"Cik, ayo Cik ketaman lalu lintas, ga toh kita ga ada kelas hari ini" Ucap Pipit dengan menarik-narik tangan Cika. Gadis itu masih anteng dengan jus alpukat yang sedang diseruputnya. Ketiga gadis itu tengah berada dikantin fakultas kedokteran. Mereka sudah siap dengan pembelajaran kali ini namun tiba-tiba dosen mereka mengabari bahwa hari ini tidak ada kelas.
"Ih ngapain sih, mending nonton aja yuk, ada film horor baru" Tika mengajak kedua sahabatnya itu untuk menonton. Gadis yang hobby-nya menonton film horor itu mendengus kesal ketika jus jambunya habiskan Pipit dalam satu tegukan.
"Ayo Cik, ada seminar lalu lintas pasti ada polisi-polisi ganteng Cik, ayolah kali aja ada yang nyantol" Cika masih tidak merespon.
"Cik emang lu mau gue jomblo seumur hidup, yaa lu enak udah ada babang tentara ganteng itu, Cik ayolah Cik" Bujuk Pipit dengan puppy eyes-nya
"Nyesel gue bilang ada seminar lalu lintas" Ucap Tika yang tengah membuka koleksi film horor bajakannya.
"Ihh Tika lope-lope, itu kan buat pengetahuan lalu lintas kita, agar aman dan selamat ketika berkendara" Alibi Pipit.
"Kalo lu gamau gue kan sama Cika, sono lu pergi sama setan-setan impian lu itu" Lanjut pipit. Tika yang Pipit rasa memiliki penyimpangan kejiwaan itu, alangkah kagetnya Pipit ketika gadis itu menunjukan setan dalam salah satu film horor buatan Amerika yang dibilangnya keren.
"Alah, lu naek motor aja sen kanan belok kiri" Ledek Tika
"Berisik ih kalian, yaudah ayok" Cika sudah menarik baju Pipit dengan senang gadis itu melayangkan flying kiss pada Cika. Cih alay. Cika selalu merasa bahwa ia tengah bersama Imel jika bersama Pipit, gadis itu memang memiliki sifat yang hampir mirip dengan
**
"Aaaaaaa Cika babang polisi yang itu ganteng, aaaaaa cute banget" teriak Pipit dengan alaynya, ia jarinya menunjuk kearah seorang polisi yang sedang memberikan materi dalam seminar. Cika melihat arah yang diunjuk Pipit, sedangkan Tika tidak ikut bersama mereka karena harus pulang untuk menghadiri acara khitanan adik sepupunya. Pandangan Cika mengarah pada seseorang yang tengah mengobrol bersama wanita bersanggul kecil dan berpenampilan formal. Walau ia tidak melihat jelas namun ia benar-benar hafal pemilik punggung yang sedang mengobrol itu.Cika memastikan bahwa pandangannya tidak salah. Ia mendekati kedua muda-mudi itu. Cika berdiri dibalik pohon. Ia membiarkan Pipit berdiri menyaksikan seminar itu bersama fantasti-fantasti liar polisi-polis muda.
Deg
Dugaannya benar. Pria itu benar-benar Raka 'kekasihnya'. Cika sedikit tak percaya. Raka yang dikenalnya adalah sosok yang dingin terhadap wanita. Namun, yang menjadi objek pandangannya kini tengah mengobrol dengan ringan bersama seorang wanita. Wanita itu nampak sangat gembira berbagi kisah pada Raka. Cika hanya mendengar sekilas topik yang mereka bicarakan. Pesiar, taruna, apel . Dunia dingin. Mungkin teman taruni Raka dahulu, ah mengapa ia mengenakan baju kantoran pikir Cika. Ia sama sekali tak peduli, sekalipun hatinya bertanya-tanya siapa wanita itu.
"Ihhh dicariin ada disini, kuy balik" Cika mengikuti Pipit segera. Ia tak mau tingkahnya tercyduk Raka. Gengsinya tinggi. Cika tak mau Raka tahu bahwa ia kepo pada tentara berpangkat letda itu.
"Aaaaaaaa gue dapet nomor polisi ganteng Cik, aaaaaa ga kuat" teriak Pipit didalam angkot yang sontak membuat anak kecil disampingnya menangis.
***
"Gausah ngejek" ucap Cika pada Raka yang kini memandang Cika dari ujung kepala sampai ujung kaki. Raka tertegun dengan penampilan Cika yang terkesan anggun. Gadis itu mengenakan dress selutut milik wine. Betapa rempongnya Wine saat memasuki kamar Cika dan gadis itu hanya mengenakan fashion andalannya untuk menemui calon mertua. Dengan sigap Wine memilihkan dressnya untuk dikenakan Cika,awalnya gadis itu menolak, namun luluh begitu saja saat wine mengancam bahwa gadis lain akan merebut Raka. Cika teringat pada gadis tadi siang yang terlihat asik mengobrol dengan Raka.
Dress putih selutut yang Cika kenakan tampak kontras dengan slingbag crem dibahunya. Rambutnya ia biarkan tergerai dengan sedikit sentuhan make up tipis."Kenapa jadi cewek gini" ucap raka dengan kekehannya. Ia tertawa seolah mengejek Cika, namun dalam hati ia memujinya.
"Kamvret" Cika mendengsu kesal
"Heh, anak perawan gaboleh ngomong gitu sama calon suami, harus lembut, lho masa tampilan anggun tapi sikap kayak preman pasar" Ceramah Asri pada Cika. Raka menatap Cika bibirnya mengucapkan "Mampus" tanpa suara. Cika semakin kesal. Tidur sorenya terganggu dengan kehadiran Raka yang mengajaknya menemui Nengsih, sang calon ibu mertua. Gerimis kecil dikota kembang memang cocok untuk berbaring dikasur empuk, ditemani makanan berkuah yang pedas lebih menggoda. Mager day. Itulah istilah yang Wine gunakan untuk bermalas-malasan.
"Kamu manggil Raka gaboleh nama, harus panggil Aa,abang,mas atau apapun itu, inget harus dibiasakan, dirumah Raka gaboleh grasak-grusuk, harus sopan, dateng cium tangan, makan jangan kayak gelandangan ga nemu nasi satu bulan, jangan malu-maluin nini" Ucap Asri menasehati cucunya.
"Cika aja gamalu, ngapain nini malu" ucap Cika pelan, wanita yang berusia senja itu tetap saja memiliki pendengaran yang tajam, ia mampu mendengar ucapan Cika yang mengarah pada protes tak suka.
"Kalo dinasehatin sama orang tua tuh dengerin, laksana-in"
"Ahhh iya ni, Rak ayok Rak" Ucap Cika menarik tangan Raka. Ia menghindari ceramah yang akan segera neneknya lontarkan, ia bosan dengan ceramah-ceramah semacam itu. Telinganya sudah panas dengan ceramah berbau tatakrama. 12 tahun ia sudah mengenyam bangku sekolah, maka ia sudah khatam dengan hal yang sering dijelaskan oleh gurunya itu.
"Barusan nini bilang apa" Nek Asri bangkit dari duduknya, dan menghantar cucunya kedepan pintu
"Mas ayok mas" Ralat Cika. Raka menyipitkan matanya. Ia-pun tak mengerti mengapa memilih "Mas" untuk embel-embel didepan nama Raka. Kata mas sering digunakan untuk memanggil pasangan atau kakak laki-laki yang lebih tua dikalangan suku Jawa, sedangkan Cika dan Raka asli Sunda, dan tidak menggubakan panggilan Aa seperti yang Nengsih gunakan. Walau dalam diri Cika mengalir darah Jawa dari sang ibu tetapi gadis itu lahir dan besar di Bandung dan sempat tinggal dibeberapa kota di Indonesia mengikuti tempat dinas sang ayah.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dedizione
RandomAku hanya gadis biasa yang terlahir dari keluarga dengan aturan-aturan yang menekan. Memang memberatkan, namun setelah aku menemukannya, kehidupannya lebih kejam dariku. Dengannya, aku memahami bahwa menggenggam lebih baik daripada berjalan sendiria...