Terkadang, setiap usaha dan kerja keras tidak selalu berbuntu pada pengharapan. Karena impian tidak semudah itu untuk diraih, butuh pengorbanan, butuh kesabaran, butuh jatuh dan bangun berkali-kali. Kuncinya,jangan pernah menyerah.
"I will never give up. Bukan karena aku tidak ingin menyerah, tapi karena aku memang tidak bisa menyerah"
Jungkook punya mimpi. Mimpinya adalah hidup seperti apa yang dia mau. Mimpinya adalah membuktikan pada ayahnya bahwa ia bisa berdiri dengan kakinya sendiri. Bahwa keputusan yang ia ambil untuk dirinya adalah yang terbaik.
"Hari ini papa pulang. Gue minta lo jangan kemana-mana" Pintu coklat itu tertutup sangat rapat, Wonu berdiri di depannya tanpa berniat mengetuk atau bahkan membuka pintu itu. Sebab ia tau Jungkook tidak akan senang melihatnya.
"Dia nggak butuh gue" jawab Jungkook dari dalam. Suaranya lemah terhalang pintu yang sama kokohnya dengan pendirian Jungkook.
"Lo nggak bisa terus lari dari masalah. Mau gimanapun juga lo harus ngomong sama papa"
"Hah.. gue bukan elo. Dia nggak pernah dengar omongan gue. Mau gimanapun juga, dia nggak akan peduli sama gue" ringis Jungkook. Menyadari seberapa menyedihkannya ia saat ini.
"Terserah, kenyataannya kalian berdua sama egoisnya"
Pikir Wonu, memang siapa yang tidak punya mimpi? Semua punya. Wonu juga punya. Tapi pendiriannya tidak sekukuh Jungkook yang bisa menentang kehendak papa mereka. Wonu tidak seberani Jungkook. Mimpi Wonu tidak sekuat mimpi milik Jungkook. Sebutlah ia pengecut. Toh memang begitu adanya.
Hanya saja bagi Wonu, egoisme dari papa dan Jungkook membuatnya terkekang pada situasi yang jauh lebih sulit lagi. Ia jadi serba salah.
Pernah ada masa dimana Wonu adalah orang pertama yang paling di kagumi oleh seorang Jungkook. Sosok kakak keren, yang selalu bersikap tenang dan dewasa. Sosok kakak yang selalu Jungkook banggakan karena prestasinya yang luar biasa.
"Suatu saat aku pengen kayak abang. Aku juga pengen megang piala trus pamerin sama papa" ucap Jungkook untuk kesekian kalinya setiap melihat Wonu pulang membawa piala.
"Makanya belajar yang rajin" tutur Wonu.
Jungkook tersenyum mengangguk mantap. Yakin bahwa ia bisa seperti Wonu suatu saat nanti.
Tapi kenyataamya Jungkook adalah Jungkook dan Wonu adalah Wonu. Dua anak dengan dua kepala berbeda serta bakat yang berbeda. Wonu punya keahlian di bidang akademis yang selalu berhasil membuatnya mendapatkan perhatian dari papa mereka. Sedangkan Jungkook sangat payah dalam bidang itu.
Minat Jungkook lebih kepada seni. Jungkook senang melukis, pandai bernyanyi dan mampu menari dengan sangat baik. Jungkook mampu melakukan berbagai macam bidang olahraga dan mengusai banyak bidang. Kelemahannya hanya satu, ia payah dalam hal pelajaran.
Dan bagi papa Jungkook, seni itu murah. Masa depan seniman selalu berakhir menyedihkan. Sama menyedihkannya dengan atlet yang telah berakhir masa jayanya. Ada puluhan bahkan ratusan seniman dan atlet yang berakhir luntang-lantung di masa tuanya. Maka bagi papa Jungkook,sekeras apapun usaha Jungkook menunjukkan bakatnya, itu tidak akan ada apa-apanya jika dibandingkan dengan prestasi akademis milik Wonu.
"Dimana Jungkook?" Meja makan terasa sangat mencekam jika papa mereka hadir disana. Sosok papa mereka yang otoriter, tegas, dan kaku membuat mereka tertekan setiap kali melihatnya. Wonulah yang paling tenang setiap kali menghadapi sosok otoriter itu. Sedangkan Seulgi dan Jungkook seringkali memilih untuk menghindar disetiap pertemuan.
"Ada di kamarnya. Biar saya panggilkan" Wonu segera berdiri dari duduknya.
"Duduklah. Kamu tidak perlu repot repot mengurus orang yang bahkan tidak perduli dengan dirinya sendiri. Dia tidak perlu ada disini"
KAMU SEDANG MEMBACA
Strawberry Sweeties
Fanfiction"Nu, kalau ternyata gue suka sama lu gimana?" "ya ga gimana gimana" Dulu tuh kita masih terlalu muda, masih SMA. Masih abu abu soal yang namanya cinta. Kita tuh kaya buah stroberi, dominan asam tapi ada manis manisnya.