TIGA PULUH DUA-Ketahuan

48 6 1
                                    

Darga

Val, pulang sama gue ya?
gue tunggu di depan gerbang

Oke
Read

Valerie meletakkan kembali ponselnya dilaci meja setelah ia membalas pesan Darga. 10 menit lagi jam pulang. Dan dari jam ke lima sampai delapan adalah jam kosong karena guru-guru tiba-tiba rapat membahas perubahan soal ulangan kenaikan kelas nanti.

Fera tidak ada dikelas. Sejak mulai masuk jam kedelapan tadi, Fera dipanggil oleh ketua ekskulnya untuk rapat. Jadi, disinilah Valerie. Di kelas dengan anak murid lain kecuali Fera.

Suasana kelas sepi. Bagaimana tidak? Mereka diberi lima puluh soal. Dua puluh Matematika, lima belas Fisika, lima belas Biologi, dan sepuluh Kimia serta diharuskan kumpul hari itu juga. Jadi, demi menghindarkan amukan dari guru killer pengajar pelajaran mematikan, mereka memilih menjadi alim sesaat dahulu.

Soal Matematika, Fisika, Biologi sudah selesai Valerie kerjakan semua. Tetapi tinggal lima soal pelajaran Kimia yang belum dikerjakannya. Kepalanya seakan buntu. Dan juga lima soal terakhir ini termasuk soal yang susah.

"CIPTO! BAGI JAWABAN NOMOR SATU SAMPAI SEPULUH WOY!" teriak Kevin siswa pandai mencontek dikelas itu.

Dari keadaan hening, sekarang berubah menjadi ramai karena semua pada mengejek Kevin yang hanya bisanya teriak meminta jawaban. Cipto tidak menghiraukan itu. Ia tetap diam sambil mengerjakan soalnya.

Satu kata dibenak Valerie sekarang.

B O S A N

Ya dia sekarang bosan. Tidak ada Fera rasanya hampa. Tidak ada orang yang harus dijahilinya. Ia hanya berdoa agar bel cepat berbunyi. Persetan tentang soal Kimia. Ia pintar mengada-ada. Jika ditanya mengapa ia tidak selesai, ia akan menjawab, "aduh pak, saya tadi sakit perut. Saya lama banget di toilet jadi saya ga selesai deh." Mudah bukan?

Kringgg

Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Sepertinya Dewi Fortuna sedang berpihak dengannya. Yang lain juga sibuk membereskan seluruh barang-barangnya untuk dimasukkan kedalam tas masing-masing.

"Woy kumpul soalnya! Selesai ga selesai kumpul buruan!" perintah Andy si ketua kelas. Hingga aktifitas murid-murid terhenti karena harus mengumpulkan tugas mereka.

Dengan langkah lambat, Valerie berjalan kedepan untuk mengumpulkan tugasnya di meja guru. Setelah ia taruh, ia kembali ketempat duduknya.

***

CAlfera

Fer gue pulang duluan ya
Send

Setelah mengirimkan pesan itu, Valerie mengeluarkan tampilan ponselnya dari room chat Fera dan Valerie. Valerie mematikan ponselnya lalu memasukkannya kedalam saku diroknya.

Terlihat dari jauh siluet orang yang dikenalinya. "Lydia!" panggil seseorang siluet itu. Tanpa tebakan lagi, Valerie sudah tahu itu Darga. Valerie dengan cepat menghampiri Darga. Lalu tanpa ucapan, Darga menyuruh Valerie naik dan memakai helmnya.

***

Cavin seakan disidang sekarang. Ya, ia kembali berulah sekian beberapa bulan lalu berhenti. Ia membawa amplop berisi kertas panggilan orangtua itu ke kantin. Ia perlu menunjukkan ini pada Fera bagaimanapun juga.

***

"Eciee Valeee kemarin gue liat kak Darga jemput lo ya? Kalian ada hubungan apa sih? Gamau cerita ni?" goda Fera sambil menoel pipi Vale.

Pipi Valerie bersemu merah. Ia kira tidak ada yang tahu bahwa ia pulang bersama Darga kemarin. Ternyata malah sebaliknya. Dan yang tahu malah Fera.

"E-ehm lo udah selesai rapat kemarin?" tanya Valerie yang tiba-tiba jadi salting sendiri.

Fera nampak berfikir. "Engga deh. Kalau ga salah waktu itu gue keluar mau kasih tau lo biar jangan nunggu gue. Eh gue malah liat lo ngedeketin kak Darga di gerbang depan."

Aduh mampus dah lo

"Fer pulang ini mau kemana?" ucap Valerie seakan mengalihkan bahan pembicaraan.

Fera tertawa. Sedangkan Valerie melihatnya aneh. "Lo kenapa salting sih? Coba deh cerita kalian tuh ada apa kok tiba-tiba lo khawatir waktu dia digebukin Cavin?" nada Fera seakan berubah menjadi serius.

Valerie melotot. Apa ini waktunya? "Eh-ehm... Gue sama dia mantanan" ucap Valerie serius.

Tiba-tiba Fera terbatuk. Bagaimana mungkin Valerie dan Darga mantanan? Kapan mereka merajut kasih? "Jujur sama gue kapan kalian pacaran?"

"Oke gue cerita secara lengkap. Jangan potong ucapan gue kalau ngga mau gue berhenti cerita!" ancam Valerie yang hanya dibalas anggukan oleh Fera.

"Jadi gini, gue sama dia satu kelas waktu SMP kelas 1. Kita temen biasa. Dia baik, sopan, pintar, tapi satu kelemahan dia. Dia mudah emosian. Dia paling benci sama orang yang ngebully, malak, nyakiti perempuan dan sok berkuasa."

Valerie mengambil nafas sebentar lalu kembali bercerita. "Dan ada satu orang si biang keroknya. Dia sok berkuasa, dia suka malak temen-temen, karena itu Darga selalu berantem setiap hari. Dan...dia juga anak broken home. Hampir setiap hari saat dia pulang sekolah, dia selalu melihat papanya mukulin mamanya."

Alfera masih setia mendengar curhatan Valerie. "Kalau dia habis berantem, dia selalu kerumah gue minta diobatin. Kita deket banget, keluarga gue juga nerima dia dengan baik karena tahu latar belakangnya. Dan tiba-tiba SMP kelas 2 dia nembak gue. Ya, ga bisa gue pungkiri sih ya kalau gue ada rasa dengan dia. Jadinya ya kita pacaran. Sampe SMP kelas 3 kita putus. Gue lupa alasannya karena apa. Terus ga lama dari gue sama dia putus, bokapnya meninggal. Kalau ga salah sakit jantung. Dan kita kayak saling ngejauh gitu dari situ. Entahlah tapi sekarang gue seneng kayaknya kita bakalan--"

"Kita bakal jadian" ucap Darga tiba-tiba ada dibelakang Valerie.

Valerie terkejut. Buat apa Darga datang kesekolahnya? "Gue mau jemput lo Lydia, lo gue telfon ga diangkat-angkat."

***

"Jadi lo ngapain ke sekolah pakai baju bebas gitu Cav?" tanya Alfera karena tadi tiba-tiba Cavin mengajaknya pulang dengan keadaan Cavin sudah berganti baju bebas.

Cavin menghentikan mobilnya sebentar. Lalu ia mengambil amplop putih di dashboard dan memberikannya pada Fera. Fera mengerutkan keningnya lalu ia membukanya. "SP?"

Cavin menggenggam kedua tangan Fera. "Maafin gue Fer. Gue berulah lagi. Gue dihukum papa buat sekolah di Surabaya tempat kakek. Gue gabisa ngejaga lo dari dekat lagi" ucapnya lirih.

"Yaudah, mau gimana lagi? Lo harus bertanggung jawab dong. Gue gapapa. Kapan berangkatnya?" tanya Alfera mencoba pasrah.

"Malem ini. Lo mau nganterin gue?"

Alfera menghela nafasnya. Ia tidak akan mungkin kuat jika ikut mengantar Cavin di bandara. Sekarang saja ia mati-matian menahan air matanya. "Maaf Cav, gue gabisa." Cavin memakluminya ia kemudian menjalankan mobilnya menuju rumah Fera.

***

30 September 2018

Who Knows?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang