Episode 27

4.3K 373 64
                                    

Cuaca berubah. Panas yang membakar kedamaian siang itu terpaksa menyingkir dan mempersilakan hujan menemani manusia di bumi. Hujan menyapa dengan rintiknya. Ia bertamu cukup sopan ke bumi Tuhan. Lalu, derasnya membasahi seluruh permukaan. Senyumnya menyejukkan. Dinginnya menenteramkan. Suaranya menenangkan. Waktu hujan sangat tepat untuk mengatur ulang tujuan hidup insan. Mengevaluasi dan merefleksikan diri dari segala scenario dan adegan yang telah dilalui. Tidak ada manusia yang mengharapkan keburukan di hari kemudian. Hanya saja, mereka tidak tahu bahkan salah melakukan perubahan.

Udin dan lainnya khusyuk memandang hujan dari teras rumah yang mereka tempati saat ini. Suasana yang sangat diharapkan saat semua raga perlu menyesuaikan agar tak tersingkirkan. Unin terlihat menatap hujan itu lekat-lekat. Bibirnya sama sekali tidak sedikitpun menggariskan senyuman. Widya dan Lintang asyik dengan ponsel mereka. Laila tenggelam dalam lelapnya di tengah dingin yang menyerang. Dewi menelpon seseorang dan Septi asyik mengabadikan momen kebersamaan di teras ini. Putri sesekali melirik Mustofa yang hari ini selalu berada di dekatnya. Jantungnya tidak berhenti berdetak dengan kencang. Mustofa sedikit mendongak ke atas lalu kemudian tersenyum. Dia merasa berada di tengah-tengah derasnya hujan dan menikmatinya. Udin mengitarkan pandangannya dengan cepat ke segala arah. Entah dia melihat makhluk yang tidak bisa dilihat oleh yang lainya atau bola matanya kram. Hanya dia yang paham keadaannya seperti apa.

Hampir 15 menit mereka duduk membisu dalam derasnya hujan. Tidak ada satu katapun yang terlontar dari mereka. Sendu senyap menyaksikan hujan dan menikmati kenyamanannya. Udin yang tidak nyaman dengan keheningan mulai menampakkan ekspresi mengerikan. Udin pun sadar dia tidak mau merusak kesenangan teman-temannya itu. Dia masih tetap mengintari pandangannya dengan ekspresi yang menakutkan. Kemudian tanpa sengaja pandangan Udin bertemu dengan Unin yang kebetulan melihat ke arah Udin. Unin terdiam sejenak dan memandang lekat Udin. Sebaliknya, Udin masih mengitari pandangannya dengan cepat.

"Mas Udiiiiiin !!!" Unin teriak sekeras mungkin kemudian menangis.

Semua orang terkejut tanpa terkecuali Udin. Mereka menghampiri Unin dengan penuh kekhawatiran.

"Kenapa Nin ?" kata Putri.

"Mas Udin kesurupan," kata Unin masih sesenggukan.

Tidak ada yang berani mendekati Udin. Setelah mendengar jawaban Unin, Udin langsung lemah dan bersimpuh di lantai.

"Lha emang tadi kamu liat Udin kayak gimana Nin ?" Tanya Mustofa sedikit curiga.

"Bola matanya melihat kemana-mana mas. Terus wajahnya jadi mengerikan banget. Matanya melotot, hidungnya mengembang, bibirnya senyum sadis mas," jawab Unin.

Mustofa berfikir sejenak lalu melihat Unin dan Udin bergantian. Akhirnya dia menyimpulkan satu hal. Dia masuk ke dalam rumah dan mengambil sapu. Mustofa mendekati Udin dan memukul kepala Udin dengan gagang sapu yang baru diambilnya.

"Aduuuh sakit tau Mus," kata Udin merintih kesakitan.

"Elu kebiasaan kalau bosen pasti gini," kata Mustofa jengkel.

"Terus kenapa elu sok-sokan diem kayak tadi ?" tambah Mustofa.

"Gue cuma mikir Mus. Setan jenis apa yang ngerasukin gue saat ini," jawab Udin santai.

Mustofa kembali memukul kepala Udin dengan sapu yang dia bawa.

"Waaaah, kok dipukul lagi Mus ?"

"Biar elu siuman Din. Ya mana ada orang kesurupan masih sadar kayak elu."

"Ya mana gue tau Mus. Gue kan cuma percaya aja yang diomongin Unin."

Catatan Kuliah Si UdinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang