26 - Treatment Room

1.3K 111 0
                                    

***

"Kau baik baik saja?" Mom Trisha bertanya khawatir. Aku mengangguk dan tersenyum.

Kulihat tante Anne berdiri di sudut ruangan sedang berbincang dengan Harry.

"Alice, apa kau mempunyai penyakit? Apakah dokter mengatakan sesuatu?" Tanya Ayah cemas. Sebenarnya aku tak sanggup melihat muka Ayah yang mencemaskan. Tapi akan lebih buruk jika aku memberitahunya.

"Tidak, Ayah. Dokter hanya berkata aku kurang istirahat." Aku menjawab.

"Apa kau mau sesuatu? Makanan? Atau minuman?" Zayn bertanya. Dan aku merasakan Harry melihatku dan Zayn dari arah sana.

"Tidak, terima kasih." Aku menolak.

"Alice, maaf kami semua tidak bisa menemanimu terlalu lama. Mungkin Zayn bisa." Mom Trisha mengusap rambutku dan melirik ke arah Zayn.

"Mungkin aku juga bisa." Harry tiba tiba menyaut. Muka Zayn mendadak berubah menjadi ketus.

"Tidak, Harry." Tante Anne menolak.

"But mom-" Kata kata Harry terpotong oleh tatapan tante Anne. Ini diantara suasana yang serius dan lucu. Muka Harry memohon seperti anak kecil.

Akhirnya mereka semua pamit. Dan hanya ada aku, dan Zayn. Awalnya suasana begitu canggung. Sampai akhirnya Zayn membuka pembicaraan dengan bertanya. "Apa kau lapar? Kau belum makan malam." Zayn bertanya.

"Tid-" Tiba tiba ada suara pertempuran yang berasal dari perutku. Aku memasang muka malu.

"Kau lapar." Zayn tertawa. "Aku akan meminta makanan kepada suster." Ucap Zayn beranjak dari kursinya. Dia pun keluar dari ruanganku.

Tak lama kemudian, ada seseorang mengetuk. Ternyata itu tiga orang suster. "Kami harus memindahkanmu ke ruang perawatan." Dan baru aku sadari, aku masih di ruang UGD. Akhirnya mereka mulai berkemas peralatan, dan memindahkanku ke ruang perawatan.

Aku khawatir jika Zayn masuk ke ruang UGD dan tak ada seorang pun disana.

Setelah dipindahkan, tiga orang suster itu permisi.

Kurang lebih, 10 menit kemudian, Zayn masuk. "Lama sekali." Aku meledek sambil tertawa.

"Aku harus mencari ruang perawatanmu yang baru." Zayn tertawa sambil membawa makanan dan minuman. Aku tak sabar mencicipinya.

Ketika makanan dan minuman sudah dekat denganku, aku langsung menyambar, mengulurkan tanganku untuk mengambil semangkuk bubur yang dilengkapi oleh ayam, dan beberapa pelengkap lainnya.

Tetapi disaat tanganku hampir menggapai semangkuk bubur itu, Zayn malah menjauhkannya. "Kau sedang sakit, jangan harap bisa makan sendiri." Zayn mengulurkan lidahnya. Aku memasang muka kesal dan melipat kedua tanganku.

"Aku memang sedang sakit, tapi bukan berarti tak bisa makan sendiri." Aku menghela nafas panjang.

Zayn mengulurkan sesendok bubur. "Buka mulutmu." Aku menolak. Walau sebenarnya aku sangat ingin memakannya. Perut dan mulutku tak bisa berhenti meminta.

"Baiklah, aku saja yang memakannya." Zayn mulai membalikkan arah sendoknya ke mulutnya, mencoba menggodaku. Aku langsung memukul tangannya. "Baiklah." Dia pun mulai menyuapi sesendok demi sesendok bubur.

Kurang dari lima menit, mangkuk bubur itu sudah bersih. Zayn mengulurkan segelas susu putih dan aku meminumnya.

"Baiklah, kau harus tidur sekarang." Zayn tersenyum.

Entah mengapa Zayn berubah. Yang awalnya ia sangat cuek dan tidak peduli, tetapi malah menjadi kebalikannya.

Ia menarik selimut sampai leherku. "Selamat malam." Zayn mengacak ngacak rambutku. Aku membenarkannya.

"Kau mau kemana?" Aku bertanya selagi ia yang sedang berjalan keluar ruangan. "Kamar mandi." Ia menjawab.

"Jangan terlalu lama. Aku tak mau sendiri." Ia mengangguk dan tersenyum.

*****

Vote yaaa! Hehe yey<3

Fight The Pain [Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang