Episode 16

6K 440 58
                                    

Hari mulai terasa gelap. Lampu-lampu kota perlahan menunjukkan sinarnya. Rembulan terasa begitu sempurna menerangi. Tepat pukul 7 malam, Mustofa dan lainnya mulai memasuki kawasan gang sempit. Gang pemukiman kumuh yang terlihat becek di mana-mana karena hujan siang tadi. Semua pikiran berkecamuk di kepala Mustofa. Dia tidak bisa membayangkan kehidupan Udin di daerah seperti ini. Bagaimana mungkin Udin bisa betah hidup di lingkungan seperti ini. Akhirnya, mobil pun tidak sanggup meneruskan perjalanan lagi karena jalan sudah benar-benar sempit dan mengharuskan mereka jalan kaki.

"Cukup sampai di sini kita naik mobil. Gang depan udah nggak bisa lagi pake mobil. Jadi kita jalan aja," kata Haura sembari mematikan mesin mobil.

"Siap...," jawab pak Wisnu dengan semangat (mungkin dialah orang yang paling optimis dalam misi pencarian Udin ini)

Mereka turun dari mobil dan berjalan beriringan dengan Haura sebagai penunjuk jalannya. Hampir 10 menit mereka berjalan kaki. Sejauh mata memandang hanya pemukiman kumuh tyang terlihat. Bahkan di sekeliling ditutupi dengan tembok besar. seakan pemukiman itu diisolasi dari dunia luar. Namun ada hal baiknya. Jalan di pemukiman itu jauh lebih bersih dan rapi daripada jalan yang dilalui di gang menggunakan mobil tadi. Tidak becek dan nyaman untuk berjalan kaki.

"Susah nih kalau cari Udin di sini. Udah gelap lagi," celetuk Uji.

"Mungkin kita bisa tanya-tanya sama warga sini Ji," jawab Mustofa.

"Tapi yang ada cuma anak-anak kecil yang lagi bermain tuh," kata Sinta sambil menunjuk ke arah kerumunan anak-anak yang bermain kelereng di depan salah satu rumah.

"Gue samperin ah," kata Uji.

"Gue ikutan Ji," Bopila mengikuti Uji.

"Haloo adek-adek, lagi ngapain ?" kata Uji.

"Waaaaaa setaaaaan," serempak anak-anak tersebut berhamburan berlari ke rumah tersebut dan mengintip dari jendela.

Namun, ada satu anak yang hanya terdiam terpaku melihat Uji dan Bopila. Matanya memandang keduanya bergantian. Melihat kejadian itu, Mustofa langsung menghampirinya.

"Eh maaf dek, ini teman saya. Mereka manusia, sama seperti kalian. Walau seperti itu mereka baik kok," kata Mustofa lembut dan mengeluarkan senyum andalannya.

"Bohong tuh masnya. Pasti sudah digigit sama setannya. Cepetan masuk sini kalau tidak mau digigit," kata salah satu anak yang mengintip dari jendela di dalam rumah.

Anak yang masih di luar itu satu-satunya anak perempuan. Ada 6 anak yang bermain tadi. Lima laki-laki yang saat ini bersembunyi di dalam rumah, dan satu anak perempuan yang masih terpaku melihat Uji dan Bopila ditambah kedatangan Mustofa yang membuatnya tidak beranjak dari tempat berdirinya.

"Mas mau tanya sesuatu boleh ?" lanjut Mustofa tanpa mempedulikan anak lainnya.

Sang anak perempuan itu hanya mengangguk.

"Kamu tahu nggak yang namanya Udin ? Katanya dia tinggal di sini ?" tanya Mustofa.

Seketika raut wajah anak itu berubah menjadi tegang dan penuh kecurigaan. Lima anak lainnya langsung keluar dari rumah dan menunjukkan kewaspadaan kepada Mustofa.

"Siapa kalian ? Apa hubungan kalian dengan mas Udin ?" kata anak lainnya penuh penekanan.

Mustofa tersenyum lebar. Setidaknya dari jawaban tersebut dia tahu bahwa Udin benar-benar tinggal di sini dan anak-anak itu mengenalnya dengan baik.

Catatan Kuliah Si UdinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang