Aretha kira menjadi Mahasiswi adalah mudah dilakukan, dia hanya tinggal datang, duduk, absen lalu mendengarkan dosen berceramah, mencatat kemudian mengangguk mengerti.
Nyatanya, semua espektasi yang berputar dikepala Aretha jebol begitu saja saat ia melihat jam dipergelangan tangannya. Gadis itu mendengus tatkala memberanikan diri masuk ke ruang kelas dengan suasana sepi.
Ini adalah hari pertamanya menjadi Mahasiswi tingkat pertama. Dan hasilnya benar-benar tidak ada bedanya dengan sewaktu ia SMA.
"Siapa suruh duduk. Kemari kamu!" Suara lantang nan menggelegar itu memecahkan gendang telinga Aretha di pagi hari. Juga semua seiisi kelas yang mendadak terdiam.
Aretha hanya menarik nafas panjang, dia sama sekali tidak kaget apalagi takut. Dia hanya merasa tidak enak karena telat dihari pertamanya kuliah.
Itu saja.
"Maaf Pak." Ucap Aretha formalitas. Mencoba sopan sebisa mungkin meski mulutnya sangat gatal untuk mengomel.
Dosen berkumis tebal itu hanya menggelengkan kepala lalu menunjuk semua orang yang ada di kelas. "Lihat teman-teman kamu. Mereka sudah membuka buku. Sedangkan kamu, baru datang. Kamu tau kamu sudah telat setengah jam." Ujar dosen itu menggebu.
Aretha mengangguk, ia sangat paham kalau dia telat datang. Dalam hati sebenarnya dia geram ingin menimpali, tapi janjinya kepada sang mama untuk tidak membuat ulah di hari pertamanya membuat Aretha frustasi untuk sepersekian detik.
"Maaf Pak." Alhasil, hanya itu yang bisa ia katakan, sekali lagi dengan hati terpaksa.
"ASSALAM,-" Dan seorang gadis datang dengan tanpa dosa tanpa mengetuk pintu lalu matanya melirik keseluruh penjuru ruangan dengan seksama.
Aretha dan sang dosen menoleh secara bersamaan, "cepat duduk." Ujar dosen itu mencuri pandang kepada seorang gadis muda yang mengangguk sambil tersenyum kaku.
Gadis itu dipersilahkan duduk dengan gampangnya, padahal meski tidak kenal, Aretha jelas-jelas mengetahui bahwa gadis itu pasti mempunyai label yang sama dengannya. Mahasiswi baru tingkat pertama yang entah mempunyai sihir apa hingga bisa meluluhkan hati dosen tersebut.
"Saya duduk juga ya pak." Ujar Aretha lagi tanpa permisi langsung mengambil sembarang tempat duduk. Dan sialnya, bangku kosong tersisa dideretan paling depan.
"Siapa suruh kamu duduk, kesini! saya belum selesai sama kamu."
Mendadak ruangan kembali mencekam karena suara dosen itu mulai menegas. Meski hening, Aretha sempat mendengar suara bisik-bisik Mahasiswa lain dibelakangnya.
Alih-alih berdiri dan menghampiri sang dosen, Aretha malah mengangkat tinggi satu tangannya keatas. "Boleh saya bertanya pak?"
Dan kalimat itu membuat seisi kelas memperhatikannya.
Dosen itu hanya diam sambil memandangi anak didiknya dengan tatapan tegas.
"Pertama, mohon maaf sebelumnya karena saya datang terlambat. Kedua," Aretha bak melirik gadis yang telat bersamanya tadi. "kenapa dia boleh duduk, dan saya harus berurusan sama bapak? Ketiga," Aretha sudah tidak tahan, dia memilih berdiri saja sambil mencekal ranselnya bersiap untuk keluar ruang kelas jika dosen itu kembali menyebalkan. "setau saya dosen tidak boleh mendiskriminasi Mahasiswa. Dan menurut saya, perlakuan bapak barusan sudah mendiskriminasi saya dan dia." sekali lagi Aretha menunjuk gadis yang kebetulan duduk tidak jauh darinya.
Dan dalam sekejap, bola mata berjumlah puluhan yang ada didalam ruang kelas berkedip bersamaan. Tidak menyangka bahwa Aretha bisa seberani itu dengan dosen yang baru pertama kali ia temui. Lagi pula, kalau mereka adalah teman satu SMA Aretha, mereka sudah pasti tau bagaimana watak Aretha sebenarnya.
Dosen itupun nampak tercengang dengan kalimat yang dilontarkan Aretha. Memilih untuk tetap tenang dan dewasa, lelaki paruh baya itu segera mengambil kertas absen dan bulpoin ditangan kanannya. "Siapa nama kamu?" ujarnya dingin.
Aretha dengan santainya beranjak menghampiri dosen itu yang sibuk mencari namanya, "Saya diurutan nomor 3 Pak, ARETHA DERINA SHARON. Nih,-" Aretha menunjuk kertas absennya lalu segera menatap balik mata tajam sang dosen setelah baru saja beliau mencoret panjang nama Aretha dibuku absennya.
"Saya sudah men,-"
Buru-buru Aretha memotong karena sudah malas mendengar dosen itu berceramah, "saya pastikan di mata kuliah ini saya tidak masuk. Jadi bapak gak usah repot-repot coret nama saya." Aretha pergi, meninggalkan bisikan-bisikan tidak percaya dari teman-teman sekelasnya yang bahkan belum sempat berkenalan. "Ohya pak satu lagi," Aretha menyungging senyum termanisnya.
"Kalau ada waktu, pertanyaan saya jangan lupa dijawab." Ujar Aretha menyempatkan melirik gadis yang masih terpenganga didepannya lantas keluar langsung dari area kelas yang menyebalkan baginya.
Rusak sudah hari pertamanya kuliah, Aretha sudah melanggar janji mamanya untuk menjadi Mahasiswa baik-baik di kampus. Gadis itu langsung menelfon seseorang yang diyakini bernasib sama dengannya, menunggu diangkat, tidak sadar seseorang sudah merangkulnya dari belakang.
"Diusir neng." Ujar seorang cowok beralis tebal dengan menyungging senyum lebih menyebalkan daripada dosen tadi.
Aretha hanya memutar bola mata jengah, lalu bersamaan dengan itu telfonnya diangkat. "Hallo, Yan lo dimana?"
Aretha menyimak kalimat panjang yang terlontar dibalik telfon, diikuti cowok tadi yang rupanya ikut menempelkan telinga diponsel Aretha.
"Oke, gue kesana sama Ken. Tunggu."
Telfon terputus, lalu Aretha membuang cepat tangan itu dari bahunya. "lepas brengsek!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
ARETHA (A Journal About Love) [COMPLETE]
Teen FictionMenurut Aretha, cinta itu bulshyit. Tapi kalau sayang itu baru tulus. Ini semua tentang Aretha, ini kisah gadis bengal yang menjadi topik hangat dikalangan Mahasiswa Universitas Angkasa. Dia gadis cantik yang membuat kampus gempar karena parasnya...