"Cik diem ya gausah teriak"
"Aku gabakal main kasar kok"
"Tutup mata aja, ga sakit kok"
"Mas jangan ditekan"
"Mas tuh kan berdarah"
"Berdarah dikit gamasalah Cik, ini wajar namanya"
"Aaaaaa Mas jangan main kasar"
"Cika jangan jambak rambut saya, rontok nanti"
"Ini aku main lembut Cik, tahan bentar ga sakit kok serius"
"Ini tuh caranya gabener mas"
"Udah kamu diem deh, ikutin aja aku"
"Ish terserah kamu deh mas"
Imel yang sedang berjalan melewati kamar sepasang yang tadi pagi mengikatkan janji suci mereka didepan penghulu dan para saksi lainnya. Ia mendengar percakapan dibalik kamar itu, Imel menempelkan telinganya pada pintu kamar. Imel terkekeh mendengar obrolan mereka, fantasti-fantasti liar memenuhi otaknya.
"Mel, ngapain?" Tanya Fatur yang menghampiri Imel dengan membawa secangkir kopi yang masih mengepul.
"shuttt..shutt jangan berisik, sini deh dengerin bang" Imel berbisik, tangannya melampai pada Fatur dan menunjuk pintu yang ia tempelkan telinganya.
"Astagfir Imel udah gak polos lagi, tobatlah nak" Fatur tersenyum licik, ia mendekat pada posisi Imel, ia melakukan posisi yang sama dengan Imel yaitu berjongkok dan menempelkan telinganya pada pintu.
"Hahaha bang Raka maennya kasar ya bang" Imel berbisik, ia mengatur volume suaranya agar tak terdengar oleh kedua orang dibalik kamar itu.
"Abang gue agresif juga ternyata, maklum jomblo bulukan mel sekalinya dapet yaa gitu deh" Fatur menghina kakaknya sendiri dihadapan Imel. Mereka berdua asik dengan kegiatannya hingga tak menyadari bahwa Nengsih sudah menghampiri mereka dan berdiri tepat dibelakang kedua muda-mudi yang tengah menguping itu. Nengsih menghampiri Imel yang ia suruh untuk memanggil Raka dan Cika, namun gadis itu tak kunjung kembali alhasil Nengsih turun langsung untuk memanggil mereka, ia melihat langsung Imel dan Fatur yang tengah mengempelkan kupingnya pada pintu kamar Cika.
"Kalian lagi ngapain?" Tanya-nya
"eh.. eee.. anu bu.. i.. itu bu" Fatur gelagatan, Imel hanya menunduk memandang kakinya. Mereka berdua tertangkap basah sedang menguping sepasang pengantin baru. Tangan lentik Nengsih sudah bertengger ditelinga Imel dan Fatur, Nengsih menjewer keduanya.
"Astagfirullah ya kalian ngapain ngintip penganten baru" Ia mencoba menarik kedua muda-mudi itu menuju ruang keluarga.
"Bang Raka jangan main kasar, kasian teh Cika-nya" Teriak Imel.
***
Dibalik kamar itu Raka menyapukan sebuah kapas yang sudah ia tuangkan obat merah pada jari Cika. Gadis yang akan menjadi seorang dokter itu merintih karena luka pada jarinya. Ia berteriak dan menjambak rambut Raka ketika pria itu menuangkan alkohol untuk membersihkan lukanya. Jari Cika terluka ketika gadis itu mengupaskan mangga untuk sang suami. Dengan sigap Raka mengambil kotak P3K untuk mengobati luka dijari tangan istrinya itu. Pria itu terheran ketika Cika yang notabenenya calon dokter tetapi merintik kesakitan hanya karena luka kecil dijarinya. Mendengar suara ganduh didepan kamarnya, sepasang muda-mudi itu memutuskan untuk melihatnya setelah memasangkan perban pada jari Cika.
"Eh apa nih?" Tanya Raka pada Imel,Fatur dan Nengsih. Tangan Nengsih masih menjewer telinga Fatur dan Imel.
"I.. itu Imel sama bang Fatur mau manggil kalian buat makan malem bareng" Imel mendadak gagap menjawab pertanyaan dari Raka.
"Udah ayok makan malem bareng" Ajak Nengsih. Ia sudah melepas tangannya dari telinga Imel dan Fatur.
"Cika mau ambil kerudung dulu bu" Izin Cika yang mendapat respon anggukan dari sang ibu mertua. Nengsih,Fatur dan Imel meninggalkan Cika dan Raka yang justru memasuki kamar. Raka tak meninggalkan sang istri sendiri,jangankan meninggalkannya pergi bertugas, Cika hanya masuk kedalam kamar untuk mengambil kerudung saja Raka mengikuti. Setelah Cika mengenakan kerudung bergo-nya kedua sepasang pengantin baru itu keluar dari kamarnya untuk makan malam bersama keluarga besar. Setelah resepsi pernikahannya dilaksanakan kedua kelurga itu kembali kerumah nek Asri, mereka akan bermalam bersama dirumah nek Asri. Cika dan Raka duduk berdampingan disebuah tikar yang diatasnya sudah tersaji berbagai makanan. Pandangan semua keluarganya mengarah pada mereka, Cika dan Raka saling menatap. Mereka merasa tak ada yang aneh dari keduanya, tetapi mengapa pandangan semua orang memandang aneh. Dani menatap Raka dengan tatapan jahil.
"kau sudah melakukannya anak muda?" Tanya Dani usil. Raka nampak tak mengerti dengan pertanyaan Dani, begitupun Cika.
"Apakah saya perlu menjelaskannya Papah mertua?" Alih-alih menjawab Raka hanya melontarkan pertanyaan pada Dani, ia yang sudah mengerti maksud dari pertanyaan sang ayah mertua. Pertanyaan dari Raka itu sukses membuat seisi rumah tertawa, Cika hanya mengerutkan dahinya karena hanya dia seorang yang tak mengerti. Ia curiga sebelum ia bergabung dalam ruang kelurga yang disulap menjadi tempat makan ini terjadi suatu obrolan penting antar dua keluarga ini.
"Kamu sih udah mamah booking-in hotel pake acara nolak segala" Ucap Rani, Cika menyubit lengan Raka meminta penjelasan. Raka masih terlalut dalam tawa hangatnya bersama keluarga.
"Tau tuh telinga Imel jadi ternodai" Imel ikut nimbrung dalam pembicaraan yang seharusnya tak ia dengarkan.
"Raka gak nolak Mah, tapi kan si Cika belum ambil baju" Jelas Raka, Cika semakin tak mengerti dengan alur pembicaraan mereka.
"Ehh malah gitu ya A" Ucap Uci pada anak sulungnya. Ia tertawa dengan lepas sampai matanya mengeluarkan airmata.
"Kamu dimilter aja kerasnya, sama istri harus lemah lembut tapi tanpa menurunkan wibawamu sebagai suami, apalagi jangan main kasar sama Cika" Dani memberikan wejangan pada menantunya.
"Ahh Cika lebih galak Pah" Jawab Raka yang sukses mendapat cubitan dilengannya. Yang Raka ucapkan hanya sekedar becanda belaka, Cika mengetahuinya. Ia masih belum mengerti dengan pembicaraan yang sepertinya membicarakannya. Dalam materi perkuliahan ia mudah memahami yang dosen ucapkan namun dalam hal seperti ini otak Cika seolah tak dapat mencernanya.
"Belum terjadi sesuatu Papah mertua, Mama mertua Raka pastikan Cika masih terjaga. Tadi Raka hanya mengobati jari Cika yang berdarah, tapi dia malah teriak kesakitan" Raka menarik lembut jari Cika yang berlalut perban. Ia menjelaskan jari Cika yang terluka ketika mengupas mangga.
"Ahh ini sih nih pikiran Imel sama Fatur yang gak bener nih" Ucap Uci
"Yehh Imel duluan tuh" Fatur menunjuk Imel, seolah Imel-lah yang bersalah
"Yaa lagian sih abang ngikutin" Imel tak terima
"Yaa lagian sih malah pada percaya saya cerita Fatur" Fatur tak terima dirinya disalahkan, ia membela diri dengan mengucapkan bahwa yang lainlah yang bersalah karena sudah mempercayai ceritanya yang masih belum jelas kebenarannya. Cika yang tak mengerti topik obrolan mereka hanya mengambil nasi dan lauk untuk Raka. Tawa dalam keluarga itu kembali pecah, kehangatan terasa begitu kental. Tak ada nuansa kaku militer pada Dani dan Raka yang biasanya. Cika merasa dirinya benar-benar merasakan kehangatan yang seutuhnya, bersamanya dingin itu telah mencair, kaku itu telah menghilang.
**
Spesial por yuh user77665429
Ini emang gak bermutu tapi yaudah lah yaw wkwkwk
KAMU SEDANG MEMBACA
Dedizione
RandomAku hanya gadis biasa yang terlahir dari keluarga dengan aturan-aturan yang menekan. Memang memberatkan, namun setelah aku menemukannya, kehidupannya lebih kejam dariku. Dengannya, aku memahami bahwa menggenggam lebih baik daripada berjalan sendiria...