Episode 22

6.6K 411 36
                                    

Senja mulai merasuki suasana kampus. Redup, hangat, dan jingga. Semua nampak tenang saat aktivitas tidak sepadat pagi dan siang tadi. Ada satu gedung yang masih riuh ramai mahasiswa berdatangan. Sore ini ada jadwal pembekalan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Wajah-wajah mahasiswa semester tua sudah tergambar jelas keluar masuk gedung tersebut. Tahun ini, kampus memberangkatkan hampir 3000 mahasiswa untuk mengabdi di daerah-daerah berkekurangan.

Lima mahasiswa yang terlihat kusut tergopoh-gopoh berjalan ke gedung tersebut. Terlihat lesu dan tidak bersemangat. Akan tetapi, di belakang mereka ada satu mahasiswi yang bersinar di antara mahasiswa yang lesu tadi. Senyumnya membuat siapa saja yang melihat pasti terpesona. Unin seharian merawat Udin yang kena pukulan keras Putri. Dia merasa bersalah karena Putri merupakan sahabat terbaiknya. Pada akhirnya, dia sampai bersama-sama dengan Mustofa dan lainnya pergi ke gedung lembaga pengembangan dan pengabdian masyarakat milik kampus untuk pembekalan sebelum pemberangkatan menuju lokasi KKN.

Uji dan Bopila terlihat murung. Mereka menganggap Udin terlalu cari perhatian kepada Unin.

Plaaak....

"Alaaah ini dari tadi cari perhatian teruuuus. Sakit gini aja ngeluh lu Din," kata Uji kesal sambil menampar Udin.

"Aaaawh, sue lu Ji. Ini beneran sakit," kata Udin kesakitan.

Buuuuk....

"Banyak alasan lu Din," Bopila memukulkan buku mikro ekonomi 1000 halaman ke jidat Udin yang benjol.

"Duuuuh, lu juga Bop. Sakit tauuu," kata Udin.

"Kak Uji kak Bopilaaaa ! Jangan gitu," kata Unin menatap tajam wajah Uji dan Bopila.

Wajah Unin cemberut. Pipi bakpaonya semakin mengembang menghanyutkan hidung mungilnya. Bibirnya maju beberapa senti.

"Waaaaaa, cantik kamu kalau gitu Nin. Diem aku foto," kata Mahmud yang sangat suka drama Korea. Ekspresi Unin itu sangat mirip dengan artis Korea idolanya.

Unin yang dipuji seperti itu bukannya senang tapi matanya berkaca-kaca. Kelopak matanya mulai sembab. Sebentar lagi akan ada yang mengalir deras. Wajahnya mulai memerah. Hal itu membuat Uji dan lainnya panik setengah mati.

"Woooy Mud, salah elu ngeledeknya keterlaluan," kata Uji.

"Gue nggak ngeledek Ji. Kan gue memuji Unin."

"Ya gara-gara itu dia nangis kaan ?"

"Terus gue harus gimana ?"

"Elu minta maaf dulu sono," kata Bopila.

Mahmud mendekati Unin yang sesenggukan berdiri di dekat jembatan kecil milik kampus. Terlihat beberapa butir air matanya mengalir.

"Unin cantik, maafin aku ya ?" kata Mahmud.

Tanpa melihat Mahmud yang sekuat tenaga meminta maaf, tangis Unin pecah. Air matanya begitu deras. Terdengar suara imutnya seperti kesakitan.

"Bodoh kamu Mud. Jangan ada embel-embel cantik lagi," kata Uji gemas.

"Oh iya. Unin jelek, maafin aku ya," kata Mahmud.

Uji menepuk jidatnya keras. Dia hanya geleng-geleng kepala dengan apa yang dipikirkan Mahmud. Tangis Unin seperti diesel saja. Semakin panas semakin keras suaranya. Jitakan keras mendarat di kepala Mahmud.

Catatan Kuliah Si UdinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang