Episode 36

1.3K 79 3
                                    

Tiga tahun kemudian...

Pagi buta, pak Ridwan sudah memanaskan mesin mobil milik ayah Udin. Rumah itu sudah terbiasa sibuk di pagi hari. Pagi ini sedikit berbeda. Pak Ridwan yang sering mengantarkan ayahnya Udin, kali ini mendapatkan tugas untuk mengantar Udin. Tepat hari Sabtu di minggu terakhir bulan Desember, Udin mempunyai segudang kegiatan yang perlu dia datangi. Semua hal ini tidak lepas dari posisi Udin yang saat ini menjadi direktur dari anak perusahaan sang ayah di Jogja. Perusahaan ini tidak serta merta diberikan cuma-cuma kepada Udin, tetapi usaha yang dimulai Udin dari awal sampai sebesar ini dan akhirnya menginduk ke perusahaan property milik ayahnya untuk kemudahan legalitas. Beberapa di antara kesibukannya, ada kegiatan yang penting untuknya. Jam 7 pagi sampai jam 9 siang ada rapat direksi di salah satu hotel di Solo. Udin yang meminta langsung di tempat tersebut karena jam setengah 10 dia harus kembali ke kampus. Ini hari yang bersejarah untuknya. Setelah berjuang cukup gigih dari ketertinggalannya dari sahabat-sahabatnya, akhirnya Udin bisa ujian Skripsi. Dua tahun adalah waktu yang dia habiskan untuk menambah studi. Sebenarnya dia tidak perlu menyelesaikan kuliahnya jika dilihat dari kesuksesan Udin saat ini, tetapi keluarga besarnya sangat ingin Udin menyelesaikan studi tersebut.

Pak Ridwan hanya butuh waktu satu jam untuk mengantarkan Udin sampai di hotel yang dimaksud. Udin kemudian turun dari mobil dengan setelan jas hitamnya. Semenjak menjadi direktur, dia mengubah penambilannya lebih rapi dan klimis. Udin tidak langsung menuju hotel, dia menghampiri pak Ridwan.

"Pak Ridwan ikut masuk bareng saya ya," kata Udin setelah mengetuk kaca samping pengemudi.

"Wah tidak perlu den. Saya nunggu di sini saja," jawab pak Ridwan.

"Sudahlah, ayo pak ikut sini."

Pak Ridwan tidak bisa menolak permintaan itu walaupun sebenarnya dia tidak enak hati diperlakukan sangat istimewa oleh Udin. Sebenarnya bukan hanya dia, semua karyawan dari keluarga Udin sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Sampai di lobi hotel, Udin sudah disambut oleh anggota direksi dan beberapa karyawan hotel. Setelah ramah-tamah sebentar, dia langsung menuju ruangan yang dipersiapkan bersama anggota direksi yang lainnya. Rapat berjalan cukup cepat dengan hasil usulan yang strategis untuk diterapkan pada perusahaan. Kemudian, mereka menikmati sarapan pagi di restoran hotel. Lagi-lagi, pak Ridwan harus mengiyakan permintaan Udin untuk bergabung bersama mereka.

"Pak Ridwan, jam 9 tepat kita ke kampus ya," jawab Udin datar.

"Siap den Udin."

"Maaf ya seharian pak Ridwan harus nemenin saya."

"Jangankan seharian den, seminggu penuh pun saya siap, haha," jawab pak Ridwan.

"Haha, tapi serius pak. Ini saya deg-degan banget. Kata temen-temen ujian Skripsi itu susah lho pak."

"Den Udin tenang saja, saya yakin pasti den Udin bisa melewatinya. Kan den Udin pinter."

"Pinter darimananya pak, molor dua tahun nih. Empat semester lho. Saya udah kayak mahasiswa veteran. Kayak jadi donator tetapnya kampus."

"Hahaha, den Udin bisa aja. Penting den Udin jujur saja. Kalau emang nggak bisa menjawab ya bilang nggak bisa."

Percakapan keduanya berhenti ketika mobil memasuki parkiran fakultas. Dia segera menuju ruangan tempat ujian. Adik tingkat yang dipercaya Udin (namanya Rio) untuk membantu mempersiapkan segala keperluan ujiannya sudah siap di ruangan.

"Mas Udin, udah siap semua nih. Tinggal hubungin dosennya. Kayaknya tadi sudah di ruangan," kata Rio.

"Oke bro. makasih banget ya."

Catatan Kuliah Si UdinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang