Suasana ruang Ujian Akhir Semester
Ruang ujian kini telah di upgrade dengan AC. Semua kursi diganti dengan kursi yang lebih layak. LCD monitor juga terpasang rapi. Papan tulis terlihat putih bersih tak ternoda sedikitpun. Pak Dekan telah memberi banyak perubahan gedung selama semester ini. Siapa lagi kalau bukan Udin sang mahasiswa tersayang yang mengusulkan semua ini. tetapi, perubahan itu semua tidak berlaku pada ruang ujian tempat Udin dan sekawannya. Terasa begitu panas dan tidak nyaman. Setelah diruntut, ada satu penyebabnya. Siapa lagi kalau bukan Udin. Dari menit awal ujian sampai menit ke 30 ini dia gelisah. Mendengus kesana kemari. Menghela nafas panjang lalu membuangnya. Udara dari nafas dan hidung Udin itu mengalahkan kesejukan AC dan mengubah udara menjadi panas. Bayangkan saja, di ruangan ber AC (red: AC nya hidup lho ya) semua penghuninya kipas-kipas sendiri. Mustofa mengipasi dirinya memakai selembar kertas yang seharusnya dipakai untuk hitung-menghitung. Uji dan Mahmud sampai melepas sepatu mereka. Tujuannya biar kakinya terasa dingin. Yang paling tidak tahan panas adalah Bopila. Bopila ijin keluar sebentar. Ternyata dia pulang ganti kaos berkerah dan membawa sepastik es batu. Di kelas, es itu diletakkan di atas kakinya.
"Din, elu kenapa sih ? Ngendus-ngendus gitu kayak guguk," kata Uji yang sepertinya sudah mulai lelah dengan kepanasan yang dibuat Udin.
"Gue sedih Ji ?"
"Sedih kenapa jhon ?"
"Ya nggak sedih gimana, gue ngisi kolom nama di LJK pake alamat gue. Terus gue ngisi kolom kelas pake nama gue. Terus gue ngisi kolom mata kuliah pake nama bapak gue," jawab Udin dengan muka sedih (red: menyeramkan)
"Ya ampun, tinggal elu hapus Udin ganteeeeeng," jawab Uji sedikit kesal.
"Gue nggak punya penghapus jhon."
"Ya kan tinggal minjem Udin pe'a."
"Tuh coba elu lihat di papan tulis. Peraturannya tidak boleh meminjam peralatan tulis ke mahasiswa lain," jawab Udin lagi.
"Lama-lama gue upper cut juga elu Din. Ya kalau tidak boleh ke mahasiswa tinggal pinjem pengawasnya."
"Elu pinter juga jhon."
"Enggak Din. Elu aja yang kepinteran," jawab Uji kesal.
"Ah elu bisa aja Ji muji gue. Makasih ya."
"Sini gue mutilasi elu !"
Udin langsung bangkit dari tempat duduknya. Menghampiri dosen pengawas yang duduk di depan.
"Pak, saya boleh pinjam penghapusnya ? Saya salah mbuletin pak. Pliissss," kata Udin.
"Kamu tidak bawa peralatan tulis ya ? Saya tidak bawa penghapus mas," kata dosen itu.
"Biar saya pinjami saja Udin pak. Gapapalah melanggar satu peraturan yang sebenarnya nggak terlalu penting. Bapak pengin kan telepas dari udara pengap dan panas ini ?" Uji menyela.
"Yaudah gapapa. Yang penting AC nya berguna," jawab dosen.
Akhirnya Udin kembali ceria. Udara sejuk pun mulai terasa. Semua penghuni ruang ujian merasa lega. Masalah jawaban sama sekali tidak membuat Udin panik. Sistem kocokan selalu dia pakai. Mungkin hanya Udin satu-satunya mahasiswa yang mengkhawatirkan kesalahan menulis nama daripada kesalahan menjawab soal. Mungkin hanya dia mahasiswa yang sampai salah menulis nama dia sendiri. karena memang Udin adalah mahasiswa yang terlalu pandai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Kuliah Si Udin
HumorSudah tamat Sisi lain keseharian si Udin selama kuliah yang tidak lumrah dan sebenarnya tidak berfaedah untuk dibaca. Namun perjuangan mencari cinta lah yang menjadikannya seorang mahasiswa "luar biasa".