DUA PULUH ENAM-Kenapa dia disini?!

43 6 3
                                    

Cavin sejak dari pagi tepat jam enam sudah ada didepan rumah Fera. Iya rumah keluarga Fera tepatnya. Ia menunggu Fera sudah sekitar 25 menit. Cavin mengajak Fera pergi kesekolah bareng.

Dari tadi Cavin memang sudah memberi kabar pada Fera bahwa ia sedang berada didepan rumah gadis itu. Tetapi Fera menyuruhnya untuk tunggu diluar saja. Kedua orangtua Fera dari kemarin tidak pulang sehingga hanya ada Fera dan Zane dirumah. Zane masih tidur karena dia lembur ngerjain skripsi dan tugas lain.

"Cavin?" tanya seorang cowok itu sambil meyakinkan apakah itu Cavin atau bukan.

Cavin yang mendengar namanya terpanggil segera menoleh. Ia melihat seseorang yang dibencinya. Ah tidak, bukan dibenci tapi seseorang yang selalu dihindarinya. Entah mengapa alasannya tetapi kalau Cavin berdekatan dengannya, rasanya ia ingin terus menerus marah pada cowok itu.

"Lo ngapain di depan rumah Fera? Feranya mana?" Cowok tadi bertanya lagi pada Cavin. Kalau didiamkan saja, cowok itu pasti terus bertanya dan mendesak Cavin menjawab. Dengan nada yang tidak suka Cavin pun, membalas ucapannya, "Lo kok kayak Dora? Tanya ini tanya itu. Kepo lo Rik jadi cowok"

Riko mengernyit heran. Dia bertanya dengan nada santai bukan? Tapi kenapa Cavin membalasnya dengan tidak santai? Sebenarnya ia juga bingung kenapa belakangan ini Cavin jadi ketus, sensitif, dan bawaannya ingin marah melulu dan melulu padanya. Dulu mereka teman baik. Sangat dekat juga.

Tanpa pikir panjang dan tanpa mencari masalah, Riko melajukan motornya ketempat tujuan awal yaitu sekolah. Cavin melihatnya dengan bingung. Tadi si Riko bertanya terus tapi mengapa sekarang dia tiba-tiba pergi? Ah sudahlah, bukannya bagus kalau Riko pergi? Bukankah itu yang menjadi seharusnya?

"Ayo, Cav. Udah siang nih." Fera jalan lebih dahulu menuju motor Cavin. Iya, kali ini Cavin membawa motornya. Bukan karena dia sendiri yang berinisiatif, tetapi Fera yang memaksa.

Tadi, sebum Cavin kesini, ia sempat memberi kabar pada Fera. Ia bilang bahwa ia ingin mengantar Fera pergi sekolah bareng. Bukannya Fera tidak menolak, Fera sudah menolak terus tapi Cavin teraplah Cavin. Seorang Cavin tidak akan berhenti hingga dia sendiri mendapatkan apa yang dia mau.

Dikamus Cavin, tidak mengenal apa itu menyerah. Tidak kenal apa itu pasrah. Dan dikamus Cavin, hanya mengenal berjuang, pantang menyerah, dan hasil yang maksimal. Itu prinsip Cavin. Bahkan walaupun bertentangan dengan takdir, ia tidak akan langsung menyerah begitu saja. Ia akan berjuang dan lihat bagaimana hasilnya. Ia tidak perduli hasil. Yang ia perduli adalah bagaimana ia berjuang terlebih dahulu.

Lamunannya sadar. Ia sadar sekaramg sudah siang. Dengan langkah terburu-buru, dia menuju motornya. Cavin memberikan satu helm pada Fera. Dan satu helm lagi untuknya. Setelah lengkap, mereka menaiki motor dan Cavin berjalan keluar dari halaman rumah Fera.

***

Valerie mengahampiri Fera yang sedang melanjutkan catatannya. Sebentar lagi ujian. Fera jadi semakin giat belajar. Tidak disangka, sebentar lagi ia akan naik---kalau saja dia naik---kelas sebelas.

Valerie duduk dikursi samping Fera. "Gimana? Susah ya?" Fera yang baru sadar akan kehadiran Valerie, dibuat bingung. Pertanyaan Valerie bisa disebut pertanyaan ambigu. Apa yang susah?

"Gini-gini, maksud gue tuh susah ga move on? Tadi gue lihat lo dateng bareng Cavin." Fera menghela nafas pelan. Ia memasukkan buku-bukunya didalam tasnya.

Sebenarnya ia juga tidak tahu bagaimana cara move on dengan baik tentang perasaannya ini. "Ya mau gimana lagi, Val? Cavin aja mulai curiga. Dia tanya sama gue kenapa gue ngehindar darinya. Padahal gue baru mencoba."

Susah ya memang. Iya susah buat kita move on. Cara tercepatnya ya menjauhi. Atau...menjaga jarak sedikit mungkin? Agar kita tidak terlibat dalam pesonanya lebih dalam. Fera baru kali ini merasakan jatuh cinta. Sehingga ia tidak tahu caranya move on.

***

Cavin melangkah menuju rooftop. Sekarang seluruh kelas sedang merasakan surga dunianya para pelajar. Bukan istirahat. Ini bisa saja durasinya lebih panjang dari waktu istirahat. Kalian tahu apa itu?

Iya, jam kosong! Seperti pelajar yang lain, anak SMA Alfa juga suka dengan jam kosong. Para guru tiba-tiba saja dipanggil untuk rapat. Entah membahas apa, tapi sepertinya menyangkut ujian kenaikan kelas yang akan diselenggarakan sebentar lagi.

Cavin tadi diajak Arlie dan teman geng lainnya juga tidak lupa Riko, untuk berkumpul di rooftop. Selain guru, sepertinya mereka juga akan rapat dadakan. Dengan langkah gontai, ia menuju lantai paling atas.

Sebenarnya ia malas. Iya, malas. Sekarang ia ingin pergi ke kelas Fera dan bermain dengan gadis itu. Entahlah kenapa sekarang ia merasa nyaman berada didekat Fera. Senang jika Fera tersenyum, senang jika Fera bahagia. Dan juga setiap dia berada didekat Fera, hatinya seakan berdebar.

Tidak sadar, Cavin sudah ada didepan pintu rooftop. Masih dengan sifat malasnya yang mendadak ada tadi, dibukanya pintu rooftop dengan pelan.

Semua orang yang berada didalam itu dilihatnya. Orang di rooftop itu juga melihat Cavin semua. Ia melihat teman gengnya lengkap beserta satu orang. Satu orang yang dia benci. Satu orang yang pernah masuk sebagai list temannya. Seseorang yang sekarang membuat emosinya naik tiba-tiba.

Tangannya terkepal keras disamping badannya. Rahangnya mengeras. Ia menggertakkan giginya. Ia memandang teman-temannya yang bermaksud meminta penjelasan.

Kata menusuk keluar dari mulutnya, "Kenapa kalian bawa dia kesini?" tanyanya dengan nada yang tidak biasa.

Semuanya diam. Takut dengan Cavin. Tiba-tiba saja mereka menjadi kicep semua kecuali Darga tanpa ada yang menyahut. Cavin geram melihatnya. Ia menatap semuanya dengan tatapan tajam.

Dengan suara yang lebih tajam lagi, "KENAPA LO DISINI, DARGA?!" tanyanya yang kali ini untuk Darga. Lebih tajam. Lebih mengintimidasi. Lebih seram. Sangat malah. Sangat-sangat seram. Dan itu juga sedikit membuat nyali Darga kicep beserta yang lainnya juga.

Tidak ada yang menyahut selama beberapa detik. Tidak ada yang berani karena mereka tahu sekarang Cavin sedang menjadi harimau yang sangat lapar. Bukankah kegarangan harimau semakin naik jika dia sedang lapar dan melihat ada makanan yang enak?

***

BOOM BOOM BOOM!!!
900an words!!! hihiww gilaa gara-gara novel niih. Penyemangat gitu, hahaha. Thank you semangat kalian ya haha.

TERIMA KASIH TELAH MEMBACA CERITA INI!
DIMOHON VOMMENTNYA YA!

-Cia adiknya Cavin

06 Juni 2018

Who Knows?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang