***
Tubuhku langsung terpaku ketika mata hijaunya bertemu dengan mataku. Air keran pun masih mengalir membasahi kedua telapak tanganku. Setelah beberapa detik melamun, aku menggeleng dan tersenyum tipis. Ia membalas senyumanku.
Bukankah perasaanku pada Harry sudah tersapu (hampir) habis? Mengapa hatiku berdetak kencang ketika melihat senyuman dengan lesung pipitnya itu. Sial, sia, sial!
"Hi, Alice?" Ucapannya lebih terdengar seperti pertanyaan. Ia mengangkat kedua alisnya. Aku cepat cepat mematikan keran air dan mengeringkan kedua tanganku dengan tisu kertas. Aku menghadapnya dan lagi lagi mataku tak sengaja melakukan kontak dengan mata hijaunya yang cukup membuatku melting. "H-hi?" Jawabku gugup. Namun ia kembali membalasku dengan senyuman.
"Chillin, huh?" Tanyanya yang dijawab dengan dua buah anggukan olehku.
Apa aku harus bersikap dingin dan ketus padanya? Supaya Zayn tidak akan salah sangka padaku. Ah, tapi, aku bukan siapa siapanya Zayn. Pacar tidak, istri tidak, tunangan tidak. Tapi, lagipula, juga karenaku, persahabatan Zayn dan Harry menjadi sangat tidak mulus layaknya aspal yang sedang di bongkar. Ya, aku memang mendengar perbincangan mereka saat itu dirumah sakit. Aku hanya berpura pura tidur.
"Yeah." Jawabku dingin. Well, kurasa itu cukup bekerja. Raut wajahnya sedikit berubah menjadi agak ketus. Kudengar ia menghela nafas yang lumayan panjang, namun detik selanjutnya ia kembali tersenyum. Aneh sekali, ya?
"Well, aku harus kembali ke mejaku. Pasti Ibu menungguku." Ucapnya dan langsung membalikkan tubuhnya. "H-Harry!" Lalu ia menghentikan langkahnya dan menghadapku.
"Boleh aku meminta waktumu 5 menit? Aku ingin mengenalkan sahabat lamaku. Kebetulan ia sedang berlibur disini." Tanyaku dengan hati hati. Ia mengendikkan bahunya lalu menjawab, "Hm, boleh saja." Aku pun tersenyum dan langsung menarik tangannya.
Demi Tuhan, itu refleks.
Aku sampai di meja tempat aku dan Alexandra duduk. Dia menatap kami berdua --aku dan Harry-- bingung. Alexandra seolah olah memberi tatapan bertanya siapa-ini-apa-dia-Zayn-atau-Harry. Aku kunjung membalasnya dengan tatapan sstt-diam-saja-kau.
"Hmm, Harry." Ucapku pada Harry sebelum mengenalkannya pada Alexandra. Kudengar Alexandra sempat menyemburkan sedikit lemon tea nya dari mulutnya. Aku memberikannya tatapan membunuh dan bergumam padanya kau ingin mempermalukanku? Hampir semua pasang mata melihat ke arah kami. Alexandra meresponku dengan tatapan innocent khasnya itu. Aku memutar bola mataku dan kembali berpaling pada Harry.
"Harry, ini sahabatku Alexandra. Dan Alexandra, ini Harry." Aku memperkenalkan mereka. Alexandra membelalakkan matanya dan menyeringai kearahku. Ah, aku tahu apa yang sedang ia pikirkan.
"Oh, jadi ini Harry yang kau ceritak--" Aku segera membekap mulut Alexandra dan memberikannya tatapan sangat membunuh. Jika saja Alexandra tidak kebal, ia sudah mati perlahan karena tatapanku. Aku masih menatapnya tajam. Namun, kudengar Harry malah tertawa.
"Oh, jadi, kau suka bercerita tentangku, ya?" Goda Harry yang berhasil membuatku terdiam. Alexandra membuatku malu saja, ih. Awas saja, sepulang dari sini, aku akan menguburnya hidup hidup. Aku merasakan pipiku berubah warna menjadi merah.
Sial.
Aku menunduk.
"Haha, bercanda kok. Baiklah senang bisa bertemu denganmu, Alexandra. Aku harus pergi sekarang. Bye, Alice!" Ucapnya sambil menunjukkan senyuman khasnya sebelum pergi meninggalkan kami. Aku kembali menatap Alexandra tajam sesudah Harry pergi.
"ALEXANDRA! LIAT SAJA KAU, AKU AKAN MENGUBURMU HIDUP HIDUP." Ucapku geram namun dengan volume kecil. Alexandra hanya membalasku dengan tawaan mengejeknya. Aku kembali duduk di bangku yang tadi kutempati dengan jenuh. Aku mengambil ponselku dari tas dan memainkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fight The Pain [Editing]
FanficSesuatu telah merubah kehidupan Alice. Awalnya ia hanyalah gadis biasa yang gemar menonton acara di balik layar tv. Namun setelah kepindahan dengan Ayahnya ke Bradford dan tinggal satu atap dengan keluarga Malik, kehidupannya seakan-akan berputar di...