part 26

371 44 0
                                    


Kevin POV

  hal yang pertama kali terfikirkan gue saat bangun tidur adalah betapa tidak adilnya hari ini bagi gue. Liat saja, matahari masih saja bersinar memamerkan sinar keemasannya dengan Angkuh, disaat gue ngga siap untuk menghadapi hari ini.
Apakah tidak bisa satu hari saja dunia ini menghormati orang yang patah hati seperti gue..?

   Bagaimana bisa hari ini begitu cerah dengan langit biru yang terhampar, seperti tidak terjadi apa-apa, seperti semuanya baik saja, padahal dunia gue hampir saja hancur.
Ya gue hancur berkeping-keping. Benar, gue  menggantungkan harapan terlalu tinggi, sehingga saat harapan itu akan direnggut dari tangan gue, 'catet akan' gue sudah ketakutan setengah mati. Dan gue sudah hancur sebelum waktu itu tiba.

Gue mematut diri gue didepan cermin, betapa kacaunya gue. Gue hampir tidak tidur selama dua hari ini, itu terlihat jelas dari lingkaran hitam dibawah mata gue.

  Gue masih ingat, beberapa waktu lalu hidup gue tersusun rapi, pekerjaan gue menjadi pusat utama hidup gue, tapi semuanya berubah 180 derajat saat cewe bernama Popor menghiasi hari-hari gue. Bahkan tanpa gue sadari dialah yang menjadi pusat hidup gue sekarang.

  Gue menarik nafas berat, gue sudah siap dengan kemungkinan terburuk dari semua ini, yah seperti kehilangan pekerjaan atau bahkan ngga akan bisa mendapatkan pekerjaan lagi sama sekali. Gue bergidik ngeri saat membayangkan bagaimana dengan mudah Bos gue itu memutus semua kemungkinan gue untuk mendapatkan pekerjaan, dalam hal ini, dia adalah seseorang yang sangat berpengaruh dalam dunia bisnis, dengan jaringan yang kuat diseluruh Indonesia. Gue mendaratkan bokong diatas kasur. Tiba-tiba kaki gue lemas.

Gue mengalami fase dilema yang cukup berat sekarang, di satu saat gue yakin untuk mempertahankan perasaan gue kepada Popor, tapi didetik berikutnya lagi-lagi gue menjadi seorang pengecut.

Gue meraup wajah gue kasar, mencoba menguatkan diri gue sendiri, gue sudah siap sejak jam 6 pagi tadi dengan kemeja lengkap untuk berangkat kekantor, tapi ini sudah jam 7 berarti gue sudah satu jam tenggelam dalam keraguan gue.

  Lakukan saja Kevin dan tidak usah berfikir lagi.

Dengan cepat gue berdiri dan melangkah keluar kamar. Mencoba menepis segala kegundahan yang menyiksa gue sedari tadi.
Baru kaki gue melangkah keluar dari pintu.
Suara khas dari Marcus membuyarkan lamunan gue.

   "Kevin lo disini...?" Gue cuma menarik ujung bibir gue mendengar sapaan Marcus. Pertanyaan yang tidak perlu gue jawab.
"Kevin lo kenapa...?" Marcus menatap gue dari ujung kepala hingga ujung kaki.

   "Koh.. kapan datang...?" Kata gue tak menggubris tatapan keheranan dari Marcus.
  
   "Tengah malam tadi, gila puncak macet parah, gue pulang sama pa Bos jam 3 sore nyampenya tengah malem, mana hujan lagi, tobat deh gue"
Marcus memijat dahinya, terlihat dia juga kurang tidur walau tak separah gue. Hue sedikit menegang hanya mendengar Marcus menyebut 'pak Bos', dan sialnya Marcus selalu menyadari perubahan air muka gue.
   
    "Vin.. " Marcus menatap gue dengan tatapan seribu pertanyaan. Kadang gue kesal dengan Marcus yang terlalu mengenal gue. Atau memang gue tidak begitu pintar dalam menyembunyikan perasaan gue. Entahlah....

   Gue mengalihkan pandangan kesembarang arah.
 
   "Gue duluan Koh, udah telat soalnya..." lagi-lagi gue berusaha lari dari tatapan Marcus. Gue hanya tidak mau membahasnya lagi sekarang, gue takut mood gue hancur lagi kaya kemaren.
Gue berlari kecil menuju mobil tanpa memperdulikan Marcus yang masih mematung dengan mulut sedikit menganga. Mungkin dia merasa diabaikan.

________

Dengan langkah berat Kevin berjalan menuju ruangannya, untung saja kantor masih sepi karena belum begitu banyak karyawan yang datang. Kevin masih tidak bisa menyembunyikan raut wajahnya yang sudah berubah mendung, dan sepertinya sebentar lagi badai. Entah kenapa Kevin tidak bisa menahan diri untuk tidak melewati rumah Popor, dan yang membuatnya kalut adalah, mobil Anthoni masih saja terparkir di halaman rumah Popor.

  Braakk...
Kevin menendang kaki meja dengan keras, dia merasakan denyutan dibalik sepatunya. Mungkin kakinya memar sekarang. Kevin juga tidak mengerti kenapa sekarang dia semakin emosional apalagi menyangkut tentang Anthoni. Cowo itu punya tatapan mengintimidasi dan Kevin sangat membenci itu. Rasanya tidak keberatan bagi Kevin untuk memberinya bogem mentah lagi.

  Kevin mendaratkan bokongnya dikursi kerjanya, membuka kancing atas kemejanya, dia merasa kesulitan bernafas hanya karna memikirkan Popor bersama Anthoni. Dia sudah merasa hampir gila karena tidak bisa melihat Popor.

  Drrtt.. drrtt..
Satu pesan masuk ke ponsel Kevin. Dengan cepat Kevin mengambil ponsel disaku celananya. Bisa saja itu Pak Bos.
Raut wajah Kevin berubah sayu saat melihat nama dilayar Ponselnya.

By :💕Popor 💞

  I miss you Kevin.

Tubuh Kevin merasa terbang keawang-awang, bolehkah dia bahagia mendapati kenyataan kalau Popor juga memikirkan dia sekarang...?

Satu pesan kembali masuk.

By : 💕Popor 💞

You dont came to breakfast..?

Kevin memandang lekat setiap ejaan yang ditulis Popor, oh Tuhan bagaimana aku tidak mencintainya, dia bahkan terlalu sulit untuk dilupakan.

Kevin sangat ingin membalas pesan Popor, menuliskan kata-kata indah kepadanya dan menjelaskan betapa Kevin merindukannya hingga hampir gila, tapi yang terjadi jari-jarinya berubah kaku. Kevin mengemerutukkan giginya, kesal dengan dirinya sendiri.

Tok tok tok..
Creekk .
Pintu terbuka, Marcus sudah berdiri diambang pintu dengan setumpuk kertas yang dia bawa di kedua tangannya. Kevin refleks berdiri. Tapi Marcus mengisyaratkan Kevin untuk tetap dimejanya.

   "Ini Vin, hasil Rapat kemaren, lo cek lagi dan kasih laporannya ke Pak Bos, oh ya lo juga harus mengecek hasil keuangan kantor selama 3 bukan terakhir, kalau udah selesai kirim softcopy nya ke gue ya.."
Marcus meletakkan setumpuk kertas itu dimeja Kevin. Biasanya Kevin akan bersemangat bila mendapatkan pekerjaan seperti ini, tapi entahlah.. semangatnya sudah hilang sejak kemarin.
Marcus menatap Kevin sejenak dan menepuk ringan bahunya. "Lo bisa Vin... gue yakin.." katanya pelan. Kevin mengerutkan kening dalam. Sebenarnya Marcus menyemangatinya untuk apa...? Pekerjaan atau.....?
Kevin sudah siap membuka mulutnya, tapi Marcus bergegas keluar dari ruangan Kevin. Pembalasan

Baiklah setidaknya Kevin menyelesaikan pekerjaan nya sebelum benar-benar pergi. Ralat 'diusir'.

__________

  Ini sudah jam istirahat makan siang, tapi sejengkal pun Kevin tidak meninggalkan ruangannya. Dia lagi-lagi lupa waktu karena tenggelam dalan pekerjaan, yah dia bisa lupa waktu, tapi dia tidak bisa lupa Popor, cewe itu selalu bergelayut di pelupuk matanya. Ah senyum itu, rasanya ingin sekali melihatnya sekarang.

Kevin hampir menyelesaikan satu pekerjaannya saat pintunya kembali diketuk seseorang, kali ini cici Butet.

   "Vin, ditunggu Pak Bos diruangannya."
Kepala Cici menjempul di balik pintu. Kevin meneguk salivanya kasar. Waktunya telah tiba.

Kevin menarik nafas dalam, dia sudah siap, setidaknya dia tidak lari dari ini semua.

Kevin sudah berdiri di depan atasannya yang bertubuh gempal itu. Setelah dipersilahkan masuk Kevin hanya mematung memandang Pak Bos yang sibuk meletakkan beberapa berkas kedalam tas jinjingnya.

    "Siap-siap Kevin, kita ada rapat  setelah jam makan siang dengan tamdem asal Indonesia yang ingin memasarkan produknya ke Tiongkok." Kata Pak Bos  sambil meletakkan kaca matanya kedalam saku jasnya. Kevin hanya melongo, bahkan saat Pak Bos sudah berjalan kearahnya, Kevin masih tenggelam dalam keterkejutan.

   "I-iya Pak... saya Ambil Laptop dulu.." Kevin gelagapan saat Pak Bos memandangnya dengan tatapan memerintah.

Up....
Bagian ini aku bikin dua bagian yaa..
Stay tune...

EXTRAORDINARY GIRL [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang