37 - Meet Alexandra

1.3K 95 14
                                    

***

"Zayn?"

Alice menatapku dengan khawatir. Sebenarnya aku ingin merespon, namun, perasaanku masih campur aduk. Jadi aku mengacuhkannya dan berjalan melewatinya.

Aku masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu. Aku masih merasa pusing akibat mabuk. Sebenarnya aku masih belum pulih kesadarannya. Aku langsung mengambil sebotol air mineral dari dalam kulkas dan langsung menghabiskannya. "Better."

Aku berencana untuk merokok. Sudah kukatakan bahwa aku ini adalah sosok yang membutuhkan rokok sebagai penenang. Aku berjalan ke balkon kamarku dengan gontai. Apa aku sudah memberitahu bahwa kamarku memiliki balkon? Jika belum, kau tahu sekarang.

Aku menyandarkan punggungku ke pagar balkon. Untuk yang kedua kalinya, aku merogoh saku celanaku untuk menemukan bungkusan rokok milikku. Namun saku celanaku kosong. Aku yakin tadi bungkusan itu sempat terjatuh ketika di club. "Holy shit!"

Sayangnya aku hanya mempunyai sebungkus rokok terakhir yang tadi kubawa. Namun hilang. Aku menjambak rambutku pelan dan bergumam. Mungkin kalian akan mengira aku adalah seorang psikopat. Namun kalian salah, aku hanyalah seorang yang sedang kewalahan. Kepalaku mulai kembali pusing. Aku merebahkan diri di kasur dan terus memegangi kepalaku.

"Zayn?" Alice tiba tiba muncul dari pintu kamar mandi. Aku langsung mengubah posisiku dari rebahan menjadi duduk. Aku baru saja ingat, kamar mandiku tersambung dengan kamar Waliyha. Bodohnya aku.

Aku sebenarnya ingin mengusirnya dari kamarku. Aku hanya membutuhkan waktu sendiri. Namun, sisi lain diriku berkata lain. Aku membutuhkannya. Aku membutuhkan pelukan hangatnya untuk menenangkanku. Aku tidak butuh rokok, aku butuh Alice.

Ia mendekatiku dan langsung memelukku tanpa aba aba. Aku terpaku, diam seribu bahasa, tak bisa berkata apa apa. Aku pun tak bisa menolak, karena pelukan hangatnya selalu membuatku merasa tenang dan nyaman. "Aku lihat kau sedang banyak pikiran. Ada apa?" Tanyanya lembut.

Aku tak bisa berbohong, senyuman lembut yang terlukis di wajahnya sangat membuatku merasa tenang.

"Aku menghilangkan bungkusan rokokku." Balasku pelan setelah melepaskan pelukannya. Dia terlihat terkejut, "Kau merokok?" Dia bertanya. Aku mengangguk pelan.

"Aku benci perokok!"

Aku sama terkejutnya ketika Alice berkata seperti itu. Senyuman dan tatapannya berubah menjadi kecut dan tajam. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. Namun, aku kembali mengembangkan senyumanku dan membelai rambutnya dengan lembut.

"Kalau begitu, aku akan mencoba berhenti merokok untukmu."

Dia terpaku seraya menatapku kaku. Tapi, detik selanjutnya ia tersenyum.

Ia membuka mulutnya ingin mengatakan sesuatu, tapi aku cepat cepat memotongnya, "Tapi-- kau harus membantuku." Dia mengangguk.

Tentu saja, sebenarnya aku masih ragu bisa melenyapkan kecanduanku pada rokok. Kau tahu, aku sudah lama sekali merokok. Jadi akan sangat sulit bagiku untuk berhenti merokok. Tapi, demi Alice, aku akan mencoba. Mencoba itu tidak salah, kan?

Kami saling diam. Sibuk dengan pikiran masing masing. Tapi, tak lama, Alice memecahkan keheningan.

"Oh ya, tadi kau darimana? Kok pergi sampai larut malam seperti ini?" Tanyanya yang berhasil membuatku langsung mematung. Aku tak tahu harus berkata apa padanya. Sejujurnya, aku ini bukanlah pembohong yang handal. Melainkan sangatlah cupu. "Eh, tadi aku--- pergi kerumah Niall." Jawabku dengan wajah yang (berusaha) menunjukkan ekspersi jujur. Sedetik kemudian, ia mengangguk percaya. Aku menghembuskan nafas lega.

Fight The Pain [Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang