas Raka seperti kakak kandung Ayu sendiri, Mbak Cika akan menjadi kakak Ayu pula, ahh gimana yaa Ayu bilangnya" Tanpa permisi Cika memeluk Ayu dengan hangat, tidak ada lagi rasa benci didalam hatinya. Gadis itu mengagumi Ayu yang terlihat polos tetapi sangat kuat kendati hati nya terluka. Gadis itu memandang patah hati dari sisi yang positif, tak selamanya patah hati berdampak negatif saja. Patah hati mampu mendorong sesorang untuk berubah dan mendapatkan yang terbaik, patah hati pula menjadikan seseorang memahami bahwa sesuatu yang diinginkannya tak selamanya berjalan sesuai dengan apa yang diharapkannya. Patah hati ini pula yang menjadikan Ayu dekat dengan Cika.

"Mbak maaf, Ayu harus kembali lagi ke kantor" Ucap Ayu melirik jam tangannya yang sudah menunjukan pukul 10 siang. Cika melepaskan pelukannya pada Ayu. Ia menyadari bahwa dirinya ad jam kuliah tepat dipukul 10.

"Astaga saya ada jadwal kuliah" Dengan cepat Cika berlari tanpa pamit kepada Ayu. Ayu hanya memandang Cika dengan kekehan kecil. Ia mempercayakan hati yang amat dicintainya itu pada Cika.

**

DedizioneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang