part 8

480 39 0
                                    

Seharian itu gue cuma duduk di kursi kerja gue, beradu dengan layar komputer didepan gue, mengetik secepat yang gue bisa, gue kembali menjadi Kevin yang pekerja keras, seenggaknya gue mau menunjukkan kepada Marcus dan anak-anak lain kalau gue ngga seburuk itu, kalau gue juga punya dedikasi dalam pekerjaan.

Walaupun pekerjaan sebanyak itu ngga mungkin gue selesain dalam satu hari, setidaknya gue bisa mengurangi beban orang lain terhadap gue.

Gue emang tenggelam dalam pekerjaan , tapi gue ngga bisa melupakan begitu saja soal Popor, disela-sela kesibukan gue, gue sempet cek bolak-balik ponsel gue, harap-harap ada kabar dari Popor.

Dan gue juga berharap Popor cari gue kekantor saat dia tau gue ngga ada dirumahnya, tapi harapan gue sia-sia sampai malam ngga ada kabar apa-apa tentang Popor, dia benar-benar seperti ditelan bumi.

Gue lembur hari itu, gue sudah nyelesain seperempat pekerjaan gue yang kaya gunung itu, gue cek sekali lagi dan setelah gue rasa aman gue kirim ke Marcus lewat e-mail, Marcus sudah pulang dari tadi begitu juga karyawan lain, bahkan satpam kantor sudah beberapa kali menemui gue di ruangan buat bertanya kapan gue akan pulang karena dia juga ingin segera menutup gerbang kantor.

Gue mengeliat pelan meratakan pinggang gue yang sudah terasa patah, gue menatap jam di dinding sudah pukul sepuluh malam, sebaiknya gue pulang sekarang.

Gue menyeruput sisa kopi di atas meja, sejenak gue terdiam, gue kembali teringat kepada Popor saat melihat kopi itu, teringat saat Popor membuatkan kopi kemaren.
Popor lo kemana sih.....

Saat pulang gue sengaja melewati rumah Popor, siapa tau dia sudah dirumah.
Gue berhenti tepat di depan pagar rumah Popor, lama gue berdiam didalam mobil melihat kalau-kalau ada pergerakan dari dalam rumah, tapi nihil ngga terdengar apa-apa, bahkan pagar rumah masih sama seperti saat gue kunci tadi pagi.

Gue pulang dengan perasaan kecewa.
Kecewa dengan tingkah Popor, kecewa dengan ketidakpastian Popor, kemarin Pa bos menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya pada gue untuk menjaga popor, tapi sekarang dia menghilang tanpa kabar.

Gue marah gue kesal, entah apa alasannya tapi gue merasa hati gue hampa tanpa Popor.

______

Hari-hari selanjutnya juga sama, tidak ada Popor lagi dia menghilang bersama dengan senyum aneh nya.
Ini sudah 3 hari dia menghilang, bahkan setiap pergi dan pulang kerja gue berhenti di depan rumahnya, menunggu seperti orang bodoh kalau-kalau dia keluar dan menghambur menemui gue, tapi seperti yang gue duga, ngga ada apa-apa, hanya ada pintu yang terkunci, gue putus asa.

Seperti jadwal hari ini Pa bos akan pulang dari Guangzhou, gue deg-degan apa yang harus gue katakan pada Pa Bos tentang putrinya. Apa reaksinya saat gue malah kehilangan Popor 3 hari ini, ya sudah lah walau harus dipecat gue sudah siap.

Pukul 2 siang terdengar kegaduhan diluar, sepertinya pa Bos sudah tiba di kantor, gue cepat-cepat melangkah ke arah pintu, dan keluar dari ruangan gue, gue udah ngga tahan ingin bertemu Pa Bos dan menjelaskan semuanya.

Diluar gue melihat bang Owi terduduk di sebuah kursi di kelilingi karyawan lain, Apri mengipas-ngipaskan sebuah map kepadanya, Fajar memijiti bahunya sedangkan yang lain tertawa melihat wajah Bang Owi yang terlihat kusut.

"Kapok deh gue ikut kunjungan kerja pa Bos, gue ngga bisa tidur, ngga bisa makan karena makanannya ngga enak, gue kangen istri gue, gilaaa keluar negri itu ngga enak.." kata bang Owi sambil menarik dasinya.
Apri mengencangkan kipasannya.
Gue mendekati mereka.

Bang Owi menatap gue.

"Kevin...gue ngga mau lagi gantiin lo pergi sama Pa Bos, yang ada gue yang disuruh Pa Bos ngelobi klien, ngejelasin tentang perusahaan, dan hal-hal yang gue ngga ngerti, untung aja ada CiCi Butet kalau ngga mungkin gue udah mati berdiri, ngga lagi-lagi deh gue, gue lebih milih kerja seharian dikantor dari pada ikut pa Bos keluar negri.." kata bang Owi panjang lebar, diwajahnya jelas dia sedang frustasi.

EXTRAORDINARY GIRL [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang