Sekarang mereka sedang berada di sebuah mall besar di kotanya. Cavin yang mengajak Fera kesini. Awalnya Fera kesal tapi karena Cavin menjanjikan untuk nonton film kesukaan Fera, jadi Fera tidak kesal lagi pada Cavin.
"Beneran ya nonton film itu! Awas kalo bohong!" ucap Fera. Cavin terkekeh.
Sebenarnya sangat mudah untuk membujuk Fera yang sedang kesal atau marah. Karena Fera itu kalau marah biasa saja. Tetapi, kalau ia marah sekali, siap saja akan dibencinya. Ia tidak pernah seperti itu. Lagian tidak ada yang berani macam-macam dengan Fera.
"Iya tuan putri, tenang" canda Cavin.
Mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju ke sebuah permainan. Tempat yang sering mereka datangi. Dan juga selalu berdua datangnya.
"Cavin!" teriak seseorang dari kejauhan. Yang menoleh bukan hanya Cavin tetapi juga Fera. Fera bingung kenapa gadis itu di mall ini juga?
Gadis itu mendekati Cavin lalu berkata, "Kayanya kita jodoh ya, vin. Soalnya tanpa ada janji aja kita ketemuan" ucap gadis tadi dengan nada ke-pedean. Sedangkan Cavin hanya diam dan menatapnya datar.
"Vin, kita jalan berdua yuk! Gue tadi sih ke sini bareng sama nyokap tapi bosen temeninya jadi mau jalan sendiri. Eh, ketemu sama jodoh hehe" ucap gadis itu lagi walaupun Cavin tak membalas ucapannya.
Masih sama seperti tadi. Cavin hanya memandanginya datar. Gadis ini tidak capek mengejar Cavin. Cavin sebenarnya kesal juga.
"Cavin sombong ya, ngambek ya Cavin?" tanya gadis itu kali ini. Benar-benar! Sepertinya gadis ini tidak tahu malu.
Cavin menghela nafasnya sebentar ia berusaha meredakan emosinya, "Gue dateng kesini buat jalan sama Fera bukan sama lo!" ucap Cavin penuh penekanan.
"Ah ada Fera ya... Fer gue boleh gak pinjem Cavinnya?" Gadis itu berlagak seperti baru tahu ada Fera disana. Fera juga kesal karena berarti dari tadi ia dianggap patung?
"Ga!" bukan Fera yang membalas pertanyaan gadis itu, melainkan Cavinlah yang membalasnya dengan nada membentak.
Gadis itu cemberut, "Kamu kok jahat! Kamu kan sayang sama aku kenapa jadi belain cabe busuk ini?" tanyanya sambil menggandeng lengan Cavin.
Cavin kesal. Ia tidak bisa menahan amarahnya lagi pada gadis yang tidak tahu malu ini. Ia mengatakan bahwa Cavin sayang dengan dia? Huh! Sangat ke-pedean. Apa lagi saat dia menhatakan Fera dengan embel-embel "cabe busuk".
"DINDA! Ga tau malu banget lo ya! Cewek atau apa? Cewek itu pemalu bukan ga tau malu! Sadar diri, ngaca! Gaada kaca? Atau perlu gue beliin? Lo itu kayak bitch!" amarah Cavin meluap. Ia sangat tak bisa mengendalikan emosinya lagi.
Fera terkejut. Jelas! Bukan hanya Fera, melainkan semua orang yang ada disekitar mereka terkejut. Sedangkan Dinda, ia seperti menahan tangisnya. Ia malu, sudah jelas itu. Bagaimana mungkin ia sampai dilihat orang di mall ini. Rahang Cavin mengeras, nafasnya tidak teratur seperti masih menahan amarahnya. Ia segera pergi dari sana menuju toilet. Dinda juga pergi karena malu.
Fera bingung. Ia harus bagaimana? Ia baru pertama kali melihat Cavin semarah itu. Dari dulu kecil Cavin kalau marah tidak seseram itu. Itu sangat seram pikirnya.
"Kita makan dulu" ucap Cavin yang tiba-tiba datang dengan nada yang datar.
"Ah, eum... Ga usah, kita pulang karena pasti lo kelelahan" balas Fera lembut karena ia mengetahui perasaan Cavin sekarang.
Cavin diam. Dia sebenarnya ingin pulang karena ingin mengistirahatkan perasaan dan hatinya. Tapi, dia memikirkan perasaan Fera juga. Tetapi kalu dia batalkan jalan ini, ia merasa kasihan karena tadi dialah yang mengganggu tidur Fera untuk diajak jalan lalu tiba-tiba dengan egoisnya ia membatalkan acara jalan itu.
"Maaf" tiba-tiba Fera mengucapkan kata-kata itu.
Cavin bingung. Menurutnya Fera sama sekali tidak salah disini. Tapi mengapa gadis itu yang meminta maaf? Mengapa bukan Dinda yang benar-benar bersalah dengan masalah ini saja yang meminta maaf pada Fera?
"Kenapa lo minta maaf? Lo ga salah, Fer. Disini yang salah itu Dinda. Dia yang ngatain lo. Lo kenapa merasa bersalah?" tanya Cavin.
"Maaf... Gue buat lo malu karena lo bela gue didepan umum" cicit Fera sambil menunduk.
Cavin yang melihat Fera menunduk dan mengucapkan kata-kata maaf dengan lembut terkejut. Apa Fera takut karena melihatnya marah tadi? Atau ada alasan lain yang membuat Fera meminta maaf padanya? Banyak pertanyaan yang ada di kepalanya sekarang.
***
Pengen cepet-cepet masuk konflik deh ehe. Tapi kali ini kayanya cerita aku lambat ya, chapter 6 aja baru mengenal beberapa orang. Belum kepribadian dalam semua tokoh. Belum konflik lagi. Sebenarnya aku mau masukin teka-teki. Tapi, aku lagi mikir gimana caranya, susah mikir konfliknya hehe karena saya tak biasa berteka-teki.
Please Vommentnya guys!!
Instagram:
[at]cia_aicia
[at]axe.machaa-Cia
11 Maret 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Knows?
Teen Fiction{Judul Lama: My (BAD) Boyfriend} Kehidupan remaja Alfera sama seperti gadis seusianya. Iya, ga jauh-jauh dari kata 'cinta'. Fera jatuh cinta dengan sahabatnya sendiri. Tetapi bukan itu saja yang menghiasi kehidupan remajanya. Ia diteror musuh sahaba...