30 - Wound

1.3K 104 4
                                        

***

Kami semua sudah selesai makan. Perutku sangat dipenuhi dengan berbagai macam makanan. Makan hari ini membuatku sangat kenyang dan hampir tak bisa berjalan. Untuk menghindari lemak yang berlebihan, aku membuat teh hangat manis agar membakar sebagian lemaknya. Aku tak tahu akan bertambah berapa kilo berat badanku setelah ini.

Setelah minum teh hangat, aku memutuskan untuk mandi. Keringatku sudah mulai mengalir seperti sungai. Selagi cuaca di dalam rumah sangat panas hari ini, aku sudah tak mandi selama di rawat dirumah sakit.

Jadi aku masuk ke kamar untuk mengambil handuk. Aku mengambil langkah langkah kecil karena masih terlalu penuh makanan di dalam perutku ini. Aku pun beranjak mandi agar kotoran di kulitku tak bertumpuk dan tidak membuatku menjadi terlihat dekil.

Tak lama, aku selesai mandi. Aku membiarkan rambutku terurai basah karena baru saja keramas. Selagi mengeringkan rambut dengan handuk sambil berjalan, aku tak sengaja menyandung kaki nakas yang berada disebelah kasur.

"Aww!" Teriakku kesakitan. Aku melihat jempol kakiku yang berdarah dan tak sengaja berbisik, "Oh, crap."

Aku butuh obat luka karena jika dibiarkan terlalu lama akan menyebabkan infeksi. Jadi, aku berkunjung ke kamar Zayn untuk bertanya jika ia punya.

"Zayn." Aku mengetuk pintunya. Sekali, dan yang kedua kalinya ia membuka pintunya. "Ada apa?" Tanyanya.

"Kau tahu obat luka dimana? Serta kapas dan plester luka?" Tanyaku dengan muka sedikit menahan sakit.

"Memangnya kenapa?" Tanyanya heran. "Aku tersandung kaki nakas dan jempolku berdarah." Ucapku sambil terpincang pincang tak seimbang.

"Biarku lihat."

Zayn menundukkan badannya dan berlutut. Dia melihat jempolku yang berdarah lalu mengusapnya. Tak sengaja ia mengusapnya terlalu keras sehingga aku harus berteriak kesakitan. "Maaf." Sesekali ia melihat keatas dan melihat mukaku.

"Biar aku saja yang mengobatimu." Lalu Zayn mengajakku kedalam kamarnya.

Dia mulai mengobati lukaku dan membungkus jempolku dengan plester luka. "Terima kasih, Zayn." Aku tersenyum.

"Sama sama." Dia membalas senyumanku. Di detik itu juga, aku terpesona dengan senyumannya. Sampai ia menyadarkanku.

"Baiklah, aku balik ke kamar." Aku beranjak dari kasur.

"Eh, bisa berjalan? Perlu kubantu?" Tanyanya khawatir. "Bisa. Tidak, terima kasih."

Aku keluar kamar dan menutup pintunya. Dan aku yakin kali ini aku tak ada kegiatan.

Aku menginjakkan kembali kakiku di kamar Waliyha. Lantainya yang begitu dingin akibat angin yang keluar dari AC telah membekukan ruangan. Rambutku pun sudah mulai mengering. Jadi, aku menyisir rambutku.

Sesudahnya aku duduk di kasur dengan kaki menyila. Dan tiba tiba teringat apa yang terjadi antara aku dan Zayn.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang membuatku merasakan sesuatu padanya? Apa aku harus memilih diantara Zayn dan Harry? Semua ini membuatku bingung. Semuanya terjadi begitu saja dan mengalir. Tak seperti apa yang kubayangkan."

Setelah lama merenung, aku memutuskan untuk menelfon Alexandra.

"ALEXANDRA!"

"ALICE!"

Kami pun mulai berbincang dan aku bercerita tentang semuanya kepada Alexandra. Dia mulai memberikan kata kata bijak. Tapi semuanya sia sia karena perkataannya tak menghilangkan rasa bingungku.

"Oh ya, Alice, aku sudah berbincang dengan kedua orang tuaku. Sekitar dua minggu lagi aku akan berlibur ke Bradford selama seminggu!" Ucapnya melalui telefon, kegirangan.

"Oh ya?! Aku tak sabar melihatmu!" Aku pun ikut senang karena aku sudah lumayan lama tak bertemu dengannya, membuatku merindukannya.

"Baiklah, sampai bertemu denganmu! Bye." Pamitnya.

"Bye!"

Setelah menutup telfon, aku mulai merasakan kantuk di mata. Jadi aku memutuskan untuk tidur, walaupun ini sudah sore.

*****

Vote yaaaw!<3

Jangan lupa comment!

Fight The Pain [Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang