Episode 10

8.3K 524 51
                                    

Lomba Dies Natalies fakultas hari ke-2

Udin dan teman-temannya sudah bersiap-siap di lapangan basket. Memakai kostum basket bewarna hitam bergaris putih, Udin bermain dengan pemain yang berbeda saat lomba futsal kemarin. Mereka berlima berjalan keren kayak di anime Kuroko. Semua sudah siap dengan memakai kostum kebanggaan. Hanya Udin yang masih memakai jaket kesayangannya, yaitu jaket klub sepakbola Manchester United. Tidak hanya itu, Udin juga masih memakai sandal jepit hijau pemberian Mustofa dan topi kesayangannya betuliskan "VR46".

"Maaf mas, bisa minta tolong dibersihkan dulu lapangannya. Kotor banget mas. Sapunya ada tuh di samping tribun," kata salah satu panitia lomba.

Ya kali gue dikira cleaning service fakultas. Tapi yaudah deh gapapa, itung-itung bantuin mas-mas dan ibu-ibu yang sering bersihin fakultas ini, gumam Udin dalam hati.

Udin pun langsung mengambil sapu tanpa pikir panjang. Teman-teman setimnya pun tidak ada yang sadar kalau yang menyapu lapangan adalah Udin. Maklum makhluk astral yang sulit dirasakan hawa keberadaannya.

"Mas-mas, sini mas bersihin sepatu gue," celetuk salah satu pemain dari tim lawan.

Udin mulai geram. Dilihat dari penampilannya, dia anak orang kaya. Semua baju dan sepatunya berkilauan (mungkin terbuat dari emas kali). Banyak cewek-cewek juga yang nempel terus ke dia.

Ni anak bikin gue kesel banget. Emosi gue liat mukanya. Ganteng sih, tapi sombong jhon. Pengin gue tonjok, gumam Udin lagi.

Udin pun mendekatinya dan mengelap sepatu mahasiswa itu. Selesai mengelap, Udin langsung pergi meletakkan sapu dan pergi ke kamar kecil untuk ganti baju bertanding basket.

"lu pasti marah banget sama anak tadi Din," kata seseorang yang kebetulan juga ke kamar kecil laki-laki itu.

"Pastinya, sombong banget cuma karena orang tuanya. Eh, elu siapa ?" tanya balik Udin.

"Gue Dimas Din. Gue dari fakultas MIPA. Salam kenal Din. Gue tau elu dari pertandingan futsal kemarin. Elu mainnya imba banget," kata orang itu. (imba artinya imbalance. Tidak seimbang alias terlalu kuat)

"Oh salam juga Dim. Ah biasa aja gue nggak terlalu jago, itu lawannya aja yang terlalu mudah saja," kata Udin yang antara mau merendah hati dan menyombongkan diri beda tipis.

"Haha, pokoknya pertandingan basket ini elu harus menang besar Din,"kata Dimas.

"Emang kenapa kok elu kayaknya ada sesuatu dengan anak itu ?"

"Dulu dia ngerebut pacar gue. Cuma gara-gara uang. Dan itu didepan semua orang di fakultas. Jujur gue malu banget. Bukan hanya itu, dia juga terkenal sombong dan kadang berbuat semaunya di kampus. Banyak cleaning service yang sering jadi korbannya."

"Oke tenang saja, akan gue tunjukin gimana rasanya malu di depan banyak orang. Gue juga udah sepet lihatnya."

"Dia jago lho basketnya."

"Berarti gue harus lebih jago dari dia kan ?" kata Udin optimis.

Dimas pun tersenyum. Setelah sekian lama dia harus memendam rasa malu yang tak terkira, dia berharap Udin bisa memberi anak itu pelajaran. (red: bukan pelajaran ekonomi atau matematika ya, plis, Udin itu IQ nya jongkok)

Sesaat kemudian, panitia pun mengumumkan pertandingan akan segera dimulai. Pembawa acara pun mengumumkan nama pemain dari masing-masing tim.

"Berikutnya...nomor punggung 7, Brenda Julius," kata pembawa acara.

Catatan Kuliah Si UdinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang