ARETHA #30

299 55 3
                                    

Sudah genap 2 minggu Aretha tidak mendengar kabar dari pacarnya, Kanoa. Lelaki itu sama sekali tidak meninggalkan satu pesanpun, apalagi menelfonnya. Aretha sudah uring-uringan karena mau menelfon Ardenpun percuma. Sepertinya mereka berdua sekongkol untuk mempermainkan Aretha.

Tidak seperti Arden, Kanoa memilih tinggal disana dan baru-baru ini diketahui Aretha, pacarnya itu mematikan ponselnya. Kembarannya sudah berada di rumah dan kembali sibuk dengan tugas-tugas arsiteknya. Jarang pulang membuat Aretha tidak bisa mengorek informasi apapun tentang Kanoa dan Karisa pada Arden.

Aretha mendengus ketika ponselnya berbunyi diatas nakas.

"Apa!"

"Galak amat!" Ujar seseorang disebrang sana, tidak lain dan tidak bukan adalah Delvian.

"Kenapa?" Tanya Aretha bangkit dari kasurnya.

"Lo habis apain si Natha?"

Aretha memutar bola matanya jengah, gadis itu memang belum cerita perihal dia menampar Natha tiga kali. Masalahnya, akhir-akhir ini Delvian juga jarang ditemukan karena alasan tugas olahraganya juga menumpuk.

Semua serba sibuk kecuali Aretha.

"Lo dimana?" Tanya Aretha memegang kunci mobil.

"Ditanyain malah nanya balik lo."

"Bawel ih. Buruan lo dimana, gue samperin. Nanti gue cerita." Ucap Aretha sambil turun kebawah setelah mengambil jaket dan mencempol rambutnya asal.

"Caffee bintang. Deket kampus."

Aretha mengangguk lantas menancapkan gas mobilnya kesana. Tidak lama hingga keduanya bertemu dengan saling menatap kesal.

"Ingin kuteriak!" Aretha langsung menelungkupkan wajahnya di kedua tangan yang terlipat dimeja. Setelah baru saja memesan cappucino favoritnya.

Delvian terkekeh sambil mengetuk dua kali kepala Aretha. "Kenapa sih? PMS?"

Aretha bersungut kesal, "lebih daripada sekedar PMS." Dia menengok sebentar untuk melototi para pelanggan remaja yang asik memperhatikannya bicara.

Delvianpun sama, mengikuti gerakan Aretha agar para pelanggan remaja itu berpaling dari wajah Aretha. Di caffee ini memang pelanggannya bukan hanya anak kuliahan, anak-anak Sekolahpun tergolong ramai karena kampusnya memang dekat dengan sekolah SMA Swasta.

"Masih SMA mata udah jelalatan, gede mau jadi apa." Ucap Aretha lagi sambil memutar bola mata jengah.

Delvian kembali terkekeh, "apasih lo marah-marah mulu. Udah cepetan cerita, itu Natha lo apain? Satu kampus heboh sama video lo sama dia."

Aretha mengernyit, video? Tunggu, dia saja belum cerita soal video itu kesiapapun. Siapa yang berani membocorkannya tanpa seizin Aretha. Sudah pasti bukan pembantunya yang kemarin memang sengaja ia titipkan ponselnya untuk dikeringkan karena kehujanan.

Masih tidak menjawab, gadis itu mengerutkan dahi lebih dalam.

Delvian yang paham segera menceritakan semuanya, bagaimana video Aretha menampar Natha di kelas tersebar. Sampai seluruh senior menjadi heboh dalam beberapa minggu terakhir ini. Terutama para senior cewek yang diyakini semakin membenci keberadaan Aretha.

Aretha menggelengkan kepala dengan terpenganga, "ada yang videoin gue? Siapa! Berani banget cari mati."

"Pasti temen sekelas gue." Tambahnya melototi pelayan yang ingin memberikan cappucinonya di meja namun terhenti.

"Sorry mas, temen saya lagi PMS." Bisik Delvian tidak enak karena pelayan tersebut seperti ketakuan melihat ekspresi wajah Aretha. Pelayan itupun segera kabur setelah meletakkan secangkir pesanan Aretha dimeja.

ARETHA (A Journal About Love) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang