Episode 33

3.7K 292 52
                                    

Terik matahari memanas seiiring jam berputar. Tepat jam 10 siang, Unin dan Laila sampai di kecamatan untuk menyampaikan proposal yang sudah dibuat Udin dan Mustofa. Unin masuk ke ruangan pak Camat dengan percaya diri. Dia sangat yakin dengan proposal yang baru dibacanya sekilas itu. Belum sampai di pintu masuk, Unin dipersilakan duduk oleh salah satu pegawai kecamatan. Tidak hanya sampai di situ, dia bahkan di dibuatkan teh manis bersama Laila yang mendampinginya. Perlakuan berbeda dengan yang dirasakan Udin saat pertama kali datang ke kantor itu. Awalnya dia diusir karena dikira pemulung yang lancing masuk kantor. Hal itu juga tidak sepenuhnya salah dari pegawai kecamatan. Saat itu, Udin hanya memakai kaos oblong dengan celana pendek ditambah sandal jepit. Dia tidak memakai satupun atribut KKN entah baju atau topi. Untung saat itu pak Camat sudah mengenali Udin menghentikan pegawainya mengusir Udin.

"Silakan mbak," sapa asisten pak Camat yang keluar dengan memeluk berbagai dokumen.

"Iya bu," jawab Unin singkat.

Kemudian, Unin masuk ke ruangan yang cukup luas itu. Dia disapa pak Camat yang cukup ramah dengan senyum lebarnya. Pak Camat merupakan kebalikan dari pak Kades kalau dilihat segi fisiknya. Badannya tidak terlalu tinggi dan sangat kurus. Hanya kumisnya saja yang gemuk. Kadang senyum lebar itu tertutup oleh lebatnya kumis yang mungkin tidak pernah dicukur bertahun-tahun. Awalnya Unin antusias menjelaskan isi proposal yang dibawanya. Diskusi pendekpun berlangsung sesudahnya. Lalu percakapan mereka diakhiri dengan ramah tamah saja.

"Jadi kegiatan kita akan dilaksanakan besok lusa. Sebenarnya semua acara ini udah saya dan mas Udin bicarakan beberapa hari yang lalu. Persiapannya juga sudah hampir selesai. Mungkin mbak Unin bisa lihat di depan kantor sudah disiapkan panggung. Semua kegiatan dilaksanakan dari pagi sampai sore selama dua hari. Hari pertama nanti ada jalan sehat dan hiburan lalu yang hari kedua menyelesaikan lomba-lomba antar desa."

"Nggih pak siap. Lalu kami dari tim KKN bisa bantu apa ya pak ?" tanya Unin menanggapi penjelasan dari pak Camat.

"Saya minta bantuan saat acara hari pertama saja ya mbak. Nanti tolong disampaikan ke mas Udin ya. Terutama saat jalan sehat nanti. Kita butuh banyak orang untuk menertibkan peserta. Saya kira kalau seribu peserta lebih mbak, satu kecamatan dan sudah disosialisasikan lama. Kalau yang hari kedua, kami minta dari KKN jadi peserta saja."

"Siap pak Camat," kata Unin dengan polosnya.

Obrolan selanjutnya hanya sebatas obrolan santai. Unin dan Laila ditanya tentang beberapa hal oleh pak Camat. Sampai adzan dhuhur mereka harus di kantor kecamatan. Ternyata pak Camat cukup betah untuk bercerita. Beliau hampir satu jam bercerita tentang dirinya dan sekitarnya. Kejadian-kejadian sedih maupun lucu. Banyak hal yang bisa Unin dan Laila dapat dari cerita itu. Pengalaman yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Setelah adzan berkumandang, keduanya berpamitan langsung menuju ke posko KKN. Sebelum pulang, ternyata mereka diberikan tiga pastik besar yang berisi berbagai makanan yang lebih dari cukup untuk dibagikan dengan satu kelompok.

"Yah waktu kita sudah tersita dua hari untuk memeriahkan acara di kecamatan Nin," kata Laila dengan nada sedih saat di perjalanan pulang ke posko.

"Iya La. Tapi bagaimanapun juga kita tamu di sini. Harus menghormati tuan rumah juga. Apalagi ini programnya mas Udin sebagai koordinator kecamatan. Untung saja pak Jhoni sudah survey ke tempat kita, jadi nggak ada beban lagi untuk laporan ke dosen pembimbing lapangan," jawab Unin kepada Laila yang tidak menggunakan panggilan 'mbak'. Laila sendiri yang meminta mengilangkan panggilan itu. Dia merasa jauh lebih tua kalau dipanggil 'mbak'.

"Efektf kita hanya punya waktu bersama empat hari. Itupun dikurangi malam hari yang harus mengikuti serangkaian acara di rumah pak Kades."

Catatan Kuliah Si UdinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang