Dua Sejoli itu sedang berada disebuah rumah yang bisa dibilang seperti istana. Mereka memasuki rumah itu yang tidak terkunci karena ada orang didalamnya.
"Fer, tunggu disini ya. Gue mau mandi sama bawa perlengkapan" Fera hanya membalas dengan anggukan.
Fera duduk disofa ruang keluarga. Ia mengambil remot TV lalu menghidupkannya sambil menunggu Cavin selesai dengan urusannya sendiri. Bukan sekali atau dua kali Fera kesini, melainkan sudah sangat sering. Terkadang, sepulang sekolah Fera kesini karena Vivi memintanya. Fera sudah dianggap seperti anak sendiri oleh Vivi dan Harry.
"Eh, non Fera ikut kesini?" Bi Inda-----pembantu Cavin yang lama-----baru sadar adanya Fera. Fera mengangguk lalu tersenyum.
"Non kok ga bilang? Non mau minum apa? Teh? Susu? Jus? Atau yang lain?" pertanyaan itu dilontarkan oleh bi Inda secara bersamaan.
Fera terkekeh, "gausah bi. Fera pengen susu tapi, Fera ga suka susu yang Cavin minum. Itu kan untuk cowok. Lagian susu yang diminum tante Vivi juga untuk orang tua"
"Eh iya. Bener sih apa kata non Fera. Cavin lagi mandi kan non?"
"Iya bi"
"Non bilangin ke den Cavin, kalau mandi itu jangan nyanyi aja dikamar mandi. Inget waktu, bilangin. Non tahu ga kalau Cavin tiap pagi nyanyi mulu kalau mandi. Sampe nih ya, Nyonya Sally gedor-gedorin pintu kamar mandi karena Cavin mandinya lama. Dia mah kalau sore kecepatan mandinya, kalau pagi kayak putri duyung, lamaaaaa banget" cerita bi Inda.
Fera tertawa mendengar cerita bi Inda. Perasaan Fera, setiap Cavin mandi dirumahnya ia tidak pernah mendengar Cavin seperti itu. Sekarang Fera mulai tahu aib Cavin.
"Bibi bilangin Cavin ya?" Cavin mengintrogasi bi Inda. Sedangkan bi Inda dan Fera hanya cengengesan.
"Bi, Cavin punya gitar dan bisa main gitar kan?" tanya Fera sedangkan bi Inda membalasnya dengan menunjukan jempolnya.
Fera segera menghampiri Cavin lalu menggandeng tangan Cavin dan mengajaknya ke kamar Cavin. Cavin bingung. Apa maksud Fera menanyakan itu pada bi Inda. Fera sambil bersenandung kecil berjalan disamping Cavin. Ia terlihat senang sedangkan Cavin menatapnyan dengan tatapan bingung.
Setelah sampai didepan pintu, Fera berhenti sebentar. Ia sudah jarang memasuki kamar ini. Setelah beberapa detik berdiam diri, akhirnya Fera membuka pintu kamar Cavin.
"Whoahh" serunya. Ia sudah melepaskan gandengannya tadi.
Fera berjalan sambil memperhatikan kamar Cavin. Ia terkejut karena kamar Cavin ada piano, gitar, dan drum. Piano dan gitar serta mic ada disebuah ruangan yang berhubungan dengan kamar Cavin. Fera berfikir bahwa itu adalah ruang bandnya Cavin?
"Cav, mainin piano atau gitar dong. Nanti gue yang nyayi yayaya" pinta Fera menggunakan puppy eyesnya.
Cavin tekejut. "NO! BIG NO" tegas Cavin pada Fera.
Fera memanyunkan bibirnya lalu menunduk lesu seperti orang yang ingin menangis. Cavin yang melihat itu tidak tega. Bukannya apa, Cavin malu main alat musik dihadapan Fera. Kalau misalnya salah, mau ditaruh dimana wajahnya nanti? Ia menghampiri Fera yang berada dekat lemarinya. Cavin mengangkat dagu Fera.
"Lo minta yang lain aja ya. Bukannya gue gamau. Tapi, gue malu" ucap Cavin membujuk Fera.
"Ih, Cavin mah jahat. Udahlah mau pulang aja" ucap Fera.
Fera baru mau melangkah pulang, langsung ditahan Cavin. "Iya-iya. Lo duduk disini. Gue nyanyiin ya" ucapnya lalu mendudukkan Fera diujung kasur.
Cavin mengambil gitarnya. Ia duduk dikursi dekat Fera. Ia mulai memetikkan senar pada gitarnya. Ia ingin memainkan sebuah lagu untuk Fera. Cavin mengambil nada lalu mulai bermain pada senar-senar digitar itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Who Knows?
Fiksi Remaja{Judul Lama: My (BAD) Boyfriend} Kehidupan remaja Alfera sama seperti gadis seusianya. Iya, ga jauh-jauh dari kata 'cinta'. Fera jatuh cinta dengan sahabatnya sendiri. Tetapi bukan itu saja yang menghiasi kehidupan remajanya. Ia diteror musuh sahaba...